Marchel menjemput Asha dan Brama di rumahnya, namun kali ini Marchel agak dingin terhadap Asha. Perubahan sikap Marchel tersebut membuat Asha merasa aneh, karena awalnya Marchel sangat pecicilan terhadap Asha.
Asha yang selama ini tinggal dengan bibinya pamit untuk pindah, Asha mengaku sama bibinya Marchel adalah calon suaminya yang punya apartemen.
"Bi ... kenalkan ini Marchel calon suami Asha.." Mendengar pengakuan Asha tersebut Marchel agak kaget, namun kekagetan itu tidak ia perlihatkan.
"Oo ini orang yang kamu ceritakan kemarin Asha, bibi titip Asha ya ... dia ini anak yatim piatu, orang tuanya sudah gak ada.." Cerita bibi Asha pada Marchel.
"Ya bi, saya akan jaga Asha dan Brama, nanti kami juga akan sering main kesini, bibi gak usah kuatir." ujar Marchel
Lalu mereka pun pamit meninggalkan bibi Asha. Tidak banyak barang yang di bawa Asha, karena seluruh kebutuhan Asha dan Brama sudah disediakan Bram.
Marchel membawa barang-barang Asha, Asha menggendong Brama. Mereka seperti sebuah keluarga kecil yang sedang menyonsong masa depan.
Marchel tidak banyak bicara, sikap itu membuat Asha menjadi agak kikuk. Asha mencoba membuka pembicaraan, "Mas ... pesan aku buat Om Bram sudah disampaikan belum?" tanya Asha sedikit ragu.
"Kalau belum disampaikan gak mungkin dong kita ada dalam satu mobil sekarang ini.." jawab Marchel sedikit dingin.
"Maksud aku, soal aku minta Om Bram ke apartemen hari ini.."
"Om Bram gak bisa, hari ini dia mau berangkat ke Amerika lihat anaknya disana, makanya semua urusan kamu aku yang handle kamu tinggal bilang sama aku." jawab Marchel
"Lama ya di Amerikanya? mas Marchel kok berubah jadi dingin gitu sih sama aku?" tanya Asha heran.
"Gak papa ... cuacanya memang lagi dingin kok.."
"Iiihh ... mas jangan becanda dong, aku serius nih, entar aku ngambek gak mau bicara sama mas gimana?"
"Ya gak papa sih ... terus yang urus kebutuhan kamu siapa.?" jawab Marchel dengan balik bertanya
Asha hanya terdiam mendengar jawaban Marchel, dia benar-benar gak menduga kalau Marchel berubah secepat itu. Asha mengambil air mineral yang ada di dekatnya, dia mencoba mengambil hati Marchel, dia buka tutup botolnya lalu tangan kanannya menyodorkan air mineral tersebut kemulut Marchel, sementara tangan kirinya tetap memeluk Brama.
"Tumben kamu perhatian sama mas? " tanya Marchel menyelidik.
"Ya biar gimana pun mas Marchel bos aku sekarang ini, kalau aku gak perhatian yang urus aku sama Brama siapa dong?" Asha mulai mengajak Marchel bercanda
"Kamu salah, justeru kamu itu bos saya, karena saya pesuruh suami kamu, betul kan? Aku cuma bodyguard yang disuruh jaga kamu.."
"Mas gak marahkan aku bilang calon suami aku sama bibi tadi?" Asha mengalihkan pembicaraan
"Mau marah gimana? Sudah terjadi, lagian mas juga suka kok, semoga aja omongan kamu itu adalah doa.." Marchel sudah mulai menggoda Asha.
"Mas serius gak keberatan? Alhamdulillah ... Om Bram gak salah pilih bodyguard buat Asha, hufff.." Asha kelepasan ngomong Marchel bodyguard.
"Tuh kan? Benar yang mas bilang? Mas ini cuma bodyguard aja.."
"Maaf ya mas, aku gak bermaksud memosisikan mas gitu kok, suatu saat kita akan bicara serius tentang ini.."
"Maksudnya?" tanya Marchel penasaran terhadap apa yang diucapkan Asha barusan.
Asha tidak menjawab pertanyaan Marchel, karena mobil sudah memasuki kawasan apartemen. Marchel turunkan Asha dan Brama di lobby. Marchel memarkirkan mobil di basement tower apartemen Asha.
Asha gendong Brama ke arah lobby untuk menunggu Marchel. Brama mulai agak rewel, dan Asha pun meresponnya untuk menyusui Brama di sudut lobby. Dia memilih sebuah sudut lobby yang agak sepi, dia membuka baju blusnya dan mulai menyusui Brama.
Tidak lama setelah itu Marchel muncul di lobby sambil menuju ke arah Asha, Marchel gak tahu kalau Asha sedang menyusui Brama, karena posisinya membelakangi Marchel.
Marchel mendekat, dia tidak sengaja melihat dada Asha, dia buru-buru menghindar.
"Maaf ya Asha, mas gak tahu kalau kamu lagi menyusui Brama.."
"Gak papa mas, biasa aja kali ... yuk deh kita naik, entar disambung di atas aja nyusuin Brama." Asha buru-buru mengancing blusnya.
Mereka menuju ke lift, dan pas lift terbuka mereka langsung naik. Marchel tempelkan assessment card-nya ke sensor lift dan memencet angka 7.
"Tadi mas liatnya dikit atau banyak?" tanya Asha menyelidik
"Lihat apaan?" Marchel balik bertanya dan pura-pura tidak tahu
"Ya lihat dada akulah, jadi malu aku mas.."
Marchel cuma menjawabnya dengan tersenyum malu. Mereka sudah sampai di lantai 7, dan buru-buru keluar lift. Marchel mengikuti dari belakang.
Mereka menuju ke pintu 707, Marchel pencet bell, gak lama kemudian Narti membukakan pintu.
Marchel meletakkan barang-barang Asha ke kamar Asha, setelah itu dia menunggu di ruang tamu. Narti masuk ke kamar Brama menyusul Asha. Asha kembali menyusui Brama, sementara Marchel di ruang tamu menelpon Bram.
"Siang pak, Asha dan Brama sudah di apartemen, terus saya perlu ke kantor gak pak?"
Asha keluar dari kamar Brama, dia tidak sadar kalau blusnya belum dikancing. Dia mendekat pada Marchel di ruang tamu, melihat itu Marchel mendekat pada Asha, dia kancingi baju Asha yang terbuka.
"Maaf ya Asha.." ujar Marchel sambil kancingi blus Asha yang terbuka.
Asha sempat kaget ketika tangan Marchel mengarah ke dadanya, dia tidak menyangka kalau Marchel mau mengancing blusnya yang lupa dia kancingi sehabis menyusui Brama.
Bersambung..
"Maaf ya mas, aku sudah salah menilai kamu.." ujar Asha sambil menatap Marchel yang ada di depannya"Salah menilai kenapa Asha?" tanya Marchel dengan heranMereka berdua saling pandang, namun Marchel mengalihkan pandangannnya, pandangan Asha begitu menggetarkan hatinya. Baru kali ini Marchel merasakan ada wanita yang memiliki daya tarik memang sesuai dengan seleranya, namun dia sadar kalau Asha kekasih bosnya. Asha belum menjawab pertanyaan Marchel.Marchel pamit ke toilet dan Asha masih duduk di ruang tamu. Asha masih bertanya-tanya dalam hatinya tentang perubahan sikap Marchel yang begitu drastis.Setelah dari toilet, Marchel bertanya pada Asha:"Kita pesan makanan online aja
Di depan pintu berdiri sosok Bram memandang ke arah Marchel dan Brama dengan dingin. Asha dan Marchel langsung bersujud di kaki Bram, dengan bijaksana Bram meminta Asha dan Marchel berdiri."Marchel, Asha ... berdirilah, tidak perlu kalian bersujud di kaki saya, semua bisa kita bicarakan," ujar Bram dengan bijakAsha langsung peluk Bram sambil menangis dan meminta maaf, sementara Marchel terpaku diam dengan perasaan bersalah."Om ... maafin Asha ya, apa yang om lihat tidak seperti itu kejadian sebenarnya." ucap Asha penuh penyesalan"Sudahlah Asha, nanti saja kamu jelaskan, Marchel kamu boleh pulang, besok kita bicara di kantor.""Siap pak!! Terima kasih pak, saya pamit.." Marchel la
Di ruang kerja Bram, Marchel terlihat dalam perbincangan yang serius dengan Bram. Sebagai sosok yang gentlemen, Marchel tetap bersikap tenang, dia tahu kalau dalam posisi yang salah, dan siap mengakui kesalahan. Bram pun tidak dengan emosi menghadapi Marchel, karena dia sudah cukup mengenalattitudeMarchel, yang merupakan orang kepercayaannya."Jadi kamu sudah mengerti ya kenapa kamu saya suruh menghadap saya hari ini?" tanya Bram. "Saya sangat menghargai kejujuran kamu selama ini, dan saya sangat yakin kamu masih memegang teguh kepercayaan saya.." lanjut Bram dengan sikap kebapakan"Sangat mengerti pak, dan saya siap menerima resiko apa pun dari kesalahan saya." Marchel benar-benar bersikap apa adanya, dan pasrah menerima apa pun dari Bram."Kamu tahu apa kesalahan
Begitu sampai, Asha yang membukakan pintu, Marchel langsung peluk Asha. Asha merasa ada sesuatu yang aneh dari Marchel seperti tidak biasanya."Tumben kamu mas peluk aku? ada apa nih?" tanya Asha heran"Aku senang Sha ...pak Bram gak marah sama aku.." jawab Marchel dengan sumringah"Serius kamu mas? Kemarin sih aku bilang apa adanya soal kamu..""Brama mana? Aku mau gendong dia Asha..""Ada angin apa nih? Kok kamu tiba-tiba ingin gendong Brama?""Kalau seandainya aku gendong kamu aneh gak?" Marchel mulai menggoda Asha."Emang kamu berani gendong isteri bos kamu?" Balas Asha sambil
"Mas bilang gini, saya kasihan sama Asha dan Brama.." jawab Marchel"Ooo ... jadi mas cuma kasihan ya sama aku?" selidik Asha"Ntar dulu dong, kan belum selesai ngomongnya, terus mas bilang gini,""Bapak percaya kalau saya jatuh cinta sama Asha?""Saya sangat percaya, dan itu adalah sesuatu yang wajar..itu kata om Bram, Kamu sangat tahu kalau saya selalu mempercayai kamu, tapi ... ada satu hal yang tidak saya inginkan, kata Om Bram.."Marchel tidak meneruskan pembicaraan, sehingga membuat Asha semakin penasaran. Asha sudah mulai tersanjung oleh Marchel yang mulai membangun suasana kehangatan diantara keduanya. Asha memeluk Marchel dengan mesra, dia sudah begitu yakin ka
Marchel tersadar atas apa yang baru saja hampir terjadi. Sebagai lelaki yang masih lajang, dia benar-benar menikmati apa yang dilakukan Asha tadi.Asha keluar dari kamar sambil menyusui Brama, dan duduk di samping Marchel. T-shirt Asha yang terbuka dengan tanpa mengenakan bra, dia menyusui Brama di depan Marchel. Marchel melihat betapa indahnya pemandangan yang ada dihadapannya.Asha menatap Marchel sambil tersenyum, dia tahu Marchel sangat menikmati dadanya yang indah."Mas mau ikutan? Mandangnya kok sampe gitu sih?" canda AshaMarchel tersipu malu mendengar pertanyaan Asha."Aku cukup memandangnya aja kok." jawab Marchel sedikit salah tingkah
Marchel duduk di tepi tempat tidur, pikirannya berkecamuk dan sangat dilematis. Begitu susah dia menahan hawa nafsunya dari godaan Asha, yang memang secara fisik sangat menarik dan menggairahkan. Dengan postur tubuhnya yang sangat proporsional, kulitnya yang kuning langsat dan body goals-nya yang menggoda. Semua bagian tubuhnya begitu indah di mata Marchel, juga dengan tinggi tubuhnya begitu serasi. Memang kalau pria seumuran Bram, bukanlah lawan Asha. Itulah yang membuat Marchel tidak bisa menahan diri, saat melmandang tubuh Asha, apa lagi dalam keadaan tanpa sehelai benang pun yang menutup tubuhnya. Marchel begitu gundah mau memanuhi keinginan Asha, tapi batinnya menolak, karena tidak sesuai dengan apa yang diucapkanya. Tapi di sisi lain, sebagai lelaki masih muda dan lama menjomblo, melihat Asha seperti itu timbul gairah ya
Marchel menutup teleponnya, dan dia sedikit lega, karena maminya sudah tahu kalau dia ketemu tante Michelle, dan tante Michelle percaya kalau Marchel dan Asha sudah nikah siri. "Mami kamu marah ya mas?" tanya Asha dengan sedikit kuatir "Mudah-mudahan enggak Asha, kita berdoa aja semoga papi dan mami mau menerima kehadiran kamu dan Brama." jelas Marchel. "Nanti malam, mas akan menghadap papi dan mami untuk menjelaskan ini." "Iya mas, semoga apa yang kita harapkan sesuai dengan kenyataannya ya." ujar Asha penuh harap Asha mulai menggoda Marchel, dengan menempelkan dadanya ketangan Marchel. Sementara Brama sedang di tidurkan oleh Narti di kamar. Asha berusaha memancing gairah Marchel, dan terus memberikan rangsangan pada Marchel. "Mas, apa gak sebaiknya kita nikah siri dulu mas? Biar kita sah untuk melakukannya?" bujuk Asha "Sabarlah Asha, mas ingin menikmatinya di malam pertama kita nanti." Asha mengubah posisi duduknya, dia dudu