Matahari sore menggantung rendah dilangit, angin bertiup pelan, duduk di atas bangku taman, kedua tangan tanpa memakai perban perlahan mulai sembuh. Kayla menggenggam sebuah foto, terdapat dua anak kecil yang sedang tersenyum bersama di sana. Dirinya dan juga seseorang yang sedang ia tunggu, anak lelaki yang berjanji mengatakan sesuatu padanya. Gadis itu menunggu di taman, namun... seseorang yang ia tunggu, tak kunjung datang.
Saat itu usianya menginjak sebelas tahun, entah mengapa, Kayla sangat membenci saat-saat itu. Ditinggalkan oleh seseorang yang berarti dihidupnya satu demi satu mereka pergi, dan belum kembali. Terpuruk dalam kesedihan, anak lelaki yang di foto menghampirinya. Memberikan Kayla semangat dalam menjalani hidup, yang bernama Mexsi perlahan membuatnya tersenyum kembali. Membawa kehangatan di dalam hatinya. Namun sayang, tidak kunjung datang, seperti menghilang ditelan bumi. Sampai matahari tenggelam, ditelan malam.
Seti
See you, next part ➡️
Mexsi duduk santai, kedua tangannya memegang pistol dengan posisi kepala di miringkan ke kiri sedikit. Membidik secara fokus dan langsung mengenai sasaran. Memasukan umpan, ceklek, mengetes. Kedua bola matanya serius menatap sasaran, tatapannya menajam setajam silet, keringat mulai menetes turun dari dahinya. DOR! Satu tembakan mengenai sasaran... Mexsi tersenyum licik, menurunkan kedua lengannya perlahan. 'Aaaa!' suara teriakan gadis itu langsung terdengar, Mexsi berhasil membidik hidung Toa. Dengan pistol mainan, pada ujung umpannya terdapat bulatan karet, jika di arahkan menempel pada sasaran. Suara teriakan berasal dari leptopnya, yang sengaja memutar suara teriakan seorang gadis. Sedangkan sasarannya hanyalah sebuah foto, hasil karyanya sendiri. Beginilah Mexsi saat sedang di dalam kamarnya, apalagi saat sedang marah. Melampiaskan amarahnya pada foto gadis kecil yang sangat ia benci, siap
Mexsi melewati lorong sekolah. Biasanya terdengar suara atau gosip tapi tumben sekali sepi sampai berada di dalam kelas. Belum ada perbincangan apapun dari mereka, berarti mereka belum mengetahui kalau Kayla berada di rumah sakit. Pak Selamet mulai mengabsen satu persatu, Mexsi sudah siap jika mendengar nama asli Toa. Ia melepaskan headsetnya, tiba-tiba Padil bangkit. Padil mendekati Pak Selamet. "Ada apa Padil? tanya Pak Selamet menatapnya. "Tadi saya baru saja mendapatkan kabar, bahwa saya disuruh memberi tahu Bapak. Bahwa salah satu siswi yang bernama Kayla Prawijaya sedang di rawat di rumah sakit." ia berbisik pada gurunya. "Baiklah, kenapa kamu bisik-bisik?" tanya kembali pak Selamet. "Gimana jawabnya ya Pak. Soalnya ada tukang kepo, nanti saya ditanyain habis-habisan. Apalagi kalau pas Bapak lagi mengajar, kan mengganggu yang lain." "
Hari yang cukup indah, matahari pagi yang cerah, langit-langit begitu biru, angin berhembus pelan.Tapi tidak dengan suasana hati Kayla, perasaannya dipenuhi secercah kebencian. Tak biasanya bersikap begini, mungkin ia merasa sedang menjadi mainan di dalam lingkup kehidupan Mexsi.Apa salahnya? Apa yang sebenarnya dia inginkan darinya? Apa? Apa? Berikan dia kesabaran.Bu Riska mulai mengabsen. Kali ini Mexsi tidak membawa headset, kapas. Tak berlari ke belakang ngumpet dipojokan, hanya menatap ke tempat duduk gadis itu sambil memasang kedua telinganya lebar-lebar."Kayla Prawijaya," sebut bu Riska."Hadir Bu," ucap Kayla.Kayla, nama yang cukup indah. Jadi namanya Kayla Prawijaya...Salah satu siswa berada pada tengah lapangan, dia digosipkan merokok di dalam kamar mandi. Bekas rokoknya dia lempar ke kamar mandi sebelah, orang yang berada
Bel istirahat berbunyi, Kayla berlarian. Di tengah lapangan ia melihat seseorang, langsung memeluknya di hadapan semua siswa yang sedang berhamburan keluar dari kelas.Tentu saja seseorang itu terkejut. Dia membalas pelukan Kayla sambil menepuk-nepuk punggungnya pelan. Mexsi mengejar Kayla, tapi saat tahu gadis itu jatuh dipelukan orang lain. Mexsi terdiam memperhatikan mereka.Seseorang telah datang, lelaki yang suka menyimpan rahasia. Perkenalkan Will William, yang datang dari Australia. Sahabat kecil Kayla, yang sangat dirindukan.Will menatap Mexsi yang sedang memperhatikan mereka, lelaki itu membalas menatapnya.Mereka saling bertatapan, dengan tatapan yang tak biasa sebuah tatapan tajam terpancar dari kedua bola mata mereka."Gue, kehilangan dia Will... semuanya telah berakhir. Gue gak bisa hidup lagi, semua impian gue hancur." Kayla terus saja menangis.Will menatap
Semua siswi berkumpul ke tengah lapangan. Mereka sedang menunggu seseorang, Kayla mendekati Tina. "Tin ada apa? Ko pada kumpul gini?" tanya Kayla sedikit penasaran. "Gue juga gak tahu, tapi katanya bakal ada anak baru," jawab Tina santai menatap lekat-lekat ke arah pintu gerbang. "Kebanyakan yang nunggu cewek, gue yakin pasti anak barunya cowok yang tampan." "Iya lo benar Kayla, gue makin penasaran," kata Tina teringat kejadian kemarin saat Kayla lari-lari gak jelas. "Kemarin, lo kenapa? Lari-larian gitu." Rasa penasaran Tina semakin menjadi saat melihat wajah sahabatnya berubah ambigu. "Oh itu... gue, gu- " Tidak lama kemudian lelaki yang ditunggu-tunggu pun datang. Semua siswi berteriak histeris bahkan ada yang bersiul. Mexsi dan Will datang secara bersamaan. Kayla menghindar dari pertanyaan Tina, memilih memanggil Will. "Will!" teriak Kayla memanggil dari kejauhan. Will mencari sumber suara itu.
Mexsi sampai di depan rumahnya. Menuruni motor, bergegas masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk. Ibunya menyapa tapi putranya hanya menengok sebentar, lari ke atas kamarnya. Ibu Mexsi hanya ingin memberi tahu bahwa salah satu temannya sedang menunggunya di sana. Tapi yasudahlah! Mungkin putranya sudah mengetahui hal itu. Ibunya melanjutkan menonton kartun kesukaannya Spongebop, maklum masih jadi film terfavorit sampai sekarang. Cklek! Membuka pintu. Menurunkan tasnya. Membuka tasnya, mengambil sebuah buku yang Mexsi beli tadi di toko. Membuang tasnya ke arah sofa yang berada di ujung kamarnya, terdengar suara dari sana. "AAAWS!" Mexsi terkejut bukan main saat mengetahui Tino berada di kamarnya. Tas yang ia lempar tak sengaja mengenai kepala Tino, ia menepuk jidatnya sendiri. "Ngapain si lo di sini? Lagian ko bisa nyokap gue izinin lo masuk ke kamar gue. Tanpa se-izin pemiliknya lagi?" Me
Duduk santai dimeja makan, Kayla sarapan hanya memakan sebagian roti selai kacangnya. Bukan, mungkin makan sedikit sekali. Ibu Kayla tidak bisa tinggal diam melihat keadaan putrinya terus seperti ini, takut jika terbaring sakit lagi.Ibu Kayla memberikan kantung plastik berwarna putih. Dihadapannya.Kayla tergelak, mengulurkan sebelah tangan dan menyentuh kepala. Menggaruk-garuk kepalanya heran, tak harus menunggu lama. Ia membuka dan melihat apa isi di dalam kantung plastik yang berada dihadapannya."Kayla harus meminum vitamin ini, setiap hari mulai sekarang," ucap ibunya."Apa Mama bilang, vitamin?" mulutnya membulat menatap ibunya kosong. "Buat apa Mah? Aku baik-baik aja. Aku sehat ko, gak ah, apa kata teman aku nanti."Kayla langsung menolak. Ia menyingkirkan kantung plastik itu dari hadapannya.Ibunya cemberut. "Yaudah malu aja sama teman kamu, berarti kamu lebih pil
Kayla tercengang. Jantungnya terasa berhenti berdebar. Napasnya tercekat. Ia tidak percaya pada pendengarannya. Apa yang dikatakan Dokter Mala tadi? "Apa katamu?" tanya ibunya juga ikut terperanjat. "Tapi, aku juga tidak menginginkan putrimu menderita karena sakitnya. Aku minta maaf... " Dokter Mala menjelaskan dengan nada pasrah. Ibu Kayla sudah tidak mampu berkata-kata. Dokter Mala hanya bisa memeluk dan mencoba menenangkan pikirannya. Kaki Kayla mendadak lemas. Ia memutar tubuh dan harus bersandar di tembok supaya tidak jatuh. Apa yang dikatakan Dokter mala tadi... ? Penyakit... ? Kanker darah? Merasa pusing seakan-akan seluruh darah di tubuhnya terserap keluar. Tangannya dingin dan selain itu Kayla tidak merasakan apa pun. Bahunya tegang, dadanya berat sekali. Paru-parunya tidak mau berfungsi. Ia tidak bisa bernapas. Kepalanya terasa berat. Tida