DENGAN tatapan matanya yang masih agak mengantuk Tiara ikuti kepergian Abdi. Tubuh pemuda itu segera menghilang dalam kelebatan tanaman perdu yang memenuhi bagian bawah pepohonan.
"Lihatlah, Tiara, pemuda itu selama beberapa hari mendedikasikan tenaga, waktu, dan pikirannya untuk menjagamu," batin Tiara saat tubuh Abdi sudah lenyap dari pandangan.
"Pantas saja kalau dia merasa jengkel sewaktu aku membohonginya kemarin. Aku memang keterlaluan! Untung saja dia tidak menepati ucapannya yang tidak akan mau ambil peduli kalau terjadi apa-apa denganku," lanjutnya.
Karena masih mengantuk, Tiara akhirnya kembali tertidur.
Gadis itu sebetulnya juga merasakan tubuhnya pegal-pegal. Terutama pada bagian betis dan paha. Mungkin kelelahan akibat berjalan jauh tempo hari baru dirasakannya sekarang.
Paduan rasa kantuk dan lelah membuat tidur direktur utama PT Tirya Parkindo itu sangat nyenyak sekali. Sangat nyenyak sekali, sampai-sampai ia tidak tahu jika Abd
DEMAM yang dialami Tiara ternyata sejenis panas yang naik-turun. Di pagi hari saat bangun dari tidur, suhu tubuh gadis itu terasa agak dingin. Tidak terlalu panas, tapi juga tidak seperti suhu normal. Namun saat menjelang malam, suhu tubuh gadis itu kembali naik tinggi. Saking panasnya sampai membuatnya menggigil. Sehingga ia harus memeluk kaki setiap kali duduk, dan meringkuk saat tidur. Melihat itu Abdi langsung mafhum, demam yang diderita atasannya disebabkan oleh kecapaian. Kuat dugaannya itu karena tempo hari gadis tersebut memaksakan berjalan jauh padahal kakinya masih cedera. "Kepala Ibu terasa pusing tidak?" tanya Abdi, ketika di kepalanya muncul dugaan penyakit lain. Tiara hanya gelengkan kepala dengan lemah. "Badan merasa lemas, mungkin?" tanya Abdi lagi. Ia tidak mau atasannya itu mengidap tipes. "Nggak," jawab Tiara singkat. Suaranya terdengar agak parau. Abdi menjadi lega mendengarnya. Kalau sampai panas yang diala
DITANYA begitu oleh atasanya, mau tak mau Abdi jadi kecut juga. Tentu saja ia sama sekali tak ada niat untuk menyindir. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, Tiara yang sedang ada masalah asmara tidak bisa disalahkan bila berpikir begitu. Abdi langsung terdiam dibuatnya. Dengan takut-takut si pemuda menatap serba salah pada Tiara. Atasannya itu tampak menunjukkan wajah tidak senang. "Waduh, alamat Bu Bos marah lagi nih," batin Abdi sembari menelan ludah. "Mmm, sama sekali tidak ada niat saya untuk menyindir siapa pun, Bu. Apalagi menyindir Ibu," jelas si pemuda kemudian. Sementara Tiara juga jadi merasa tidak enak sekali. Gadis itu sadar telah bersikap berlebihan. Bukankah ucapan Abdi itu sesuatu yang umum saja? Bahwa memang pengalaman pahit tak ubahnya obat dalam kehidupan. Lagi pula, bagaimana mungkin Tiara menuduh Abdi menyindirnya, sedangkan persoalan antara dirinya dan Ryan saja pemuda itu tidak tahu-menahu. Gadis itu seketika geleng-gelengkan k
SUASANA sendu di antara kedua anak manusia itu berlangsung untuk beberapa saat. Tiara masih terus tertunduk, semakin menyesali dirinya yang telah bersikap semaunya sendiri.Padahal selama terperangkap di dalam hutan ini dirinya terima beres saja. Ikut mencari bahan makanan, tidak. Ikut mengolahnya, juga tidak. Gadis itu tahunya hanya makan dan tidur saja.Di Jakarta memang Tiara juga seperti itu. Terima beres saja, makan tinggal makan. Tapi bedanya, ia mendelegasikan urusan masak-memasak dan juga mengurus rumah karena sibuk dengan urusan bisnis."Sedangkan di sini, aku terima beres karena mengalami cedera. Dan itu karena kebodohanku sendiri!" rutuk Tiara dalam hati.Seketika gadis teringat betapa marah dirinya ketika mendapat telepon dari Ryan. Kemarahan yang menyebabkannya hilang kendali, lalu menabrak pembatas jalan dan masuk ke hutan yang berada di jurang dalam.Andai saja waktu itu dirinya dapat lebih menguasai diri. Tentulah semua ini tidak ak
TIARA lantas mengeluarkan blazer dari dalam tas tangan. Ketika kemudian dilihatnya Abdi berlalu pergi menuju sungai, bergegas gadis itu melepas pakaiannya dan membasuh tubuh yang berkeringat dengan air.Awalnya hanya blus putih yang dilepas Tiara. Tapi saat mengetahui bra yang ia kenakan juga basah oleh keringat, gadis itu pun turut melepasnya. Disembunyikannya benda tersebut di dalam gulungan blus, dan diletakkan di sudut pondok.Usai mengeringkan tubuh dengan tangan sebisanya, Tiara memakai blazernya. Setelah itu ia merasa sangat lega. Badannya terasa kembali segar setelah diusap air tadi. Gerah yang tadi menyelimutinya perlahan-lahan berganti kesejukan.Tepat saat Tiara selesai berpakaian, Abdi kembali dari sungai. Wajah, kedua tangan, serta kaki pemuda itu tampak basah.“Kenapa cepat sekali?” tanya Tiara. Abdi memang hanya sebentar saja ke sungai."Saya kelupaan sesuatu, Bu. Jadi ini mau ambil dan langsung ke sungai lagi," jawab Abd
SIANG menuju malam hari itu berjalan begitu cepat. Terlebih bagi Tiara yang lebih banyak menghabiskan waktu dengan berbaring, sesekali duduk-duduk, di lantai pondok.Gadis itu seolah-olah hidup di ruang tanpa waktu. Tak kenal waktu kecuali pagi, siang, sore, dan lalu malam saatnya tidur. Kegiatannya hari-hari juga hanya makan, ngobrol dengan Abdi, dan sesekali mandi.Namun semenjak cedera kakinya kembali kambuh, lalu diikuti tubuhnya demam tinggi, Tiara harus puas hanya bisa mengelap tubuhnya dengan kain basah sebelum berganti baju.Abdi dengan keras tak membolehkan Tiara mandi di sungai. Tidak sebelum suhu badan gadis itu benar-benar turun. Apa boleh buat, direktur muda itu sudah berjanji akan menuruti semua ucapan Abdi.Seperti petang hari itu. Tiara sebenarnya merasa gerah bukan main karena seharian penuh memakai blazer. Terlebih Abdi terus menyuguhi minuman hangat, yang tujuannya untuk memancing keringat dan menurunkan suhu badan.Alhasil, tubu
SEJAK pagi itu suara mesin dari kejauhan terus terdengar. Masih samar-samar. Harus memusatkan perhatian penuh agar dapat menangkap suara tersebut secara jelas.Tak urung, Tiara dibuat sangat penasaran. Berkali-kali gadis itu bertanya pada Abdi suara apa itu sebenarnya. Namun pemuda tersebut hanya menjawab tidak yakin."Suaranya terlalu jauh, Bu. Saya tidak bisa mendengar dengan jelas. Jadi, ya masih belum yakin itu suara apa sebenarnya," jawab Abdi.Itu jawaban yang selalu diberikan Abdi setiap kali Tiara bertanya sewaktu suara itu kembali muncul. Tak pernah berubah satu kata pun.Tiara semakin dibuat penasaran karena suara misterius itu rutin terdengar tiap pagi. Lalu juga pada sore hari, menjelang malam.Jelas sudah itu bukan suara kendaraan yang sedang melintas di jalan raya. Sebab tak mungkin rasanya kendaraan yang sama melintas berkali-kali. Lebih tak mungkin lagi ada banyak kendaraan sejenis yang melintas dengan waktu tertentu yang teratur.
SETELAH menahan diri selama dua hari lagi, Tiara akhirnya yakin jika kakinya sudah benar-benar pulih. Gadis itu sudah berulang kali mencari tahu dan mencoba, rasa sakit itu sudah benar-benar hilang.Dari awalnya sekedar ditekan pada bagian yang cedera. Lalu digerak-gerakkan berputar berulang kali. Setelah itu coba untuk berdiri tegak. Kemudian berdiri bertumpu pada kaki yang sakit. Sampai kemudian berjalan.Khusus untuk berjalan, Tiara melakukan percobaan secara bertahap. Mulanya hanya beberapa langkah. Diulangi berkali-kali. Dari pondok ke perapian, lalu kembali lagi ke pondok.Setelah itu coba agak jauh lagi, menjadi sejarak dua kali lipat dari sebelumnya. Sampai akhirnya Tiara bisa berjalan tanpa hambatan menuju sungai. Bukan main senangnya gadis itu dibuatnya."Mulai sekarang aku nggak perlu lagi dibopong Abdi kalau mau mandi ke sungai!" jerit Tiara dalam hati.Ia pun dapat mandi di sungai sepuasnya, kapan saja mau. Tapi, meski sudah tidak lagi
TIARA terbangun dari tidur ketika suara mesin meraung-raung semakin lama semakin jelas terdengar di telinganya. Gadis itu langsung bangkit dan duduk, memasang telinga untuk mencari tahu arah asal suara.Sayangnya gadis itu tidak tahu arah. Tapi dari nyaringnya suara tersebut, Tiara tahu mereka sudah semakin dekat dengan sumbernya. Itu artinya juga semakin dekat dengan pertolongan.Setelah asyik sendiri selama beberapa saat, barulah Tiara menyadari Abdi sudah tidak ada di pondok. Juga tidak terlihat di dekat api unggun. Ke mana pemuda itu? Tahu-tahu saja ia mejadi jeri."Ah, pasti dia ke sungai untuk mengambil air wudhu. Bukankah sekarang sudah waktunya salat Subuh?" batin Tiara untuk menenangkan hatinya.Tepat di saat itulah Abdi kembali dari sungai. Hati Tiara jadi lega melihatnya. Pemuda itu tampak membawa teko tanah liat buatannya, yang langsung diletakkan ke atas bara di perapian."Ibu sudah bangun dari tadi?" tanya Abdi usai menumpangkan teko