Share

10. KONFLIK RUMAH TANGGA

Sudah dua hari berlalu tanpa Fahri dan Adel saling bertemu karena kesibukan Adel yang harus melakukan pemotretan keluar kota.

Rencananya malam ini Adel akan pulang.

Setelah menyantap makan malamnya seorang diri, Fahri langsung beranjak ke kamar untuk mengecek beberapa laporan yang harus dia tanda tangani.

Fahri baru saja memasuki kamarnya ketika dia mendengar suara deru mesin mobil yang berasal dari arah bawah halaman depan rumahnya.

Kebetulan kamar Fahri dan Adel yang terletak di lantai dua itu memiliki jendela yang mengarah ke halaman depan pekarangan rumah mereka yang luas.

Saat itu Fahri melihat sebuah mobil mewah terparkir di halaman utama kediamannya. Seorang lelaki keluar dari arah kemudi dan membukakan pintu mobil disebelahnya yang dihuni oleh seorang perempuan cantik yang tak lain adalah Adelia, istrinya.

Sebelum pergi ke duanya sempat bercakap di dekat mobil terparkir, lalu si lelaki sempat mengecup pipi kanan dan kiri Adel sebelum beranjak masuk ke dalam mobilnya.

Fahri masih di sana, melihat semua adegan itu dengan mata kepalanya sendiri.

Selang beberapa menit, Adel masuk ke dalam kamar. Dia tersenyum melihat sang suami sedang berkutat dengan layar laptop di dalam kamar mereka.

"Goodnight dear..." sapa Adel manja. Dia mendekati Fahri seraya membungkukkan badan dan mengalungkan ke dua tangannya di leher Fahri. Dikecupnya pipi kiri Fahri sekilas. "Kamu udah makan, Beb?" tanya Adel yang masih bertahan pada posisinya.

"Udah, aku udah makan," jawab Fahri singkat dan tak sama sekali mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

Merasa ada yang tidak beres, Adel pun menjauh. Dia berkacak pinggang dengan menyandarkan bokongnya di atas meja kerja Fahri. Ditatapnya Fahri lekat-lekat. "Kamu sakit, Beb?" tanya Adel kemudian.

Fahri menghentikan sejenak aktifitasnya, dia menatap wajah Adel yang saat itu terpulas make up tebal dengan warna lipstik merah menyala.

"Aku nggak apa-apa. Cuma kerjaanku lagi banyak di kantor dan besok pagi-pagi banget aku ada meeting dengan klien dari luar negeri," jawab Fahri apa adanya. Entah kenapa, melihat kemesraan antara Adel dengan lelaki tadi yang tak dia kenal membuat mood Fahri langsung hancur berantakan. Padahal sebelumnya dia sangat menantikan kepulangan Adel dari luar kota. Dia sangat merindukan istrinya itu.

"Oh, begitu," jawab Adel sedikit lega. Wanita itu tersenyum nakal. Dia melempar tas tangannya ke sofa dan membuka blouse yang dia kenakan saat itu. Menyisakan sebuah bra merah jambu dengan motif renda yang manis dan g-string warna senada yang memiliki tali-tali hingga ke pinggang.

"Liat deh, underwearku, bagus nggak? Ini keluaran terbaru loh?" seru Adel sambil berlenggak lenggok mempertontonkan kemolekan tubuhnya dihadapan Fahri.

Tubuh seksi milik Adel memang sempurna. Hanya saja, melihat apa yang kini ada dihadapannya, Fahri jadi teringat pada foto-foto Adel yang diperlihatkan sang Mamih kepadanya lusa kemarin.

Dan hal itu nyaris membuat emosi Fahri kian terpancing.

Tak ingin memancing keributan, akhirnya Fahri memilih untuk langsung beristirahat bahkan tanpa dia menghiraukan Adel saat itu.

Melihat sikap cuek Fahri malam ini, jelas hati Adel jadi bertanya-tanya hingga setelahnya dia pun menghampiri Fahri di tempat tidur.

"Kamu kenapa sih Beb? Kalau ada masalah bilang? Baru juga aku pulang langsung dicemberutin! Nyebelin banget sih!" omel Adel keki. Dia meraih jubah mandi di lemari dan memakainya untuk menutupi tubuhnya yang setengah telanjang itu.

Apa yang dikatakan Adel ada benarnya juga. Fahri tidak bisa memendam hal ini sendirian tanpa meminta konfirmasi lebih lanjut dari sang istri.

"Maaf," ucap Fahri menyadari kesalahannya. Lelaki itu terduduk di sisi tempat tidur tepat disebelah Adel dan meraih tangan Adel ke dalam genggamannya.

"Tadi itu yang mengantar kamu pulang siapa?" tanya Fahri dengan suaranya yang lembut.

"Itu Mas Damar, asisten baruku penggantinya Kinanti," jawab Adel apa adanya.

"Memang Kinanti kemana? Kamu ganti asisten kenapa nggak ngomong sama aku?"

"Cuma sementara kok. Kebetulan Kinanti ada keperluan mendadak yang mengharuskan dia pulang kampung selama satu bulan ini, makanya dia rekomendasiin Damar buat gantiin kerjaan dia sementara karena dia tahu aku sama Damar udah kenal deket," jelas Adel yang mulai mengerti alasan di balik sikap cuek Fahri malam ini. Sepertinya suaminya itu sedang cemburu.

"Memang Damar siapa? Aku kok nggak tau ya kamu punya teman dekat yang namanya Damar?" tanya Fahri lagi.

Diam-diam Adel mengulum senyum. Fix, Fahri memang cemburu, pikirnya membatin.

"Damar itu tetangga flatku di Paris, dia temen kuliahnya Kinanti,"

Fahri hanya ber-oh panjang.

"Kamu cemburu ya?" todong Adel tiba-tiba.

Fahri menatap Adel lekat. "Wajarkan kalau aku cemburu? Akukan suami kamu,"

Mendengar jawaban polos Fahri, Adel jadi tertawa. "Perlu kamu tahu ya Beb, aku tahu budaya kehidupan masyarakat Paris dan Indonesia itu berbeda. Jadi aku mau tekankan sama kamu, kalau ngeliat aku sama Damar sekedar peluk dan cipika-cipiki doang sih itu udah biasa, nggak perlulah kamu cemburu-cemburu,"

Fahri melepas genggaman tangannya dan meraih ponselnya yang tergeletak di nakas. Dia membuka galeri dan memperlihatkan beberapa foto panas Adel yang diberikan sang Mamih tempo hari.

"Kalau melihat hal ini, aku berhakkan cemburu atau mungkin marah," tegas Fahri dengan wajah yang terlihat jengkel.

Adel mengambil alih ponsel suaminya untuk melihat lebih jelas foto-foto yang diperlihatkan Fahri padanya hingga setelahnya tawa Adel kembali pecah.

"Ya ampun, Fahri. Ini tuh foto lama. Foto ini di ambil sewaktu aku masih kuliah di Paris. Malah belum kenal juga sama kamu," ucap Adel di sisa tawanya. Dia mengembalikan ponsel itu ke tangan suaminya.

Fahri menghela napas berat. "Tapi Mamih sudah tahu malah dia yang kirimin ke aku semua foto-foto itu,"

"Terus?" tanya Adel dengan kerutan di keningnya yang tampak menjelas.

"Ya Mamih ceramahin aku panjang lebar ini itu, dia bilang aku harus tegas sebagai suami dengan nggak membiarkan kamu berpose telanjang begitu. Kamu tahukan Mamihku itu orang yang cukup mengerti akan norma-norma agama,"

Mendengar kalimat Fahri emosi Adel kian terpancing. Senyuman yang tadinya masih merekah hilang tak berbekas.

"Sebelum kita menikah, kamu sudah tahu apa profesi aku. Jadi aku harap, kamu nggak usah terlalu ikut campur masalah pekerjaan aku apalagi harus ngatur ini-itu! Bertahun-tahun jadi model majalah di luar negeri, orang tuaku aja nggak pernah komentar ini-itu. Mamih kamu aja yang ribet!" bantah Adel tidak terima. Dia memalingkan wajah sambil bersidekap.

"Kok kamu bicara seperti itu tentang Mamih aku? Apa salah sebagai orang tua dia mengingatkan anaknya untuk tetap berjalan di jalan yang benar? Memberi nasihat pada menantunya supaya tidak melampaui batas dalam pekerjaannya?"

"Ya tapikan seharusnya kamu bisa memberi Mamih kamu pengertian! Sebagai seorang model aku harus profesional dengan nggak memilih-milih pekerjaan. Kalau aku banyak pilih-pilih kerjaan ini itu, nggak mungkin karir aku bisa sebagus ini sekarang!"

"Aku nggak perduli sama karir kamu. Yang aku tahu kamu itu sekarang istri aku, Del. Dan aku cuma mau bilang sama kamu, kalau sampai aku tahu setelah kita menikah kamu masih menerima pekerjaan seperti ini, aku nggak akan ijinkan kamu bekerja lagi. Ingat itu!" ancam Fahri dengan nada tegas. Lelaki itu menarik selimut dan beringsut ke atas tempat tidur. "Udah dulu, aku mau tidur. Kamu juga istirahat ya," lanjutnya kemudian.

Fahri tahu jika diteruskan pembicaraan ini pasti akan memancing keributan yang lebih besar. Adel itu keras kepala, semakin dikerasi dia pasti akan semakin melawan. Untuk itulah Fahri memilih untuk tidak melanjutkan percakapan mereka dengan dalih ingin tidur.

Adel masih belum beranjak dari sisi tempat tidur.

Ancaman Fahri membuatnya kesal sekaligus takut.

Sebab, dia baru saja menandatangani kontrak untuk pemotretan majalah dewasa lusa nanti.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status