"Mbak Abia belum datang? Apa dia tidak masuk kerja hari ini?" tanya Aira. Salah satu pegawai magang di tim humas.Pasalnya, sejak beberapa bulan lalu bekerja di sini, tidak pernah sehari pun dia melihat sang kepala tim datang terlambat. Jangankan terlambat, absen pun sepertinya sangat jarang."Aku juga tidak tahu. Jika sampai jam segini dia tidak datang, sepertinya dia memang tidak masuk." Rindi---salah satu tim humas yang bisa dibilang sahabat dekat Abia menjawab."Apa kau menyadarinya? Akhir-akhir ini sikap Abia agak aneh. Beberapa waktu lalu juga dia absen selama tiga hari. Tidak biasanya dia begitu," timpal Bu Anna---perempuan berambut keriting sekaligus orang yang paling tua di tim humas."Aku juga merasa janggal. Saat aku bertanya kemarin, dia bilang dia menginap di rumah Ayahnya. Kupikir dia tidak punya Ayah, karena setahuku dia tinggal sendiri di kontrakan. Selama ini dia juga tidak pernah mengambil cuti dengan alasan menemui Ayahnya," jelas Rindi sedikit heran.Perempuan deng
Setelah membaringkan Neo yang tertidur di kamarnya, Abia berlari menuruni tangga. Berniat menghampiri sang suami yang sedari tadi duduk di sofa ruang tengah.Begitu sampai di sana, Abia menemukan pria itu tengah berbaring miring sambil menonton TV dengan santai. Terlalu santai sampai Abia ingin melemparinya dengan bantal."Mas!" panggil Abia tidak santai."Kenapa? Kau butuh sesuatu?" tanya Arya tanpa berniat bangkit duduk dari berbaringnya."Mas Arya kenapa mengatakan aku sedang sakit?! Teman-teman kantorku jadi datang menjenguk tadi. Lintang juga sampai mencari ke setiap rumah sakit terdekat dari kontrakanku tadi." Abia protes tanpa bisa menyembunyikan nada emosinya lagi.Perempuan itu bahkan menduduki kaki Arya yang tengah selonjoran di sofa. Sepertinya dia tidak sadar karena sedang panik dan marah."Aku kan hanya mencari alasan. Itu yang terlintas di benakku tadi pagi," jawab Arya lempeng.Abia mendengkus. "Lihatlah! Sekarang kau berani mendengkus padaku? Memangnya kau tahu darima
"Kenapa tidak memasak nasi goreng saja?" tanya Arya begitu pagi ini malah menemukan ayam rica-rica dan nasi putih biasa di meja makan.Abia menatap pria itu sejenak. Beberapa saat kemudian melengos dan kembali ke dapur. Arya mendengkus."Apa sopan tidak menjawab suami seperti itu?!" tanya Arya setengah berteriak. "BIYA, DASIKU MANA?" Dari lantai atas, Neo ikut-ikutan berteriak.Abia berjalan cepat menuju lantai atas. Beberapa saat kemudian kembali masuk dapur. Neo turun dengan pakaian yang sudah rapi."Daddy, aku tidak mau ayam. Aku tidak suka. Minta Biya membuatkanku tempe goreng saja," pinta Neo begitu melihat lauk di piring.Arya melengos. "Minta saja sendiri. Dia tidak mau berbicara dengan Daddy," sahut pria itu malas.Abia kembali dari dapur dengan lengan baju sedikit basah. Sepertinya perempuan itu baru saja selesai mencuci piring. Arya bahkan heran seberapa banyak tenaga yang perempuan itu punya.Sebab, Abia itu terlalu banyak bekerja. Di rumah, perempuan itu bangun dini hari.
"Dia belum pulang, ya? Pasti menginap di apartement Keanu," gumam Arya sambil tersenyum sinis.Rasanya menyebalkan saat menyadari perempuan itu mendiamkannya sepanjang hari. Sedangkan dengan Lintang dan Keanu, Abia terlihat berbicara dengan santai dan bahagia. Mereka bahkan mengantar jemput sang istri.Arya pikir, dengan ikut mendiamkan Abia seharian, perempuan itu akan merasa rindu dan mengajaknya berbicara lebih dulu. Sayangnya, rupanya dia terlalu berharap.Abia tidak mencarinya. Bahkan, kini perempuan itu sepertinya menginap di tempat pria lain. Orang yang notabene-nya juga menyukai sang istri."Biya kemana, Daddy? Apa dia sangat marah karena aku nakal? Apa dia tidak akan pulang lagi ke rumah kita?" tanya Neo panik.Ini sudah pukul 11 malam. Hujan lebat sekali di luar. Sejujurnya, Neo takut Mama tirinya itu tidak akan pulang."Kembalilah ke kamarmu! Dia pasti akan pulang sebentar lagi," titah Arya begitu Neo menyusulnya di ruang tengah."Carikan Biya dulu! Kenapa Daddy tidak menje
"Biya!" Neo memanggil dengan senyum lebarnya.Abia menoleh bingung. "Kenapa? Kau terlihat senang," tanya dan komentar perempuan itu."Aku memang senang. Aku selalu ingin naik bus, tapi tidak pernah dibolehkan Daddy. Akhirnya hari ini keinginanku terkabulkan," cerita bocah sipit itu yang sejenak membuat Abia terkekeh geli.Keinginan putranya sesederhana itu? Seharusnya Arya mengajak Neo naik bus saat libur bekerja. Sepertinya bocah ini sangat menginginkannya."Biya pikir kau tidak suka. Karena Biya tidak punya mobil, Biya selalu pergi ke tempat kerja memakai ini." Abia bercerita pada Neo yang masih terlalu sibuk memandang jalanan dari kaca jendela.Melihat seberapa senang sang putra, Abia tersenyum semakin lebar. Sakit kepalanya terasa sedikit hilang melihat tingkah menggemaskan bocah ini. "Apa kau sangat suka? Lain kali Biya akan mengajakmu lagi," tanya Abia yang dibalas Neo dengan anggukan semangat.Begitu sampai di sekolah Neo, perempuan itu memberikan beberapa pesan pada putranya.
Abia terbangun dengan kepala yang terasa berat. Begitu menyadari tempatnya berada, perempuan itu terlonjak kaget.Ini kamar Arya."Daddy, Biya bangun! Biya bangun!" Suara heboh dari sampingnya membuat perempuan itu menoleh.Ada Neo dan Arya yang duduk di sofa samping ranjang. Wajah suaminya tampak kesal dan sedikit ... khawatir?"Aku sudah menyuruhmu untuk tidak masuk kerja! Apa kau senang sakit?! Apa kau suka merepotkanku begini?!" tanya pria itu tiba-tiba membentak.Abia sedikit menjauhkan kepala. Telinga juga kepalanya semakin sakit sekarang."Apa Mas Arya tidak bisa bicara dengan baik? Kepalaku sakit," keluh Abia dengan suara bergetar.Neo berlari dan segera naik ke ranjang sang Mama. Bocah sipit itu memeluk Abia. Menyembunyikan wajah Mamanya dari pandangan sang Ayah."Daddy tidak boleh membentak Biya! Padahal Daddy memarahiku karena memarahi Biya yang sakit waktu itu. Kenapa sekarang Daddy yang nakal?!" teriak Neo tidak terima.Mendengar itu, Abia tersenyum haru. Neo begitu menya
"AAA!"Pagi ini, Arya dikejutkan dengan teriakan histeris Abia. Teriakan perempuan itu bahkan membuat beberapa pelayan juga Neo berlari ke kamar mereka.Iya, kamar mereka. Satu hal yang membuat perempuan itu kaget bukan main. Dia tidak tahu bagaimana jelasnya. Tapi, kenapa pagi ini dia malah terbangun di dalam dekapan Arya?Apa semalam Abia salah kamar? "Kau kenapa?" tanya Arya panik dan sedikit linglung. Efek baru bangun tidur."B-bagaimana bisa kita tidur seranjang?" tanya Abia yang sudah duduk di sisi ranjang dengan wajah bangun tidurnya.Arya tak langsung menjawab, namun ia memperhatikan wajah Abia yang tampak kusut serta rambut berantakan. Anehnya, Arya bisa melihat bahwa Abia cantik, meski baru bangun tidur. "Kenapa kalian berdiri di sana?! Pergi!" usir Arya galak pada beberapa pelayan yang berdiri di ambang pintu.Merasa diabaikan, Abia mendengkus sebal. Melirik pakaiannya yang masih sama dan lengkap seperti semalam, perempuan itu menghela lega. Tanpa sadar, gerak-geriknya me
"Mas."Arya menoleh sejenak sebelum kemudian kembali fokus menyetir. Wajahnya tampak datar dan dingin. Membuat Abia sedikit bergidik takut."Mas Arya," panggil Abia lagi."Hm." Pria itu menjawab dengan deheman.Abia memalingkan wajah. Menyadari suaminya sedang dalam suasana hati yang buruk dan tidak ingin diganggu."Daddy, ada kecelakaan di depan!" ucap Neo sambil menunjuk kerumunan orang yang menutupi jalan.BUGH!"Ck ... merepotkan saja!" maki Arya sambil memukul setir. Abia dan Neo saling berpandangan. Terkejut dengan kemarahan pria itu."Biya!" panggil Neo lirih sambil menarik ujung baju sang Mama."Kenapa?""Apa Daddy marah karena aku mau makan nasi goreng sendiri?" tanya bocah sipit itu polos.Abia mengangguk. "Iya. Jadi, lain kali berbagilah dengannya, ya?" pesan Abia setengah berbohong.Neo mengangguk patuh. Bocah itu duduk anteng di belakang lagi. Berbanding terbalik dengan Abia yang memandang Arya lekat.Jadi, Aluna---perempuan cantik sekaligus aktris terkenal pada masanya