Pagi itu, Dion baru saja keluar dari kamar mandi lalu mengenakan pakaian yang telah dipersiapkan oleh sang istri.
Terlihat sebuah kemeja berwarna abu muda, serta setelan jas dan celana berwarna abu tua telah tersimpan rapi di atas tempat tidur. Satu persatu lelaki itu mulai mengenakan pakaian tersebut hingga membuatnya terlihat menawan.
Ceklek!
"Sarapannya sudah siap, apa kamu sudah selesa, Mas?" tanya Shella yang tiba-tiba muncul dari ambang pintu.
Dion yang tengah merapikan pakaiannyapun menoleh kemudian menjawab, "Belum, aku tinggal pakai dasi dan setelah itu selesai. Kamu tunggu saja di ruang makan, aku akan menyusul."
Tetapi alih-alih menuruti ucapan Dion, Shella justru melangkah masuk ke dalam kamar lalu meraih sebuah dasi yang masih tergeletak di atas ranjang.
"Biar kubantu," ucapnya lalu mulai mengalungkan dasi tersebut pada kerah baju suaminya.
Shella begitu fokus melipat dasi itu sampai-sampai ia tak menyadari bahwa kini jarak antata dirinya dengan Dion hanya berjarak beberapa sentimeter saja.
Hal itu lantas membuat Dion menyeringai dan tanpa berpikir panjang lelaki itu tiba-tiba ....
Cup!!
Sebuah kecupan mendarat seketika pada kening wanita di hadapannya, hingga membuat Shella terkejut dan mengangkat kepalanya.
Sedangkan Dion tampak bersikap seperti biasa bahkan saat ini ia mengedipkan sebelah matanya.
"Kenapa?" tanya Dion bernada penuh godaan.
"Tch! Kamu mengagetkanku, Mas."
Raut wajah Shella yang masih tampak datar itu lantas membuat Dion semakin tertarik untuk berbuat hal yang lebih padanya.
Detik berikutnya lelaki itu seketika menautkan bibirnya hingga saling beradu, untuk sesaat keduanya pun terlarut dan saling menikmati suasana yang begitu mesra.
Dion lantas mendorong tubuh Shella sedikit sampai menyentuh lemari, lalu ia kembali menyerang Shella dengan kecupan demi kecupan.
"Astaga, kalau begini aku bisa bolos bekerja," bisiknya dengan penuh hasrat.
Shella hanya tersenyum tanpa menjawab perkataan tersebut.
Akan tetapi di tengah-tengah suasana romantis tersebut, tiba-tiba seperti ada sesuatu yang terbesit dalam benak wanita itu. Sampai-sampai membuat gerakkannya terhenti bahkan mendorong tubuh Dion tanpa ia sadari.
Hal itu sontak membuat Dion terkejut, namun ia sepertinya salah menduga.
Belum sempat Dion menuturkan pertanyaanya, Shella telah lebih dulu menyambarnya.
"M-maaf! Sepertinya Shetta memanggilku, kamu cepat bersiap-siap ... aku akan menunggu di ruang makan," tukas Shella terbata-bata.
Lalu dengan seribu langkah wanita itu lantas segera meninggalkan Dion di dalam kamar tersebut, bahkan sampai tak sengaja membanting pintu.
Dion hanya terdiam mematung melihat tingkah sang istri yang menurutnya aneh, bahkan jika diingat-ingat lagi ini merupakan kali pertama wanita itu menolak sentuhannya.
Sedangkan Shella, selepas ia meninggalkan suaminya dengan keadaan seperti itu, ia lekas berlari menuju keluar rumah dan kemudian melihat-lihat area beranda rumahnya.
Seakan-akan tengah mencari sesuatu yang amat penting, wanita itu ketar ketir dengan kedua tangan sibuk menggeser-geser pot serta menyibak-nyibakkan tanaman hiasnya.
"Ck! Di mana dia menyimpannya!? Harusnya tidak jauh dari sini!" gumamnya dengan terus melihat sudut-sudut teras rumah itu.
Akan tetapi setelah beberapa menit, Shella tak kunjung menemukan benda yang ia cari hingga membuatnya frustasi dan berdecih seraya bertolak pinggang.
"Harusnya kemarin aku segera membereskannya dan tidak membiarkannya di sini!" umpatnya, "Kemarin aku memang lupa karena setelah dia meneleponku, Shetta tiba-tiba minta ditemani tidur siang sampai-sampai aku lupa dengan pemberian lelaki itu."
Sesal hanyalah tinggal sesal, yang tak akan pernah terulang kembali. Sesuatu yang ia cari tidak tampak di sana bahkan entah di mana keberadaannya.
Shella pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke dalam rumah dengan cepat karena ia takut Dion akan semakin mencurigainya setelah ia meninggalkannya sendiri.
Di ruang makan, Shetta terlibat sudah duduk manis dan menunggu kedua orang tuanya untuk sarapan bersama.
Seperti biasa, gadis kecil itu tampak berpakaian rapi dengan mengenakan seragam taman kanak-kanak, serta tatanan rambut dikepang cantik.
"Papa mana, Ma?" tanya gadis itu dengan melihat ke arah pintu.
"Ah! Papa masih siap-siap, Sayang. Kita duluan saja makannua ya, nanti kami terlambat masuk sekolah."
Shetta pun mengangguk dan mulai menyuapkan roti lapis ke dalam mulutnya.
Tetapi Shella? Meski saat ini ia terlihat tenang dengan duduk di samping sang puteri kecilnya, namun wanita itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
Ia kini mulai merasa takut dengan barang pemberian Hans yang tidak sempat ia amankan.
"Mungkinkah mbok Yem yang menyimpannya?" batinnya.
"Selamat pagi putri Papa yang cantik!" sapa Dion yang tiba-tiba muncul dari ambang pintu dan berjalan mendekati Shetta.
Dengan senyuman manisnya, Shetta membalas sapaan sang ayah dan kemudian memeluk bahkan mengecup pipi lelaki tersebut.
Mereka pun mulai sarapan bersama, meski Dion masih merasa heran dengan perubahan sikap sang istri namun ia tetap tersenyum dan berusaha bersikap tenang.
Suasana pagi hari itu terasa begitu hangat seperti hari-hari sebelumnya, Dion yang selalu bertanya kepada sang puteri mengenai hal-hal kecil hingga beberapa kegiatan yang akan Shetta lakukan hari itu.
"Wah! Sepertinya menyenangkan! Kalau begitu Shetta harus menghabiskan sarapannya ya, biar kuat di sekolah," ujar Dion dengan penuh semangat.
"Siap, Boss!" sahut Shetta lantang.
Untuk sesaat kedua ayah dan anak itu saling tertawa, namun tidak dengan Shella yang sedari tadi hanya terdiam dan mengunyah makanannya tanpa berselera.
Apa lagi? Wanita itu jelas-jelas tengah terhanyut dalam lamunannya sendiri, sampai-sampai ia tak bisa menyingkirkan sesuatu yang kini membelenggu.
Hingga ada akhirnya, Dion tanpa sengaja melihat kembali sikap istrinya yang terasa aneh. Pandangannya kosong bahkan tak ada senyuman hangat yang mengukir wajahnya.
Dion kemudian berdeham dan mulai berkata, "Sayang?"
Satu panggilan tak membuat Shella bergeming.
Lelaki itu lalu menyentuh tangan Shella yang berada di atas meja, hingga membuatnya mengerjap.
"Y-ya!?"
Reaksi Shella tentu membuat Dion semakin heran, sampai-sampai lelaki itu mengerutkan dahi.
"Kenapa? Dari tadi kamu melamun loh," tanya Dion lalu melirik ke arah roti lapis yang baru tergigit sedikit, "Sarapan kamupun masih utuh."
Shella pun tampak gelagapan, menatap ke sembarang arah dengan debaran jantung yang berdetak lebih kencang dari sebelumnya.
Betapa tidak? Shella sangat takut jika Dion menyadari perubahan sikapnya hingga membuat suaminya mulai merasa penasaran. Karena jika lelaki itu mulai merasakan hal aneh, bukan tak mungkin lagi Dion akan segera mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Saat ini pun Dion masih menatapnya dengan sejuta tand tanya dalam benaknya, mengharapkan sebuah jawaban yang terucap dari bibir istrinya.
Lalu Shella pun berusaha tersadar dan kembali mengendalikan dirinya, "B-bukan apa-apa, aku hanya--kurang enak badan."
Mendengar hal itu lantas membuat Dion terkejut dengan kedua alis yang terangkat, "Apa perlu ke dokter? Aku akan mengantarmu sebelum aku ke kantor," tawarnya.
Tetapi Shella menggelengkan kepalanya dengan gerak cepat, "Tidak usah, aku hanya perlu istirahat saja. Tidak perlu khawatir," jawabnya dengan rasa takit yang semakin menjadi-jadi.
Shella akhirnya terpaksa berbohong karena badannya jauh merasa lebih baik, namun tidak dengan jiwa dan pikirannya yang tengah kalut.
Dalam suasana itu, tiba-tiba mbok Yem datang menghampiri mereka dan kemudian berkata, "Maaf, Tuan, Nyonya. Apakah ini milik Tuan dan Nyonya? Kemarin sore saat saya hendak membuang sampah, saya menemukannya di dekat pintu."
Deg!!
Shella terperangah, terkejut bukan main kala ia melihat totte bag berwarna pink persis dengan apa yang dikatakan oleh Hans kemarin siang.
"B-bukankah itu ...."
"Itu 'kan tas yang dibawa teman Mama kemarin?" cetus Shetta secara tiba-tiba kala ia melihat sebuah tas yabg tengah ditunjukkan oleh mbok Yem.Ya! Setelah mbok Yem meletakkan totte bag tersebut dan meninggalkannya di atas meja makan. Tak ada angin atau apapun, Shetta tiba-tiba saja melontarkan pertanyaan yang masih terasa sensitif.Mendengar itu lantas membuat Shella terperangah dengan kedua alis terangkat. Ia tak menyangka jika Shetta akan berbicara demikian, mengingat pertemuan mereka yang terasa begitu singkat."Kenapa Shetta bisa menyadari kalau tas itu milik Hans!?" batin Shella yang kini terdiam membeku.Akan tetapi, Dion sepertinya menunjukkan reaksi yang berbeda. Lelaki itu masih terlihat tenang meski dengan kening yang mulai mengerut menatap buah hatinya."Teman Mama?" Kemudian ia mengalihkan pandangannya ke arah sang istri, "Siapa? Apa kemarin ada tamu ke rumah?"Pias!! Shella kini tampak gelagapan entah apa yang harus ia katakan terkait pertanyaan suaminya.Dion tentu meras
Reaksi Shella pun tampaknya telah disadari oleh Dion, lelaki itu sontak menoleh dan menaikkan alisnya, "Ada apa?"Shella mengerjap lalu mendelikkan pandangannya, ia rupanya terlalu menunjukkan reaksi berlebihan sehingga menimbulkan tanya dalam diri suaminya."Ah! Tidak apa-apa, aku hanya terkejut melihat berita di sosial media yang sedang ramai," jawab Shella."Oh ya? Berita apa memangnya?"Skakmatt!!Shella kini ketar ketir, kebohongan yang semakin jauh telah membuatnya tenggelam dalam rasa bersalah. Bahkan ia tak tahu harus menjawab apa karena wanita itupun belum mengetahui apa yang tengah ia bicarakan."Umm ... hanya gosip kok, biasalah ... selebriti jaman sekarang sukanya cari sensasi," jelas Shella berusaha menjelaskan meski ia merasa begitu gugup.Dion hanya menganggukkan kepala dan percaya begitu saja dengan ucapan Shella, meski dalam hati kecilnya ia merasa sesuatu yang tampak aneh dari sikap istrinya."Apa kami tahu? Aku merasa kalau sikapmu sedikit berbeda," tutur Dion yang
Perlahan namun pasti, Dion membaca isi dari kartu undangan itu, yang tertulis dua buah nama."Rumi??" gumamnya dengan mata menyipit, "Mungkinkah ...."Dion pun menghentikan ucapannya kala ia mengingat sebuah nama yang ia kenal dengan sangat baik, bahkan menerka-nerka siapa Rumi yang dimaksud dalam kartu undangan tersebut. Terlebih calon istri Bryan memanglah memiliki nama yang sama dengan mantan istrinya.Seketika itu pula sosok wanita itu membayangi pikirannya, hingga membuat Dion terhanyut di dalamnya."Tapi bukankah banyak orang yang memakai nama itu?"Dio terus menerus menerka dan mengira calon istri Bryan, mungkinkah hubungan keduanya terjalin dengan baik selama ini?Lalu detik itu pula, Dion berdecih dan menampakkan senyuman sinisnya, "Apa peduliku? Toh dari dulu mereka memang menjalin hubungan di belakangku."Ya! Pendapat tersebutlah yang selalu ia pegang sedari dulu, sebuah tuduhan yang tak berdasar hingga membuat dirinya yakin untuk segera menceraikan Rumi, sang istri yang i
Dengan sepasang mata melotot, Shella masih berpikir dan harus memutar otak agar Dion tidak merasa curiga dengan gelagatnya."Apa dia mendengar percakapanku barusan?" batinnya menerka-nerka.Di samping itu, Dion tampak mulai berjalan menghampiri dirinya. Seolah merasa penasaran dengan urusan istrinya sendiri."Itu, umm ... Temanku ngajak hangout bareng," jawab Shella dengan rona wajah memerah."Fanny? Tumben sekali dia mengajakmu bertemu setelah sekian lama," jelas Dion yang kini telah berada di hadapan Shella, "Terus? Apa kamu terima ajakannya?"Tetapi Shella menggelengkan kepalanya, ia tentu tengah kebingungan karena Dion salah menduganya namun hal itu cukup membuatnya tenang karena artinya Dion tidak mendengar percakapan Shella dengan lawan bicaranya sebelum itu.Lalu seketika saja terlintas sebuah nama dalam benak diri wanita itu, ia teringat dengan sosok teman yang cocok untuk ia jadikan alasan."Bukan Fanny, Mas. Tapi Shanty yang mengajakku bertemu," jelas Shella.Dion pun menaik
"Ada apa, Sayang?"Ucapan itu lantas membuat Shella terkejut dan cepat-cepat membalikkan ponselnya seolah tak ingin terlihat oleh suaminya.Dengan terbata-bata Shella pun menjawab, "Ah! T-tidak apa-apa, hanya pesan dari grup teman-temanku saja."Sikap Shella kini tampak aneh, namun lagi dan lagi ... Dio hanya menganggukkan kepalanya seakan-akan tak menaruh curiga barang sedikitpun.Hal itu jelas saja membuat Shella merasa tenang dan bernapas lega setelahnya.Mereka melanjutkan perjalanan hingga akhirnya tiba di sebuah gerbang sekolah Shetta saat ini.Beberapa siswa TK tampak berlalu lalang beriringan bersama orang tua mereka masing-masing, bahkan tak jarang pula ada yang hanya diantar oleh seorang suster pengasuhnya."Selamat bersenang-senang ya, Nak!" ujar Dion kala puteri kecilnya berpamitan dengannya."Ok, Pi!" sahut Shetta sembari menuruni mobil bersama dengan sang ibunda.Mereka pun mulai berjalan meninggalkan mobil Dion dan memasuki area sekolah yang mulai terlihat ramai.Semen
Tok, tok!"Masuk," sahut Dion bernada datar kala ia sibuk dengan lamunannya sendiri.Ya! Sedari tadi lelaki itu tampak tak bisa memfokuskan dirinya pada pekerjaan yang telah bersedia menantinya.Bahkan sejak ia tiba di ruang kerjanya, alih-alih duduk dan bekerja lelaki itu justru hanya terdiam dan melihat-lihat beberapa berkas tanpa menelitinya lebih lanjut.Hingga ada akhirnya muncullah sang sekertaris dan segera menghampiri meja atasannya."Maaf, Pak. Saya hanya ingin memastikan bahwa sebentar lagi kita akan meeting bersama klien di restoran," tutur Vena setelah membungkukkan badan memberi hormat kepada sang atasan.Dion yang tengah bersandar pada kursipun sedikit terkejut, ia lantas mengubah posisi duduk dengan sedikit menaikkan kedua alisnya."Benarkah? Saya sampai lupa," sahutnya, "Jam berapa?""Kira-kira jam 11, Pak."Lelaki itupun mengerjap dan dengan kedua mata terbelalak setelah mengecek waktu pada sebuah jam yang melingkar pada pergelangan tangannya, "Oh my! Bukankah itu kur
"Jadi, apa sebenarnya yang ingin kamu katakan padaku?" tanya Shella sesaat setelah ia selesai menyantap makan siangnya.Begitu pula dengan Shetta, gadis kecil itu kini kembali bermain air di tepi kolam kecil.Ya, Shella memang sengaja diam dan tidak mengatakan hal apapun saat Shetta masih berada di dekatnya, wanita itu hanya menikmati makanannya bersama sang anak, meski bibirnya sangat tidak sabar menahan semua pertanyaan untuk Hans.Sedangkan Hans, alih-alih menjawab dan menjelaskan maksud dan tujuannya mengajak Shella dan anaknya makan siang, lelaki itu justru hanya terdiam menatap Shella dengan senyuman manisnya.Bahkan Hans kini justru bersikap seadanya, menyeruput gelas jus lalu berkata, "Santai dulu, dong. Menikmati dulu suasana yang begitu hangat ini bukan?"Shella pun mendengkus seraya memutar bola matanya, rasa kesalpun mulai menjalari tubuhnya.Lalu Hans mengalihkan pandangannya menatap sosok gadis kecil yang asyik bermain air, dengan sesekali berusaha menangkap ikan kecil
Dion kembali menatap Shella bahkan tak berkedip sekalipun, ia begitu terkejut melihat sang istri yang tiba-tiba saja ada di tempat itu.Pasalnya hal itu terasa mengherankan bagi Dion, karena Bella tidak pernah sekalipun singgah ke tempat lain setelah pulang dari sekolah Shetta, bahkan jika diingatpun wanita itu tidak begitu menyukai tempat ramai dan memilih untuk segera kembali ke kediamannya dan bermain bersama Shetta.Dion lantas mengerjapkan mata lalu segera menggendong tubuh sang puteri kecilnya dan kemudian berkata, "Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanyanya kepada Shella.Alih-alih menjawab, Shella justru terdiam membisu, bibirnya seakan-akan kelu dan tak mampu menjawab pertanyaan Dion yang kini menatapnya serius."Bagaimana ini? Aku harus menjawab apa!? Bisa-bisanya ketahuan seperti ini," batinnya dengan sejuta pikiran kalut yang menguasai dirinya.Shella bingung, menatap ke sembarang arah."Tunggu!!"Lalu di tengah-tengah situasi tersebut, terdengar suara bariton bersama dengan