Sekar terus berjalan, tanpa lagi menoleh ke belakang. Ia berusaha untuk tidak peduli pada Sandi, karena ras sakit yang dihadapinya. sedang Sandi kini sedang merasa kesal, karena Aura tengah menghubunginya, saat ia sedang berusaha membujuk istrinya. Ternyata Sandi takut juga jika Sekar akan meninggalkannya.
"Ada apa?" tanya Sandi sewot. ia tak semanis seperti biasanya."kamu kenapa sih Mas? Lama sekali angkat teleponnya? Kamu sudah berangkat belum? Aku ini dah nunggu lama, kok kamu enggak datang-datang. Kita jadi berangkat kan?""Untuk sementara waktu, kamu jangan hubungi aku dulu, istriku sudah tahu hubungan kita. Aku takut kalau dia pergi dari rumah," Aura menyeringai. Dia sangat senang mendengar hal itu."Ya syukurlah kalau begitu. Sekalian aja suruh dia pergi, kita kan bisa nikah Mas," celetuk Aura memanas-manasi Sandi."Omong kosong apa kamu Aura? tidak, tidak! Aku sama sekali tak akan membiarkan istri dan anakku pergi. Aku lebih baik kehilangan kamu, daripada harus kehilangan mereka,""Lah, kata kamu istri kamu sudah enggak enak kan? Sudah tak bisa membuat kamu nyaman, lantas untuk apa kamu pertahankan lagi? Ada aku yang akan mengurus dan memanjakan matamu Mas,""Sudah ah, kamu jangan ngaco! Aku mau berangkat kerja saja. Kita batalin dulu acaranya. Lain kali saja," kata Sandi yang langsung menutup panggilannya. Ia segera berlari mengejar Sekar dan kedua anaknya. Namun sayang, ia sudah tertinggal jauh, sepertinya mereka sudah naik kendaraan lain, dan uang yang Sandi berikan tadi pun, tidak Sekar ambil. Ia memilih menggunakan uangnya sendiri saja."Sepertinya mereka sudah berangkat," decaknya sambil kembali dan segera naik kedalam mobilnya.***Sandi kini sudah sampai di tempatnya bekerja. Dengan wajah yang lusuh, ia terpaksa melakukan pekerjaannya. Biasanya, walaupun ia selalu bersemangat setiap kali bekerja."Kamu kenapa San? Mukamu ditekuk begitu?""Lagi pusing gue!""Kenapa? istri Lo lagi?""Iya, dia tahu kalau gue selingkuh. Dia marah banget,""Kurang hebat sih Lo! Kan gue udah bilang dari awal, Lo tuh masih ngeyel. Jangan pernah coba-coba sama yang namanya selingkuh, kalau ketahuan bisa tambah ribet tahu!""Iya kan awalnya gue cuma iseng aja. Cari seneng aja. Enggak tahu bakal begini. Gue takut istri sama anak gue pergi. Nanti gue gimana?""Itu tandanya Lo masih sayang sama istri Lo, harusnya Lo bisa Nerima dia apa adanya dong. Lo koreksi diri, kenapa istri Lo bisa berubah jadi kucel. Lo suka kasih ia uang buat nyalon?"Sandi menggelengkan kepalanya. Memang dia tak pernah memberi Sekar uang lebih..Uang untuk sehari-hari saja kadang dia beri."Lo kasih dia uang buat beli baju? parfum?" Sandi menggeleng lagi."Gila Lo! Istri Lo kasian banget. Sudah Lo terlantarkan, masih Lo selingkuhin? Masih untung kalo dia balik lagi ke rumah. Kalo enggak? Enggak bakal Lo nemu lagi perempuan macam istri Lo itu," kata Deni, teman Sandi. Sandi mengentikan seketika pekerjaannya, dan menatap ke arah Deni. Betul juga apa yang sahabatnya itu katakan."Terus lho udah bikin dia bahagia? Dan cukupi semua kebutuhannya, sehingga Lo banyak nuntut dia gitu?"Sandi menggelengkan kepalanya lagi. Memang dia tak pernah memberi Sekar uang lebih. Uang untuk sehari-hari saja kadang dia kasih seingatnya saja. Selama ini ia memang tak pernah bersikap baik pada istrinya. Sandi bahkan selalu menuntut Sekar untuk menjadi perempuan yang bisa segalanya. Mencari uang, mengerjakan pekerjaan rumah dan mengurus kedua anaknya sendirian. Lalu apa gunanya Sandi dirumah?"Asli, Lo laki pea banget Sandi! Mending Lo minta maaf deh sama istri Lo. Kasihan tahu!""Nanti istirahat, aku ijin pulang dulu boleh gak ya?" Tanya sandi seketika pada Deni."Memangnya kamu mau kemana?" Deni mengernyitkan keningnya."Aku mau pulang dulu, bener juga apa yang kamu bilang. Aku mau minta maaf pada istriku. Aku ngerasa bersalah banget,"Deni hanya tersenyum."Baguslah kalau Lo sadar, gue ikut bahagia dengernya. Perbaikin sebelum terlambat!" Kata Deni sambil memukul pundak Sandi. Kemudian ia pergi meninggalkan Sandi, dan sedikit merasa lega, karena akhirnya sahabatnya itu sadar juga dengan semua kelakuan salahnya."Sekarang kan sudah jam istirahat nih, mending aku pulang aja dulu. Kalau perlu aku beliin parfum buat Sekar, sekalian beliin skincare juga," kata Sandi segera berkemas.Jam istirahat pun sudah tiba dengan tergesa sandi segera keluar dari ruangan kantornya dan menaiki mobilnya. Ia jalankan mobil itu dengan begitu cepatnya. Tak ingin membuang waktu, Sandi segera menepikan mobilnya saat ia sudah sampai disebuah toko pakaian, dimana kemarin ia juga beli pakaian disana untuk Aura."Mau belanja lagi pak?" Tanya pegawai toko itu dengan ramah."Iya, Carikan saya pakaian yang bagus, yang mahal sekalian, buat istri saya,""Buak pak," pelayan toko itu segera mencari pakaian yang dia kira bagus. Tak lama ia pun datang, dengan membawa beberapa potong pakaian ditangannya."Ini barangkali ada yang cocok untuk istri bapak," kata Pelayan tadi, menyerahkan beberapa pakaian itu. Dengan cepat Sandi mengambilnya dan melihat-lihat pakaian itu. Ia mengerutkan keningnya, merasa sangat tak pas untuk Sekar."Apa ada yang ukuran M? Soalnya istri saya kurus,""Aah, maaf pak. Bukannya istri bapak yang kemarin ikut kemari bukan? Itu mah besar kalo menurut aku sih pak. Enggak kurus," Sandi hanya menelan saliva, karena memang ia belum pernah mengajak Sekar ke tempat ini. Justru Aura lah yang sudah ia ajak beberapa kali datang ke tempat ini."Aah, bukan. Itu adik saya. Saya memang belum pernah mengajak istri saya kemari. Jadi kalau ada tolong Carikan yang agak kecilan ya," kata Sandi dengan terbata. Ia merasa malu sendiri dengan perlakuannya. Suami macam apa yang malah mengajak Perempuan lain memilih pakaian, sedangkan istrinya sendiri tak pernah ia belikan.Setelah terpilih beberapa buah pakaian, Sandi langsung menaiki kembali mobilnya. Ia setir mobilnya itu dengan sangat cepat. Ia ingin segera menemui istrinya, dan meminta maaf padanya. Serta banyak barang yang sudah ia beli, sebagai permintaan maaf pada Sekar."Assalamualaikum Bu!" Teriak Sandi sambil menenteng banyak belanjaan. Tak ada sahutan, sehingga membuat Sandi masuk saja kedalam. Dilihatnya setiap ruangan didalam rumahnya, namun ternyata Sekar belum pulang."Ini kan sudah dzhur? Biasanya kan dia sudah pulang ngajar ya? Kok ini belum ya?" Batin Sandi, merasa penasaran. Lantas ia segera membuka ponselnya, berniat menghubungi Sekar. Namun segera ia kembali teringat. Kalau Sekar bahkan tak punya data. Tadi malam, sebelum ia menyakiti hatinya, Sekar yang bermanja-manja padanya, meminta diisikan kuota, tapi Sandi bahkan sama sekali tak menggubrisnya. Lantas ia segera menelpon nomor Sekar tanpa melalui W******p.Tuuuutt...tuttt... Sekar tak juga mengangkat teleponnya.Sandi meletakkan semua belanjaan yang ia bawa disampingnya. Ia sengaja akan menunggu Sekar pulang dari mengajarnya, karena memang biasanya istrinya itu pulang tengah hari begini. Namun setelah hampir setengah jam ia menunggu, belum juga Sekar menampakkan batang hidungnya, sehingga membuat Sandi harus kembali Ke kantor, karena jam istirahat nya sudah habis."Aku balik aja dulu ke kantor, soalnya udah habis juga nih waktu istirahat," kata Sandi yang kembali bangkit dari duduknya, dan melihat jam di tangannya. Baru saja ia bangun dari duduknya, ia melihat kalau sebuah mobil terparkir didepan halaman rumahnya."Siapa itu?" Tanya Sandi penasaran. Ia lekas mendekati pintu dan melihat siapa yang turun dari mobil tersebut. "Sekar? Dia naik mobil siapa? Senyum-senyum begitu, siapa sih yang nganter Sekar pulang?" Tanya Sandi mulai tak nyaman. Segera ia keluar dan berdiri di teras rumahnya, melihat mobil itu melaju dan menatap dengan tak suka pada Sekar. Sedang Sekar yang semakin tersenyum, kin
Setelah membereskan semua barang yang ia gunakan memuaskan, Sekar lantas masuk kedalam kamarnya, dan membereskan semua pakaiannya dan pakaian anak-anaknya. Sepertinya ia sangat terpancing dengan perkataan Aura, yang menyudutkan dirinya. Ia merasa menjadi perempuan yang tak punya harga diri, karena suaminya sendiri ternya suka menghinanya di belakangnya. Dan parahnya, ia menghina istrinya sendiri didepan perempuan pujaannya. Apa Sekar masih punya alasan untuk bertahan jika sudah seperti ini?Tanpa berpikir lagi, Sekar kini sudah berkemas dan tinggal memakaikan kedua anaknya jaket saja. Jika Sandi pulang nanti, ia akan berpamitan dan pergi sejauh mungkin dari rumah ini. Rumah yang mereka tempati bersama, dari semenjak mereka menikah. Rumah yang begitu banyak kenangan, antara dirinya dan Sandi."Kau bahkan tak pernah berpikir bagaimana perasaanku, andai aku mengetahui semua apa yang kau katakan pada selingkuhanmu itu Mas?.Kamu sudah buta karena cinta yang salah," keluhnya lagi ***Sandi
"Sekar! Kau sudah berani melawanku sekarang ya? Pergi saja sana, pergi kalau kau mau! Aku bisa mencari seribu perempuan yang lebih darimu, sombong kau! Memangnya kau punya apa? Harta? Kecantikan? Semua kau tak punya. Paling yang ada, nanti kau akan menjadi gelandangan, karena sudah berani meninggalkanku!" Teriak Sandi, mencela Sekar dalam amarahnya. Sekar hanya memejamkan matanya, menguatkan langkahnya, tak ingin lagi kembali dengan seseorang yang kali ini benar-benar telah meluluh lantahkan semua rasa cintanya."Kau sudah terlalu sering mengeluarkan kata kotor Mas. Bukan hanya kali ini saja kau menghina ku seperti ini, tapi setiap kali kau marah, maka kau akan menghinaku dengan segala sebutan yang kau mau. Aku tak ingin lagi di rendahkan. Aku juga punya harga diri!" Kata Sekar, sembari mengayunkan langkahnya, menyusuri setiap inci jalan yang ia tapaki. Langkah kecil kaki mungil anak sulungnya terhenti, dan itu membuat Sekar ikut juga menghentikan kakinya."Ada apa nak? Kenapa berhent
"kenapa? Kalian baik-baik saja kan?" Tanya Bu Warti merasa ada hal aneh pada anak dan mantunya itu. Tak ingin jika orang tuanya merasa khawatir dengan keadaannya, Sekar hanya tersenyum, menyembunyikan rasa sakit yang sebenarnya tengah ia nikmati."Terus kenapa kalian tidak bareng kemari? Dan...Bu Warti melihat tas besar yang Sekar bawa. Ia mengernyitkan keningnya yang sudah keriput, merasa ada hal yang aneh memang pada Sekar."Kamu mau menginap lama di sini?" Selidik Bu Warti."Aah, iya bu. Mungkin beberapa hari saja. Boleh kan?" Tanya Sekar memastikan."Iya tentu saja nak. Ini kan rumahmu juga. Aduh ini cucu ibu gemes sekali, ayo masuk dulu sayang! Kasihan anakmu, ibu bawa minum dulu ya, mau minum yang dingin?" Bu Warti menawarkan minuman pada anaknya yang terlihat sangat kelelahan."Aah tidak Bu, terimakasih. Nanti Sekar ambil sendiri saja kalau mau. Tadi Sekar sudah membeli minuman di jalan, jadi tidak haus,""Ya sudah, masuk kamar sana! Susuin dulu anakmu itu, kasihan Lo, kayakny
Muka Sandi terlihat sangat kusut. Berbeda dengan biasanya yang selalu nampak segar, kali ini Sandi bisa disebut seperti orang yang tak mandi sama sekali."Kenapa sih kamu? Mukamu kusut banget sumpah, kalo enggak semangat ya udah, nggak usah kerja kali! Enek aku liat kamu kerja enggak ada semangat-semangatnya," kata Deni, niatnya bercanda, tapi justru malah membuat Sandi semakin murung dan tak berniat membalas candaan kawannya itu."Den, kali ini aku pusing banget. Hubunganku dengan istriku semakin kacau, aku bahkan tak menemukan keberadaan mereka. Pusing banget kepalaku," Sandi akhirnya mengungkapkan perasaannya yang tersimpan.Deni mendekati Sandi, dan mencoba menenangkan kawannya itu."Mereka pergi?""Iya, sudah satu malam mereka pergi. Bahkan Sekar ingin agar aku mengurus perceraian dengannya. Aku tak pernah berpikir untuk pisah dengannya, aku selingkuh hanya untuk hiburan saja, tapi kenapa istriku sangat marah?" Kali ini Sandi. Berbicaralah sambil menatap hampa ke depan."Kamu yan
Sandi kini sudah sampai dirumahnya. Ia lekas masuk ke dalam kamarnya."Aah ya Tuhan, apa ini sebuah karma untukku? Belum juga apa-apa, aku sudah dipecat. Aku ini difitnah! Kenapa Bos malah percuma pada perempuan itu, daripada padaku? Padahal aku ini adalah anak buahnya, sudah lama aku ikut bersamanya. Sial!" Umpat Sandi sambil melemparkan semua benda yang ada didepan matanya. Sandi benar-benar kalap, merasa menjadi orang yang paling tersiksa. Ia lupa, kalau sudah membuat sakit hati istrinya selama pernikahannya dengan Sekar. Selalu membandingkan Sekar dengan perempuan lain, selalu menuntut Sekar menjadi seorang perempuan yang sempurna, sementara dirinya tak pernah membantu sedikit pun kesulitan Sekar. Kerap kali Sandi meninggalkan Sekar sendirian, merasa seperti terkurung dirumah, tak pernah memuji kebaikan istrinya itu."Sekar!! Pulanglah!! Aku rindu pada kalian, kalian dimana?" Tiba-tiba Sandi ingat akan Sekar dan kedua anaknya. Perempuan itu selalu ada untuknya, selalu mendukung ap
Sandi kini sudah sampai dirumahnya. Ia lekas masuk ke dalam kamarnya."Aah ya Tuhan, apa ini sebuah karma untukku? Belum juga apa-apa, aku sudah dipecat. Aku ini difitnah! Kenapa Bos malah percuma pada perempuan itu, daripada padaku? Padahal aku ini adalah anak buahnya, sudah lama aku ikut bersamanya. Sial!" Umpat Sandi sambil melemparkan semua benda yang ada didepan matanya. Sandi benar-benar kalap, merasa menjadi orang yang paling tersiksa. Ia lupa, kalau sudah membuat sakit hati istrinya selama pernikahannya dengan Sekar. Selalu membandingkan Sekar dengan perempuan lain, selalu menuntut Sekar menjadi seorang perempuan yang sempurna, sementara dirinya tak pernah membantu sedikit pun kesulitan Sekar. Kerap kali Sandi meninggalkan Sekar sendirian, merasa seperti terkurung dirumah, tak pernah memuji kebaikan istrinya itu."Sekar!! Pulanglah!! Aku rindu pada kalian, kalian dimana?" Tiba-tiba Sandi ingat akan Sekar dan kedua anaknya. Perempuan itu selalu ada untuknya, selalu mendukung ap
"Eeh ternyata nak Sandi, ibu kira siapa," ujar Ibu saat melihat anak mantunya datang."Ibu sehat Bu?" Sandi berbasa-basi."Iya, Alhamdulillah. Duduk nak!" ibu Warti menyuruh Sandi duduk, dan lekas ke dapur mengambil air minum untuk Sandi. Sementara Sekar masih betah berada diruang tengah, bermain dengan kedua anaknya, tanpa keinginan sedikit pun untuk menemui suaminya itu."Kamu ini Sekar, ada suamimu kenapa diam saja? Temui sebentar saja Sekar," "Sekar minta maaf Bu, Sekar tak bisa lagi berbaik hati pada Mas Sandi,""Mungkin dia merasa menyesal sudah melakukan Kesalahan kemarin, apa kamu tak mau juga memberikan maaf pada suamimu?" Ibu masih berusaha agar Sekar berbaik hati pada Sandi, karena Sekar tak menceritakan semua salah yang Sandi lakukan. Ia hanya bercerita kalau Sandi selalu menghina dan menuntunnya saja. Namun Ia menutup aib Sandi yang berselingkuh dengan Aura, si janda anak satu itu."Maafkan aku Bu. Sekar belum bisa bertemu dengan mas Sandi," sekali lagi Sekar menolak nasi