Share

3. Gelagat aneh Shella

Pagi itu, Dion baru saja keluar dari kamar mandi lalu mengenakan pakaian yang telah dipersiapkan oleh sang istri.

Terlihat sebuah kemeja berwarna abu muda, serta setelan jas dan celana berwarna abu tua telah tersimpan rapi di atas tempat tidur. Satu persatu lelaki itu mulai mengenakan pakaian tersebut hingga membuatnya terlihat menawan.

Ceklek!

"Sarapannya sudah siap, apa kamu sudah selesa, Mas?" tanya Shella yang tiba-tiba muncul dari ambang pintu.

Dion yang tengah merapikan pakaiannyapun menoleh kemudian menjawab, "Belum, aku tinggal pakai dasi dan setelah itu selesai. Kamu tunggu saja di ruang makan, aku akan menyusul."

Tetapi alih-alih menuruti ucapan Dion, Shella justru melangkah masuk ke dalam kamar lalu meraih sebuah dasi yang masih tergeletak di atas ranjang.

"Biar kubantu," ucapnya lalu mulai mengalungkan dasi tersebut pada kerah baju suaminya.

Shella begitu fokus melipat dasi itu sampai-sampai ia tak menyadari bahwa kini jarak antata dirinya dengan Dion hanya berjarak beberapa sentimeter saja.

Hal itu lantas membuat Dion menyeringai dan tanpa berpikir panjang lelaki itu tiba-tiba ....

Cup!!

Sebuah kecupan mendarat seketika pada kening wanita di hadapannya, hingga membuat Shella terkejut dan mengangkat kepalanya.

Sedangkan Dion tampak bersikap seperti biasa bahkan saat ini ia mengedipkan sebelah matanya.

"Kenapa?" tanya Dion bernada penuh godaan.

"Tch! Kamu mengagetkanku, Mas."

Raut wajah Shella yang masih tampak datar itu lantas membuat Dion semakin tertarik untuk berbuat hal yang lebih padanya.

Detik berikutnya lelaki itu seketika menautkan bibirnya hingga saling beradu, untuk sesaat keduanya pun terlarut dan saling menikmati suasana yang begitu mesra.

Dion lantas mendorong tubuh Shella sedikit sampai menyentuh lemari, lalu ia kembali menyerang Shella dengan kecupan demi kecupan.

"Astaga, kalau begini aku bisa bolos bekerja," bisiknya dengan penuh hasrat.

Shella hanya tersenyum tanpa menjawab perkataan tersebut.

Akan tetapi di tengah-tengah suasana romantis tersebut, tiba-tiba seperti ada sesuatu yang terbesit dalam benak wanita itu. Sampai-sampai membuat gerakkannya terhenti bahkan mendorong tubuh Dion tanpa ia sadari.

Hal itu sontak membuat Dion terkejut, namun ia sepertinya salah menduga.

Belum sempat Dion menuturkan pertanyaanya, Shella telah lebih dulu menyambarnya.

"M-maaf! Sepertinya Shetta memanggilku, kamu cepat bersiap-siap ... aku akan menunggu di ruang makan," tukas Shella terbata-bata.

Lalu dengan seribu langkah wanita itu lantas segera meninggalkan Dion di dalam kamar tersebut, bahkan sampai tak sengaja membanting pintu.

Dion hanya terdiam mematung melihat tingkah sang istri yang menurutnya aneh, bahkan jika diingat-ingat lagi ini merupakan kali pertama wanita itu menolak sentuhannya.

Sedangkan Shella, selepas ia meninggalkan suaminya dengan keadaan seperti itu, ia lekas berlari menuju keluar rumah dan kemudian melihat-lihat area beranda rumahnya.

Seakan-akan tengah mencari sesuatu yang amat penting, wanita itu ketar ketir dengan kedua tangan sibuk menggeser-geser pot serta menyibak-nyibakkan tanaman hiasnya.

"Ck! Di mana dia menyimpannya!? Harusnya tidak jauh dari sini!" gumamnya dengan terus melihat sudut-sudut teras rumah itu.

Akan tetapi setelah beberapa menit, Shella tak kunjung menemukan benda yang ia cari hingga membuatnya frustasi dan berdecih seraya bertolak pinggang.

"Harusnya kemarin aku segera membereskannya dan tidak membiarkannya di sini!" umpatnya, "Kemarin aku memang lupa karena setelah dia meneleponku, Shetta tiba-tiba minta ditemani tidur siang sampai-sampai aku lupa dengan pemberian lelaki itu."

Sesal hanyalah tinggal sesal, yang tak akan pernah terulang kembali. Sesuatu yang ia cari tidak tampak di sana bahkan entah di mana keberadaannya.

Shella pun akhirnya memutuskan untuk kembali ke dalam rumah dengan cepat karena ia takut Dion akan semakin mencurigainya setelah ia meninggalkannya sendiri.

Di ruang makan, Shetta terlibat sudah duduk manis dan menunggu kedua orang tuanya untuk sarapan bersama.

Seperti biasa, gadis kecil itu tampak berpakaian rapi dengan mengenakan seragam taman kanak-kanak, serta tatanan rambut dikepang cantik.

"Papa mana, Ma?" tanya gadis itu dengan melihat ke arah pintu.

"Ah! Papa masih siap-siap, Sayang. Kita duluan saja makannua ya, nanti kami terlambat masuk sekolah."

Shetta pun mengangguk dan mulai menyuapkan roti lapis ke dalam mulutnya.

Tetapi Shella? Meski saat ini ia terlihat tenang dengan duduk di samping sang puteri kecilnya, namun wanita itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri.

Ia kini mulai merasa takut dengan barang pemberian Hans yang tidak sempat ia amankan.

"Mungkinkah mbok Yem yang menyimpannya?" batinnya.

"Selamat pagi putri Papa yang cantik!" sapa Dion yang tiba-tiba muncul dari ambang pintu dan berjalan mendekati Shetta.

Dengan senyuman manisnya, Shetta membalas sapaan sang ayah dan kemudian memeluk bahkan mengecup pipi lelaki tersebut.

Mereka pun mulai sarapan bersama, meski Dion masih merasa heran dengan perubahan sikap sang istri namun ia tetap tersenyum dan berusaha bersikap tenang.

Suasana pagi hari itu terasa begitu hangat seperti hari-hari sebelumnya, Dion yang selalu bertanya kepada sang puteri mengenai hal-hal kecil hingga beberapa kegiatan yang akan Shetta lakukan hari itu.

"Wah! Sepertinya menyenangkan! Kalau begitu Shetta harus menghabiskan sarapannya ya, biar kuat di sekolah," ujar Dion dengan penuh semangat.

"Siap, Boss!" sahut Shetta lantang.

Untuk sesaat kedua ayah dan anak itu saling tertawa, namun tidak dengan Shella yang sedari tadi hanya terdiam dan mengunyah makanannya tanpa berselera.

Apa lagi? Wanita itu jelas-jelas tengah terhanyut dalam lamunannya sendiri, sampai-sampai ia tak bisa menyingkirkan sesuatu yang kini membelenggu.

Hingga ada akhirnya, Dion tanpa sengaja melihat kembali sikap istrinya yang terasa aneh. Pandangannya kosong bahkan tak ada senyuman hangat yang mengukir wajahnya.

Dion kemudian berdeham dan mulai berkata, "Sayang?"

Satu panggilan tak membuat Shella bergeming.

Lelaki itu lalu menyentuh tangan Shella yang berada di atas meja, hingga membuatnya mengerjap.

"Y-ya!?"

Reaksi Shella tentu membuat Dion semakin heran, sampai-sampai lelaki itu mengerutkan dahi.

"Kenapa? Dari tadi kamu melamun loh," tanya Dion lalu melirik ke arah roti lapis yang baru tergigit sedikit, "Sarapan kamupun masih utuh."

Shella pun tampak gelagapan, menatap ke sembarang arah dengan debaran jantung yang berdetak lebih kencang dari sebelumnya.

Betapa tidak? Shella sangat takut jika Dion menyadari perubahan sikapnya hingga membuat suaminya mulai merasa penasaran. Karena jika lelaki itu mulai merasakan hal aneh, bukan tak mungkin lagi Dion akan segera mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Saat ini pun Dion masih menatapnya dengan sejuta tand tanya dalam benaknya, mengharapkan sebuah jawaban yang terucap dari bibir istrinya.

Lalu Shella pun berusaha tersadar dan kembali mengendalikan dirinya, "B-bukan apa-apa, aku hanya--kurang enak badan."

Mendengar hal itu lantas membuat Dion terkejut dengan kedua alis yang terangkat, "Apa perlu ke dokter? Aku akan mengantarmu sebelum aku ke kantor," tawarnya.

Tetapi Shella menggelengkan kepalanya dengan gerak cepat, "Tidak usah, aku hanya perlu istirahat saja. Tidak perlu khawatir," jawabnya dengan rasa takit yang semakin menjadi-jadi.

Shella akhirnya terpaksa berbohong karena badannya jauh merasa lebih baik, namun tidak dengan jiwa dan pikirannya yang tengah kalut.

Dalam suasana itu, tiba-tiba mbok Yem datang menghampiri mereka dan kemudian berkata, "Maaf, Tuan, Nyonya. Apakah ini milik Tuan dan Nyonya? Kemarin sore saat saya hendak membuang sampah, saya menemukannya di dekat pintu."

Deg!!

Shella terperangah, terkejut bukan main kala ia melihat totte bag berwarna pink persis dengan apa yang dikatakan oleh Hans kemarin siang.

"B-bukankah itu ...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status