"Kalau bukan istri anda, boleh dong ya, buat saya?" Tuan Alfonso terlihat mengerling nakal ke arah Mer, hal itu membuat napsu makan Mer hilang dalam seketika. "Maaf, Tuan Alfonso. Kita datang ke sini untuk urusan bisnis, saya tidak akan membahas apa pun di luar hal itu." Arga meneruskan kembali makannya.Tuan Alfonso hanya tersenyum sinis mendengar apa yang dikatakan Arga, setelah itu dia juga kembali melanjutkan acara sarapan paginya karena tidak mau terjadi perdebatan.Setelah sarapan selesai, mereka melakukan meeting sesuai dengan yang sudah direncanakan. Hingga mereka mendapatkan kesepakatan kerjasama.Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, ternyata hari sudah mulai merangkak menjelang siang, pikir Mer. Mer dan Arga sedang ada dalam perjalanan menuju perusahaan tempat dia bekerja. Sebenarnya Arga kurang berminat untuk bekerjasama dengan tuan Alfonso. Mengingat lelaki paruh baya itu begitu genit, apalagi tatapan matanya tak henti memandang Mer dengan tatapan nakalnya. Namun, kare
"Jangan banyak pikiran! Jalani saja semuanya dengan baik!" ujar Arga yang melihat Mer malah melamun."Hem!" jawab Mer hanya dengan deheman saja.Akhirnya Arga dan juga Mer pergi menuju kantor pusat, harga terlihat begitu fokus dalam mengemudi. Sedangkan Mer tetap saja asyik dalam lamunannya, padahal sudah diperingatkan oleh Arga agar tidak melamun.Baru 1 jam melakukan perjalanan, Arga menepikan mobilnya di sebuah Rest Area. Arga merasakan perutnya terasa sangat lapar, makanya dia mengajak Mer untuk makan siang bersama. Tanpa banyak bicara, Arga langsung keluar dari mobilnya dan masuk ke sebuah Resto, dengan sigap Mer mengekori langkah Arga. Walaupun harus dengan sedikit berlari, karena dia harus menyesuaikan langkahnya dengan langkah Arga yang begitu cepat. 'Ya Tuhan! Apakah dia tidak berpikir jika sekretaris pribadinya adalah seorang perempuan?' tanya Mer dengan kesal. Namun, hanya mampu menggerutu di dalam hati.Setelah masuk ke dalam Resto tersebut, Arga langsung memesan dua por
"Sudah-sudah, jangan nangis. Sayang air mata kamu, kalau cuma buat nangisin lelaki kaya dia. Sekarang kamu bersiap, kita akan sarapan terus segera pergi meeting." Arga melerai pelukannya lalu menatap wajah Mer dengan lekat. Awalnya Mer terlihat begitu enggan untuk menuruti apa yang dikatakan oleh sang atasannya tersebut, saat ini dia sedang bersedih hati. Dia sedang kecewa dan juga terluka.Kalau boleh rasanya Mer ingin menghabiskan waktu seharian untuk menangis saja, biar saja air matanya kering sekalian.Namun, tidak lama kemudian dia berpikir jika menghabiskan waktu untuk menangis adalah hal yang sia-sia. Mer menghela napas berat, lalu dia berkata."Baiklah, Tuan. Saya akan bersiap," ucap Mer. Mer lalu menyusut air matanya dengan ujung bajunya, Arga sempat mengernyitkan dahinya. Dia merasa jika wanita yang sudah tidak perawan itu sangatlah jorok, lalu Arga menoyor kepala Mer."jorok! Kalau nyusut ingus ya pakai tisu, kalau nggak pakai sapu tangan." Arga tidak menyangka jika w
"Aku belum siap, Tuan. Tapi tolong jangan terlalu erat juga meluknya, sesak!" protes Mer dengan pelan tapi penuh dengan penekanan.harga memutar bola matanya dengan malas mendengar apa yang dikatakan oleh Mer, lalu dia menurunkan kedua tangannya. Dia lepaskan pelukannya, tetapi kini malah Mer yang memeluk pria itu.Arga langsung mencebikkan bibirnya, lalu dia menunduk dan berbisik tepat di telinga wanita itu. Wanita yang masih belum berani untuk menemui suaminya sendiri."Ngga usah meluk-meluk juga, kamu tuh istri orang!" Arga sengaja membalas ucapan dari Mer, Mer langsung melerai pelukannya. Lalu, dia menyembunyikan wajahnya di antara dada dan juga ketiak Arga.Ingin sekali harga tertawa melihat dari kelakuan bawahannya itu, tetapi tentunya dia tahan. Tidak lama kemudian, Arga mendorong wajah Mer dan berkata."Mereka sudah pergi," ujar Arga.Mer langsung menjauhkan diri dari Arga, lalu wanita itu mengedarkan pandangannya untuk membuktikan apa yang diucapkan oleh Arga."Terima kasih,
Sebelum Arga melajukan mobilnya, dia sempat bertanya kepada Mer. Mau diantar kemana. Awalnya saat Arga bertanya seperti itu, Mer sempat terdiam seolah sedang berpikir ke mana harus dia pergi.Tidak lama kemudian, Mer menjawab jika dia ingin pulang ke rumah bapaknya, Arga menyetujuinya. Karena menurutnya itu akan lebih baik, tetapi sebelum itu dia menanyakan alamat rumah dari bapaknya Mer. Dengan senang hati Mer mengatakan alamat rumah dari bapaknya tersebut, Arga tersenyum lalu melajukan mobilnya menuju kota asal Mer. Selama perjalanan menuju pulang, tidak ada yang berbicara di antara mereka. Baik Mer atau Arga, mereka terdiam dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Sesekali Arga akan melirik ke arah Mer yang begitu asik dalam lamunannya, dia terlihat sangat sedih dan juga gundah. Arga merasa kasihan, tetapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa. 'Kalau diperhatikan, Mer sangat cantik. Dasar Adi bodoh! Sebenarnya untuk apa dia menikahi Mer? Dia sudah punya Hanum, lalu kenap
Adzan subuh telah berkumandang, Mer mengerjapkan matanya karena tidurnya sudah terasa sangat cukup. Saat Mer membuka mata, dahi wanita itu nampak mengernyit dalam."Di mana aku?" tanya Mer seraya mengedarkan pandangannya.Setelah sadar dia berada di mana, Mer langsung tersenyum dengan senang karena dia berada di dalam kamar kesayangan. Dia sedang tidur di atas kasur kecil ya sudah biasa dia tempati."Ya ampun! Ternyata aku di rumah bapak," ujar Mer.Mer langsung turun dari tempat tidur, kemudian dia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Dia membuka bajunya dan langsung mengguyur tubuhnya dengan air dingin, segar rasanya."Eh? Tunggu bentar deh, aku kok bisa di rumah bapak? Apa tuan Arga yang mengantarkan aku? Tapi tadi malam aku tidur, siapa yang memindahkan aku ke tempat tidur?" tanya Mer.Cukup lama Mer terdiam dan bertanya-tanya di dalam hatinya, tetapi tidak lama kemudian dia melanjutkan ritual mandinya karena takut waktu subuh akan segera berakhir.Beberapa saat kemudian."Pag
Mer merasa begitu senang karena pak Adan mau mengerti dan memahami dirinya, bapak kandungnya itu mau memberikan kesempatan kepada Mer untuk membalaskan dendamnya terlebih dahulu kepada suaminya tersebut.Bukan untuk berniat durhaka kepada suaminya, tetapi Mer merasa dirinya begitu dipermainkan oleh Adi. Dia merasa jika pria yang menjadi suaminya itu begitu kejam, karena menikahi dirinya tetapi pria itu sudah memiliki istri.Jika saja dari awal Mer tahu jika Adi adalah pria yang sudah beristri, dia tidak mau menikah dengan pria itu. Apalagi sampai menyerahkan kehormatannya, sungguh pria itu pandai merayu Mer sampai luluh.Mer bahkan sempat berpikir jika nanti dia hamil, Mer akan kesulitan menjalani harinya setelah bercerai nanti dengan Adi. Akan tetapi, setelah Mer berpikir kembali rasanya tidak akan ada yang sulit.Banyak di luaran sana single parent yang mampu menjalani hidupnya dengan baik tanpa sosok laki-laki di sampingnya, mereka tetap kuat dan mampu membiayai anak mereka.Bukan
Setelah mengetahui jika hari ini Adi akan pulang, Mer merasakan hatinya begitu gelisah. Dia merasa belum siap untuk bertemu dengan suaminya, tetapi dia tidak bisa menghindar.Walau bagaimanapun juga Adi adalah suaminya, walaupun pria itu sudah beristri tetapi dia tidak bisa begitu saja terus berusaha untuk menghindari pria itu.Di saat bekerja saja Mer lebih sering melamun, alhasil Arga bahkan lebih sering menegur wanita itu. Beruntung Arga tidak memarahi Mer, tentunya hal itu terjadi karena Arga begitu paham dengan apa yang menimpa Mer saat ini."Bekerjalah dengan baik, untuk urusan pribadi bisa diselesaikan secara baik-baik." Hanya kata itu yang keluar dari mulut Arga ketika Mer melamun, Mer mengangguk lalu kembali bekerja.Waktu terus saja berlalu, tetapi pikiran Mer tetap saja terpaku kepada suaminya. Hingga waktu istirahat tiba Mer yang merasa penasaran langsung mengecek keberadaan suaminya lewat GPS.Dahi Mer nampak berkerut dengan dalam karena ternyata Adi sudah berada di kedia