"Aku ada meeting pagi ini. Kalau kamu belum mau bangun sekarang, aku sarapan sendiri saja."Pagi hari setelah hukuman yang Dean lakukan terhadap Noura semalam, menyisakan kelelahan yang tidak biasa bagi istrinya itu. "Maafkan aku. Aku benar-benar enggak bisa bangun sekarang, Dean." Noura terlihat kepayahan. Matanya bahkan sulit untuk dibuka meski berkali-kali Dean menggodanya dengan mendaratkan ciuman di seluruh wajah. "It's okay. Kamu istirahat saja. Bangun setelah cukup istirahat.""Ehm, ya." Dean tersenyum menatap Noura yang masih menutup matanya, terlihat sekali berat. "Jangan lupa sarapan. Kabari aku kalau sudah bangun nanti," ucap Dean sembari mengecup kening istrinya. "Hem.""Kau sungguh kelelahan, Sayang," ucap Dean terlihat gemas. Setelahnya ia pun pergi meninggalkan kamar, membiarkan Noura kembali tidur. Di luar kamar Steven sudah menunggu. Lelaki itu seketika berdiri saat melihat sang tuan keluar dari kamar. "Kita sudah sangat terlambat, Tuan."Dean mengernyitkan dah
Hari sabtu di akhir bulan, Hans dan Feli benar-benar datang mengunjungi Noura di kediaman Dean. Pasangan suami istri itu tidak lupa mengajak bayi mereka bersama kedua kakaknya yang terlihat senang ketika bisa kembali bertemu dengan Noura. "Kami kangen Tante Noura," ucap kedua anak Feli kompak. Keduanya memeluk Noura tanpa ragu sembari mengusap perut Noura yang sudah membesar itu. "Kapan adik bayinya keluar, Tante?" tanya si sulung sesekali menengok adik bungsunya yang ada dalam gendongan sang mama. "Do'akan supaya segera lahir secepatnya." Noura tersenyum menatap dua bocah yang juga ia rindukan tersebut. "Pekan depan bukan?" Feli ikut menimpali. Ia sepertinya ingat hari perkiraan lahiran Noura. Noura pun mengangguk, "Iya. Do'akan semoga lancar," sahutnya mendadak gugup. "Ini pengalaman pertamaku. Kamu pasti tahu rasanya." Noura menatap Feli dan Dean gantian. "Aku pasti do'akan kamu, Noura," sahut Feli seraya menggenggam tangan sang kawan. Di sebelahnya Hans tersenyum seolah iku
"Hans memberitahuku ada orang yang mencari informasi tentang Noura."Esok pagi Dean berbicara pada Steven, asistennya. Ia menceritakan apa yang Hans sampaikan tentang orang-orang yang mencari tahu tentang Noura di tempat pelarian istrinya itu. "Untuk apa orang-orang itu mencari tahu tentang nona di sana?""Aku sendiri tidak tahu apa alasan mereka. Tapi, feeling-ku mengatakan jika itu adalah perbuatan Renee.""Tapi untuk apa, Tuan? Kalau dia mau tahu tentang nona kenapa tidak mencari tahu di sini saja. Nona sudah pulang, tidak ada hal apapun yang mesti dicari di sana."Dean sebetulnya setuju dengan Steven. Tapi, ia juga tidak boleh abai dengan informasi yang Hans berikan. Entah apa maksud dan tujuan orang-orang itu atas aksinya di sana, tapi yang pasti dirinya harus lebih waspada akan kemungkinan buruk yang terjadi. "Tuan, bagaimana kalau sebenarnya bukan Nona Noura yang diincar oleh mereka. Tapi, Tuan Hans dan Bu Feli."Dean berpikir sejenak mencerna kata-kata Steven barusan. "Kena
"Dean, perutku tiba-tiba keram. Sakit," lirih Noura ketika Dean berhasil mengangkat istrinya itu ke sisi kolam. Semua orang tampak panik setelah kejadian serupa terulang. Lagi-lagi Noura harus mengalami insiden yang sama, yang bisa dipastikan betapa emosinya Dean sekarang. "Kita ke rumah sakit sekarang!" seru Dean yang kemudian mengangkat Noura, lalu berjalan cepat menuju mobil. Steven yang akan pulang, seketika diminta untuk membawa mereka ke rumah sakit. "Tenang, Dean," ucap Feli yang sebetulnya juga sama paniknya. Dean tidak tahu bagaimana harus merespon. Meski ini kejadian yang kedua kali, tetap saja ia merasa khawatir akan keselamatan sang istri, juga bayi yang ada di dalam kandungannya. "Aku akan menyusul." Hans ikut menimpali dan memberi dukungan dengan menepuk bahu Dean pelan. Ia terlihat bersiap untuk mengikuti mobil yang Dean tumpangi. "Terima kasih," ucap Dean dengan wajah panik. Mobil pun melaju keluar gerbang. Tak lama muncul mobil lain, yang Alton tahu adalah mil
Pikiran Dean seketika berkecamuk. Melihat Noura terbaring lemah di atas ranjang dengan wajah pusat, membuatnya tidak bisa berpikir tenang. "Anda harus segera menandatangani surat persetujuan tindakan operasi, Tuan Dean." Dean yang masih belum bisa berpikir jernih, kaget ketika dokter kembali berbicara kepadanya. "Di mana saya harus tanda tangan?""Anda bisa ikut saya."Dean sebetulnya tidak rela meninggalkan Noura sendirian bersama para tenaga medis yang sudah terlihat bersiap melakukan tindakan operasi. Tapi, ia harus patuh pada peraturan. Mau tak mau ia harus mematuhi ucapan dokter di mana ia harus menyetujui tindakan operasi Caesar yang akan Noura lalui. "Maaf sebelumnya, Tuan Dean. Dengan berat hati saya mau menyampaikan hal penting yang mungkin akan membuat Anda kaget atau tidak terima." Di ruangannya, dokter mengatakan hal tak mengenakan kepada Dean. "Hal penting apa, Dok?"Dokter berkaca mata itu membuka sebuah map berisi lembaran kertas yang menunjukkan riwayat pasien. "
Tuhan, mungkin aku bukan seorang hamba yang taat. Bukan juga seorang hamba yang baik. Keburukan serta maksiatku mungkin lebih banyak dibanding kebaikanku selama ini. Tapi, Tuhan, andai aku boleh meminta. Sebagai seorang hamba yang jauh dari kata sempurna, aku ingin Engkau menyelamatkan istri dan anak hamba." Di dalam sebuah rumah ibadah yang terdapat di area luar rumah sakit, Dean menengadahkan tangan untuk berdoa. "Pikiran warasku tidak bisa memilih mana yang harus diselamatkan dan mana yang harus dikorbankan. Keduanya sama berharganya." Suara Dean mulai bergetar. "Dulu mungkin aku membencinya. Ia yang aku tuduh sebagai seorang pembunuh, nyatanya sekarang mampu meluluhlantakkan hati dan jiwaku. Aku tak mau kehilangannya, Tuhan. Sama seperti ketika aku menyesal atas kepergian anakku yang pertama, saat ini juga aku tak mau anakku yang lain pergi sebelum aku melihat dan membesarkannya."Dean sudah mulai menangis. Tangisnya terdengar pilu seiring suaranya yang semakin lirih berdo'a.
Semua hal yang baru Dean alami, entah mengapa terasa mudah terjadi. Noura yang terjatuh ke kolam dan mengalami keram, tiba-tiba harus melahirkan. Setelah ia menyetujui tindakan operasi, nyatanya ia harus dihadapkan pada pilihan antara istri atau anaknya. Namun, ketika ia sudah memilih supaya dokter menyelamatkan sang istri, Tuhan justru memberi keduanya. Tidak ada yang ditakdirkan meninggal lebih dulu. Hal tersebut membuat Dean tak berhenti mengucap rasa syukur. Lain kebahagiaan yang Dean alami dengan apa yang Noura pikirkan saat ini. Setelah beberapa menit kemudian ia siuman, Dean memberi tahu padanya tentang kondisi yang sudah mereka lalui. Noura jelas tidak menyangka jika dirinya sempat berada di fase kritis seseorang yang akan melahirkan. Tapi, begitu ia mendengar tidak ada hal buruk yang terjadi, seketika ia menyadari sesuatu. "Keberuntungan apa yang kamu tukarkan pada Tuhan demi menyelamatkan hidup kami, Dean?" tanya Noura setelah beberapa waktu sudah bisa kembali normal. Efe
Seperti saran yang Feli berikan, Dean kemudian menemui dokter untuk berkonsultasi mengenai kondisi Noura. "Saya awalnya tidak memperhatikan hal tersebut, Dok. Tapi, temannya yang menyadari bahwa istri saya berubah menjadi sensitif.""Sensitif seperti apa?""Saya sendiri tidak tahu pasti, tapi Noura terlalu berlebihan saat menganggap suatu hal. Seketika ia cemas dan khawatir. Seperti serangan panik, Dok. Bahkan, kemarin tiba-tiba ia menangis. Dan saat saya tanya, ia mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja."Dokter mengangguk dan begitu serius saat mendengar cerita Dean. Bukan perkara baru ketika seorang ibu yang baru melahirkan mengalami hal tersebut. Dokter tahu itu. "Begini, Tuan Dean. Kecurigaan saya, kemungkinan Bu Noura mengalami sindrom baby blues. Perubahan hormon membuat hal tersebut muncul.""Baby Blues? Apa itu berbahaya?" Dean seperti baru mendengar penyakit tersebut. "Pada dasarnya sindrom baby blues tidaklah berbahaya jika ditangani dengan baik. Tapi, akan membahayakan
Meski awalnya Dean menolak, pada akhirnya ia menyetujui permintaan Mat yang menginginkannya untuk menjadi bagian dari panitia pernikahannya. Ia membantu Mat dengan menjadi panitia penyambutan para tamu undangan dari keluarga dan kawan bisnis. "Sayang, apa kamu sudah siap?" Dean bertanya pada istrinya yang masih sibuk berdandan. "Sudah. Ini tinggal pakai lipstik saja.""Lama sekali," sahut Dean yang sejak pagi merasakan dadanya berdebar. "Ya ampun, aku cuma pakai bedak dan lipstik saja disebut lama. Lalu, yang sejak tadi subuh bolak balik ke kamar mandi siapa. Sampai aku mau mandi saja tidak kebagian.""Haha, maafkan aku, Sayang. Tapi, aku sendiri tidak mengerti kenapa aku hatiku tak tenang begini. Aku mulas tapi tidak mau buang air. Noura tersenyum, memasukkan lipstik ke dalam tas. " Mungkin karena kamu bahagia. Sahabatmu akan menikah. Menempuh hidup baru dengan wanita yang dicintainya.""Mungkin," sahut Dean terdiam. Tapi, sedetik kemudian ia tersenyum dan menatap Noura seolah me
Setelah pulih dari cedera, Dean kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Dia dan Noura memutuskan untuk memulai hidup baru, meninggalkan kenangan pahit di belakang.Setelah rumah mereka terbakar, Dean kemudian memboyong semua orang ke istana miliknya yang lain. Sebuah rumah yang tak kalah besar dan mewahnya yang terletak di pinggiran kota, yang selama ini memang ia siapkan untuk istri dan anaknya. Di sana terdapat taman yang indah dan pemandangan alam yang menenangkan. Noura pun mulai mengatur rumah baru mereka, sementara Dean kembali bekerja."Dokter berpesan agar kamu tidak terlalu memporsir kegiatanmu di kantor. Tubuhmu masih pemulihan, Dean. Jadi, menurutku lebih baik kamu serahkan sementara pekerjaanmu kepada Steven," ucap Noura di satu malam. "Iya, Sayang. Aku mengerti. Sebelum kamu mengatakan hal itu, aku sudah menyerahkan tugas dan beberapa tanggung jawabku kepadanya." Dean tersenyum menatap sang istri. "Hem, baguslah. Aku bisa tenang sekarang."Mendengar kata tenang, seket
Komandan mendekati mobil dengan hati-hati. "Alvin, jangan buat keadaan semakin buruk. Lepaskan senjata dan keluarlah!"Alvin menjawab, "Kami tidak akan menyerah! Kita memiliki rencana cadangan!"Renee tiba-tiba muncul di jendela mobil dengan senjata di tangan. "Kita tidak takut mati!"Komandan tetap tenang. "Jangan lakukan kebodohan, Nona. Kita bisa menyelesaikan ini dengan tenang."Renee berteriak, "Tidak ada jalan keluar! Kami akan mati di sini!"Tiba-tiba, benda kecil di telinga sang komandan bersuara. "Komandan, kami siap menembak."Komandan menggelengkan kepala. "Tunggu, kita harus menyelamatkan nyawa mereka."Penembak jitu yang sudah bersiap di posisi, menahan tembakan sebab belum mendapat persetujuan. "Letakkan senjata kalian, lalu angkat kedua tangan ke atas kepala." Komandan kembali bicara pada Alvin dan Renee, mencoba menggunakan cara baik-baik dibanding cara tegas yang bisa saja mereka lakukan sejak awal penyergapan. Alvin dan Renee saling menatap, ragu-ragu. Alvin berbis
Dean dibawa ke ruang operasi. Noura menunggu dengan cemas di luar, memanjatkan doa.Stevens meminta pada timnya untuk membantu pihak kepolisian. "Tangkap Renee dan Alvin sekarang juga! Kita harus membuat mereka membayar apa yang sudah diperbuatnya."Sementara itu, dokter memimpin tim medis untuk menyelamatkan Dean. Tak pernah Noura sangka jika suaminya mengalami keadaan yang lumayan kritis. Padahal tadi Dean masih sempat menggendong Zayn dan menggenggam tangannya. Bahkan, ketika sampai di rumah sakit, Dean sempat marah saat mengetahui bahwa semua yang terjadi adalah ulah Renee dan Alvin. Noura berdoa, "Ya Tuhan, selamatkan Dean."Kali ini giliran Noura yang harus merasakan ketegangan sebab menunggu suaminya berjuang di meja operasi. Bersama ibunya, Noura menggendong bayinya di depan ruangan. Sang ibu yang juga sempat mendapatkan perawatan medis karena luka lecet di lengannya, terus memberi semangat pada sang putri. "Yang bisa kita lakukan hanya berdo'a. Seperti juga Dean yang berdo
Renee tersenyum sinis. "Aku sudah mempersiapkan segalanya. Dean dan Noura tidak akan selamat lagi."Steven dan polisi saling menatap khawatir. Mereka harus bertindak cepat."Tunggu, Renee! Jangan lakukan hal bodoh!" teriak Steven.Renee tertawa. "Terlambat! Aku sudah memicu bom di rumah Dean. Mereka akan mati!"Semua orang terkejut. Polisi segera menghubungi tim bomb disposal.Dean dan Noura, yang tidak menyadari bahaya, berada di rumah. Tiba-tiba, alarm berbunyi."Apa itu?" tanya Noura khawatir.Dean memeriksa sistem keamanan. "Ada bom di rumah kita!"Mereka berdua panik. Dean dan Noura berlari keluar rumah, mencari tempat aman. Mereka mendengar suara bom menghitung mundur."Kita harus segera pergi dari sini!" teriak Dean. Semua penghuni keluar dari rumah. Mereka cemas dan takut jika sampai bom meledak sebelum dapat keluar. Noura menggenggam tangan Dean erat. "Aku takut!"Sedangkan Dean terlihat menggendong bayinya di tangan yang lain. Ibu Noura mengikuti dari belakang. Suara bom
Steven segera menghubungi Dean dan memberitahu tentang hasil penggeledahan."Apa kata polisi?" tanya Dean."Mereka menemukan bukti tambahan, tapi Renee tidak ditemukan di rumah keluarganya," jawab Steven."Apa maksudnya?" tanya Dean penasaran."Renee bersembunyi di tempat lain. Kami harus mencari lagi," kata Steven serius."Apakah kalian menemukan petunjuk?""Ya, dan sekarang kami sedang meluncur ke sana.""Baiklah, Steven. Lanjutkan! Aku terus menunggu perkembangan kalian.""Siap, Tuan. Nanti saya akan hubungi lagi."Setelah itu panggilan kembali berakhir. Dean yang tengah mengambil air minum di ruang makan, memilih duduk sebelum kembali ke atas. "Renee, kenapa kamu melakukan ini?" tanya Dean seolah ada perempuan itu di depannya. Renee Abigail Willow adalah anak kedua dari pasangan Federick dan Vivian Willow. Ia adalah saudara kembar Rachel Willow —mantan tunangan Dean, yang cantik dan populer. Renee kecil sudah merasa kesal karena kerap dibandingkan dengan Rachel dan merasa tidak
Dean merasa cemas memikirkan keselamatan Noura dan Zayn. Ia meminta para pengawal meningkatkan keamanan di rumah. Sementara itu pihak kepolisian dan Steven masih mencoba menyusuri semua area gudang. Seluruh pihak mencari dan memeriksa apa saja yang ada di sana. Meski target yang mereka cari tidak ada di sana. "Kita sepertinya harus mendatangi langsung kediaman keluarga Willow," ucap Steven memberi saran. "Apakah selama ini wanita itu tinggal di sana bersama keluarganya?""Sejauh yang saya tahu, iya. Dia masih tinggal bersama kedua orang tuanya.""Baiklah. Kalau begitu lebih baik kita meluncur ke sana."Bapak polisi itu kemudian memerintahkan pasukannya meninggalkan area dan berpindah pencarian. Mereka akan menyergap Renee di rumah orang tuanya. "Kami akan mencari Nona Renee di rumahnya, Tuan." Steven memberi kabar Dean mengenai rencana penyergapan ke rumah keluarga Willow. "Benarkah? Baiklah, kabari aku terus."Dean memutuskan panggilan. Di sebelahnya Noura memeluknya erat. "Ada
Dean terlihat serius, pikirannya mulai menghubungkan antara kejadian yang menimpa Ronald dan kaburnya Alvin dari penjara. Ia meminta Steven untuk segera menghubungi polisi dan meminta mereka untuk menyelidiki lebih lanjut.Sementara itu, Noura yang tadinya sudah kembali ke kamar, tidak bisa menahan rasa penasaran. Ia kembali turun dan mendengarkan pembicaraan Dean dan Steven tanpa sepengetahuan mereka."Apakah kita bisa yakin kalau Alvin-lah pelakunya?" tanya Dean."Belum, Tuan. Tapi, ada kemungkinan besar dia terlibat," jawab Steven.Noura merasa bulu kuduknya berdiri. Ia ingat akan kejadian beberapa waktu lalu ketika Alvin mencoba mencelakakannya. Noura kembali ke kamar, pikirannya dipenuhi kecemasan. Ia takut Alvin akan kembali melakukan aksi serupa. Ia takut lelaki itu melakukan berbagai cara untuk membunuhnya. Sementara itu, Dean meminta Steven untuk meningkatkan keamanan di rumah."Pastikan tidak ada yang bisa masuk tanpa izin," perintah Dean.Steven mengangguk dan segera mela
Renee melaju kencang, terobsesi untuk membalas dendam pada Ronald. Ia tidak peduli dengan risiko yang akan dihadapi. Satu-satunya pikiran yang ada di kepalanya adalah memastikan Ronald tahu bahwa ia tidak bisa dianggap remeh.Di sisi lain, Dean dan Noura menikmati malam mereka, terlepas dari bayang-bayang Renee. Mereka berdua terjebak dalam kebahagiaan yang baru ditemukan.Namun, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu yang otomatis mengganggu keintiman mereka."Siapa itu?" tanya Dean dengan kesal. Mereka baru mau masuk intinya, tapi seseorang malah mengganggu keintiman ia dan Noura. "Aku tidak tahu," jawab Noura yang kemudian mendekati pintu sembari merapikan kembali penampilannya yang sudah acak-acakan. Ingin ia tertawa melihat kekesalan Dean, tapi ketukan di pintu tidak mungkin ia abaikan."Ya?" sapa Noura sesaat setelah membuka pintu. Sosok Alton berdiri di depannya dengan raut muka tak enak hati. "Maafkan saya mengganggu waktu istirahat Anda, Nona. Tapi, di bawah ada Steven