Share

Istri yang Disia-siakan Ternyata Pewaris Kesayangan
Istri yang Disia-siakan Ternyata Pewaris Kesayangan
Penulis: Galuh Arum

Aku Menantu Bukan Pembantu

"Ih, bukan! Anak sulung saya mah sudah duda. Anggita itu mah cuma sistem rumah tangga, alias pembantu.”

Tak jauh dari situ, Anggita terbelalak mendengar ucapan ibu mertuanya. Bukan hanya mengatakan bahwa suaminya sudah duda padahal jelas-jelas ia ada di sana, mertuanya itu juga menganggap Anggita sebagai pembantu rumah tangga.

"Aduh, kirain. Maaf ya, Bu Neni.”

Bu Neni, mertua Anggita, mengibaskan tangannya. “Lagian masa menantuku dandannya begitu. Yang ada aku malu!”

“Iya nih, Bu,” timpal salah seorang ibu-ibu. “Masa menantunya Bu Neni cuma pake daster lusuh di acara begini. Nggak mungkin, lah.”

Obrolan mereka makin membuat Anggita panas dan sakit hati. Gadis itu menunduk memandangi daster lusuh yang ia kenakan sejak tadi pagi karena ia harus terus-menerus berkutat di dapur untuk memasak konsumsi acara syukuran rumah baru adik iparnya.

Namun, itu tidak mengubah kenyataan bahwa ia adalah istri dari anak pertama Bu Neni, Beni.

“Kalau begitu, boleh dong si Beni dikenalin ke anak saya, Bu,” bujuk ibu-ibu lain. “Putra Bu Neni kan ganteng hitam manis, pasti cocok dengan anak gadis saya."

"Itu mah gampang." Bu Neni terkekeh.

Anggita berniat menghampiri kerumunan ibu-ibu tersebut, tetapi adik iparnya tiba-tiba memanggil dan menariknya kembali ke dapur. Karena itu, pada akhirnya Anggita hanya bisa mengelus dada.

Toh tidak saat itu saja ia merasa ibu mertuanya tak pernah menganggap dirinya. Hanya Anita, sang adik ipar, yang selalu dipuji kecantikannya padahal Anita sama sekali tidak menguntungkan dalam pekerjaan rumah.

Sekilas Anggita menatap dirinya di cermin dekat dapur, ia memiring-miringkan wajah. Sepertinya tidak ada yang salah darinya, hanya saja saat ini daster yang membalut tubuhnya membuat dirinya mungkin tidak menarik.

“Anggita! Ngapain kamu malah ngaca begitu?” bentak Bu Neni. “Nggak lihat di luar sudah banyak tamu? Acara sudah mau mulai, minumannya malah belum keluar!”

“Anita mana, Bu?” Anggita justru bertanya.

“Malah nanya! Tentu saja dia ngobrol sama tamu, lah. Ini kan acara dia.”

Anggita menghela napas. Justru karena ini acara adik ipar dan istrinya yang dibangga-banggakan ibu mertua, seharusnya Anitalah yang menyiapkan alat, dekorasi, hingga berkutat di dapur–bukannya Anggita.

“Udah cepat! Jangan ngelamun.” Bu Neni kembali menyentak Anggita.

"Sebentar, Bu. Aku mau bicara,” ucap Anggita. “Kenapa tadi Ibu bilang aku pembantu dan suami aku sudah menduda? Maksud Ibu apa?"

Bu Neni berdecak. "Aduh, lagi sibuk kaya gini kok malah banyak bertanya,” keluh wanita paruh baya itu sembari memegangi pelipisnya. “Lagi pula dengan tampilan kamu seperti ini, mana mungkin mereka percaya kalau Ibu bilang kamu istri Beni. Beda jauh sama Anita yang wangi dan cantik."

Bu Neni mendorong Anggita untuk cepat memberikan gelas ke depan.

“Udah, sana!” sergah Bu Neni. Kemudian, baru setelah Anggita pergi untuk mengantarkan minuman, wanita paruh baya itu melanjutkan, "Lagian, siapa juga yang sudi mengaku kalau punya menantu miskin dan jelek seperti dia. Untung saja menantu keduaku kaya raya dan cantik."

Beberapa saat kemudian, ketika akhirnya acara selamatan sudah dimulai, Anggita terduduk di dapur. Ia merasa sangat lelah, sejak pagi ia mempersiapkan semuanya hanya dengan bantuan asisten rumah tangga Anita. Si tuan rumah dan ibu mertua pun sama sekali tidak pernah masuk dapur, kecuali untuk menyuruh-nyuruh Anggita.

Anggita bahkan tidak sempat berganti pakaian, padahal ia membawa satu stel baju pantas untuk dipakainya di acara ini.

"Aku juga bisa kalau punya waktu untuk berdandan." Anggita bergumam sendiri. “Toh aku–”

"Asalamualaikum."

Renungan Anggita terputus saat wanita itu mendengar suara suaminya. Segera, Anggita bangkit dan berniat menghampiri Beni saat suaminya mengucapkan salam.

Namun, apa yang ia lihat di ruang tamu membuat langkahnya terhenti. Di sana, di ambang pintu depan, Beni masuk, tampak tenang meskipun dengan membawa wanita berpenampilan rapi dan glamor.

Anggita tidak mengenali siapa wanita tersebut, tetapi dari gerak tubuh suami dan wanita tersebut, Anggita bisa melihat kalau kedua orang itu terlibat sebuah hubungan yang cukup dekat.

Atau mungkin justru lebih mesra lagi.

Memikirkan hal tersebut membuat hati Anggita terasa sakit.

"Mas."

Sekilas, Beni melirik penampilan Anggita dari ujung rambut hingga ujung kaki. Pria itu tampak jijik sesaat sebelum kemudian dengan isyarat tidak kentara, Beni menyuruh Anggita kembali masuk.

Suami Anggita tersebut tampak malu mengakui wanita itu sebagai istrinya, apalagi jika dibandingkan dengan wanita cantik yang kini tengah berdiri di sampingnya.

“Anggita terlihat sangat kumal dan bau, mengesalkan,” pikir Beni.

"Cantik sekali. Siapa namanya?" Bu Neni langsung memberikan sambutan dengan ramah pada wanita yang dibawa oleh Beni tersebut

Mengabaikan Anggita sepenuhnya setelah itu, Beni kemudian tersenyum. “Sandra, Ma,” jawabnya kemudian.

"Namanya cantik, seperti pemiliknya,” puji Bu Neni. “Aduh Beni, ibu pasti senang sekali jika memiliki menantu seperti ini."

Sandra tertawa kecil. “Saya juga pasti senang sekali jika bisa menjadi menantu Ibu,” sahutnya ringan. “Apalagi kalau bisa diperistri oleh Mas Beni.”

Mendengar hal itu, Anggita seketika diliputi kemarahan. Apalagi Beni justru tampak bangga saat Sandra mengatakannya.

“Padahal jelas-jelas Mas Beni adalah pria beristri!” pikir Anggita marah. Alih-alih kembali ke dapur seperti yang Beni suruh tadi, Anggita justru melangkah keluar. “Sepertinya aku memang harus tampil dan mengumumkan kalau suamiku bukanlah seorang duda!”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
alafi cuakep
sungguh bagus gak mbembosankan tuk baca movel ini ,ayuuk buruan baca novel
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status