"Ka-kau? Kenapa bisa ada di sini?" Mulut Celine terbuka dan matanya terbelalak. Dia kaget sekaligus tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dominic, laki-laki yang dia kira sudah pergi justru ada di depan matanya. Bagaimana mungkin Dominic bisa tahu rumahnya? Matanya seketika beralih menatap sang suami yang masih tersenyum. Rayyan seperti tidak tahu apa yang terjadi. "Rayyan, kenapa kamu membawa orang asing masuk?"
"Kamu mengenalnya, Sayang? Kami tidak sengaja bertemu tadi. Dia membutuhkan pertolongan dan aku hanya membantunya," jawab Rayyan dengan santai. Berbeda dengan Celine yang seketika menepuk jidatnya. Dia sengaja tidak memberitahu Dominic tempat tinggalnya karena takut kalau laki-laki itu orang jahat, tapi suaminya dengan sangat polos mengatakan membantu orang dan membiarkannya masuk?"Dia adalah orang yang kuceritakan kemarin." Rayyan menatap Celine heran, sebelum sang istri mengatakan tentang orang yang ditolongnya. Membuat Rayyan memutar kembali ingatCahaya yang hanya berasal dari lampu tidur, tak terlalu membuat Dominic bisa melihat kamar dengan jelas. Meski iris matanya bisa melihat sofa bed yang dimaksud oleh Celine juga Rayyan. Ada Arion yang saat ini tengah terlelap di ranjang. Ini sedikit tidak nyaman. Sudah dikatakan kalau Dominic tidak menyukai anak kecil, tapi kini dia harus tidur bersama salah satu dari mereka. Apa boleh buat, dia juga tidak mau tinggal di gubuk itu lagi.Dalam remangnya cahaya, Dominic melihat sekeliling kamar Arion yang tampak cukup besar. Matanya melihat ada rak mainan dan lemari pakaian. Sampai berhenti dan menatap Arion yang tertidur menghadap ke arahnya. Siapa anak kecil ini? Arion memanggil Rayyan, Papa dan Celine berkata anak. Apakah mungkin jika Rayyan dan Celine ...?Dominic terdiam. Semua ini tak ada urusannya dengan dia. Mau Celine sudah menikah atau tidak, dia tidak punya urusan. Walau dia merasa sedikit aneh, kenapa wanita itu masih mau bersama pria yang bahkan berjalan saja sus
Sia-sia Dominic menunggu kedatangan ayahnya. Pasti tua bangka itu sedang bersenang-senang bersama ibunya tanpa dia. Sampai matahari berada di atas kepala, tak terlihat sedikit pun batang hidung ayahnya atau anak buahnya datang. Hal yang membuatnya bosan setengah mati karena berada di dalam rumah.Tidak ada Celine di sini. Hanya Rayyan dan Arion yang sejak tadi tengah belajar bersama, setelah anak itu pulang dari sekolah. Biasanya, anak seusia Arion akan memilih bermain bersama anak-anak lain dari pada menghabiskan waktunya untuk belajar. Namun Arion sedikit berbeda. Entah ini hanya dugaannya saja atau memang dia merasa anak kecil itu cukup pintar. Tidak berisik dan banyak mengganggu seperti anak-anak lain."Papa, Al lapar. Al mau makan."Ucapan Arion mengalihkan perhatian Dominic. Dia menatap anak tersebut dengan alis terangkat. Di depan Arion terlihat Rayyan yang juga menatap anaknya. Buku yang dia pegang untuk mengajari sang anak, diletakkan kembali di atas me
“Dia Rayyan, suami dari wanita yang menyelamatkanku,” ucap Dominic sembari memperkenalkan laki-laki di sebelahnya—yang saat ini tengah terduduk kaku. Ruang tengah kini seolah penuh oleh kehadiran ayah serta orang-orangnya.Sementara di sebelahnya tampak Rayyan seperti tidak nyaman saat mendapat tatapan selidik dari ayahnya, sampai Dominic harus memutar bola matanya kesal ketika melihat sikap sok kuasa itu. Beruntungnya, Arion tidak ada di sana. Rayyan sudah menyuruh anaknya untuk pergi bermain. "Berhentilah membuat orang lain takut, Pa.”“Ah, maaf. Aku tidak bermaksud begitu. Aku hanya penasaran dengan orang menyelamatkan anakku.”Kata-kata dan senyum simpul di bibir pria tua yang merupakan ayah dari Dominic, sedikit membuat perasaan Rayyan menjadi lebih santai. Dirinya ikut tersenyum, meski dalam hati masih tak percaya dengan orang yang ada di depannya. Rayyan tahu, dia jelas tahu kalau orang yang ada di depannya adalah pemilik per
"Domi Sayang, akhirnya kamu pulang. Mama sangat mengkhawatirkanmu," ucap Daisy. Wanita yang baru memasuki kepala lima namun masih terlihat muda itu, memegang kedua pipi putranya cukup kuat. Linangan air mata terlihat di pelupuk matanya. Berniat mengecup manis kening anak semata wayangnya, namun hal itu tak terwujud saat sang suami justru menghalanginya."Oh, Dear, jangan terlalu berlebihan. Anakmu baik-baik saja. Dia sudah tua, jangan memperlakukannya seperti anak kecil," decak Kenneth sembari menatap tajam ke arah Dominic dan memerintahkannya untuk segera menjauh."Tapi, Sayang—""Honey, biarkan anakmu istirahat. Kita panggilkan dokter, ok?" tawar Kenneth. Ucapannya cukup membuat Daisy yang masih sangat mengkhawatirkan Dominic, mengangguk tak rela. Matanya bisa melihat wajah Dominic yang sedikit kurus.Sebagai seorang ibu yang mendengar kalau anaknya mengalami musibah sekaligus pernah meregang nyawa, dia sangat sedih bukan main. Daisy tidak pernah bi
Hari-harinya yang membosankan datang lagi. Dominic harus menyelesaikan pekerjaan yang sudah seminggu ini dia abaikan. Dia jelas tidak mau kredibilitas perusahaannya turun. Ditambah ayahnya berkata kalau sahamnya hampir merosot jatuh saat sebuah kabar burung mengabarkan berita kematiannya.Beruntung ayahnya sudah mengurus semua itu. Jelas, ini adalah ulah seseorang. Hanya saja, Dominic tidak mengetahui siapa dia. Apa maksud dari orang itu yang berniat membunuhnya? Sialnya lagi, meski ayahnya berkata sudah membereskan sebagian pengkhianat, Jery–orang kepercayaan–ternyata menjadi salah seorang yang berhasil meloloskan diri. Dominic sudah berusaha mengerahkan seluruh orang-orangnya untuk mencari keberadaan laki-laki itu. Begitu pun dengan ayahnya.Tujuan atau motif Jery melakukan percobaan pembunuhan untuknya masih abu-abu. Dia yakin seratus persen kalau laki-laki itu tidak akan bertindak tanpa dukungan. Pasti ada orang lain yang menjadi dan menggerakkan mereka unt
"Kami menemukan anak kecil yang merupakan adik dari Jery, Tuan," ucap seorang pria yang merupakan suruhan Kenneth. Berjalan mendekat sambil memerlihatkan seorang gadis cilik yang ketakutan. Mengalihkan perhatian Dominic serta ayahnya yang tengah berbincang membahas siapa orang yang berniat membunuhnya.Dominic menatap anak kecil itu dengan dahi berkerut. Seorang gadis kecil sekitar empat tahunan yang mengingatkannya akan Arion. Hanya saja, jelas terlihat perbedaan besar antara keduanya. Baik dari umur atau pun dari sifat. Arion adalah anak yang ceria sementara gadis kecil ini tampak pendiam. Wajahnya pun terlihat pucat seolah tidak sehat dan tubuhnya mengkerut takut saat dia menatapnya. "Bawa dia kemari," titahnya.Orang yang membawa anak tersebut menarik anak kecil yang sejak tadi bersembunyi di belakangnya. Berniat untuk menyerahkannya pada Dominic. Namun yang terjadi, anak itu malah menggeleng sambil memegangi kedua kakinya. Ekspresi wajahnya berubah seperti hendak mena
"Kenapa kau menolak panggilanku?" tanya Dominic begitu telepon yang kedua kalinya diangkat oleh Celine. Berdiri tegap di pagar balkon kamarnya sembari melihat jalanan yang ada di bawah di sana. Tampak pegangannya pada pagar besi itu menguat saat tak kunjung ada jawaban dari Celine. Namun Dominic jelas mendengar suara Rayyan yang memanggil istrinya dari balik telepon. "Celine, ini aku. Dominic.""Maaf, aku tidak tahu kalau itu, kau. Ada apa? Katakan sekarang."Jawaban tanpa basa-basi itu masuk ke dalam telinganya. Menciptakan sebuah senyum tipis di bibir Dominic. Tanpa perlu bertanya lagi, sepertinya wanita itu sudah tahu dari mana dia mendapat nomor teleponnya. "Aku sudah memberikanmu imbalan karena sudah menolongku, tapi ... kenapa kau tidak menggunakannya? Apa cek itu belum cukup? Katakan apa yang kau minta, aku akan memberikannya."Dominic dengan setia menunggu jawaban meluncur dari bibir wanita itu, sampai telinganya mendengar suara Celine yang menghela napas kasa
"Celine, apa besok malam kau akan datang?"Celine yang saat ini tengah mengambil barangnya di loker, sontak menoleh dan mendapati Simon berdiri menatapnya penasaran. Beberapa karyawan lain sudah pulang lebih dulu, hanya dia, Simon dan dua orang lainnya yang masih di sana. Celine hanya memberi senyum kecut sebagai balasan atas pertanyaan laki-laki itu. "Aku tidak yakin.""Apa ini karena suamimu lagi?""Ya, aku tidak bisa meninggalkan Rayyan dan Arion," jawab Celine tanpa mengelak.Restorannya akan mengadakan acara makan-makan besok malam untuk merayakan hari jadi berdirinya restoran ini yang ke sembilan tahun. Semua orang diundang dan wajib untuk datang. Namun dia ragu untuk hadir di sana. Celine tidak mungkin meninggalkan suami serta anaknya hanya untuk bersenang-senang. Lebih baik dia ada di rumah dan menjaga keduanya."Bahkan hanya untuk beberapa jam saja? Bukankah kau perlu bersenang-senang sekali-kali?"Simon dengan segala bujuk rayunya berusaha unt