"Lha kalau aturannya kayak gini, kapan pisahnya, Om?" Reina membelalakkan matanya ketika membaca selembar kertas yang diberikan oleh Alex. Bahkan, laki-laki itu sudah menandatanganinya, tersisa space kosong di sampingnya untuk tanda tangan Reina.
Siang itu, sang duda tampan alias calon suaminya itu datang ke rumah untuk membicarakan apa saja yang akan mereka lakulan semasa menikah nanti.Reina hanya bisa tertawa kecil saat membaca poin-poin yang ditulis Alex. Jangan bawa orang lain (termasuk pacar) ke rumah, menjaga privasi masing-masing, jangan lupa untuk akting layaknya suami-istri di depan keluarga dan orang banyak, jangan membocorkan rahasia pernikahan palsu kepada siapapun, dan jangan sampai terpikat dengan pesona Alex.Sebenarnya Reina mau tertawa terbahak-bahak begitu melihat ketentuan terakhir. Biarpun Alex itu om-om yang tampak muda, Reina tidak akan kepincut akan pesonanya. Dia sudah memiliki Andre. Selamanya akan seperti itu."Kita tunggu waktu yang tepat," kata Alex, mengambil lembar ketentuan yang baru saja ditandatangani oleh Reina. "Pokoknya, tidak boleh terlalu cepat, Reina. Kasihan juga Pak Pram yang bakal mondar-mandir. Selain itu, jangam sampai ibu saya bisa curiga, karena beliau tau betul gimana sifat saya selama ini terhadap perempuan dan pernikahan."Reina manggut-manggut. Dia sudah bisa mengira. Tanda tanya terbesar pasti berasal dari Bu Nora yang notabene-nya merupakan ibu dari Alex, sekaligus calon mertuanya."Soal alasannya, mudah! Bisa dibuat-buat kalau memang sudah waktunya kita berpisah. Misalnya kamu yang masih kangen rumah orang tua, nggak bisa tidur di kamar baru, atau ... masih cinta setengah mati sama pacar kamu itu."Reina mendelik tak suka. "Alasannya kenapa menjelek-jelekkan saya semuanya? Kok kayaknya kamu sempurna begitu?""Ya kan memang kamu kayak gitu." Alex berkata tanpa beban. "Kayaknya kamu cinta mati banget sama pacarmu.""Dih! Tau dari mana? Kenal aja baru, kok menyimpulkan sendiri kayak gitu! Oh! Apa jangan-jangan dapat pencerahan dari Tara dan Rendi? Astaga, kamu percaya sama ucapan mereka?"Reina memelototi Alex. Entah mengapa, Alex jadi salah tingkah saat pelototi seperti itu. Padahal Reina cuma gadis kemarin yang sedang berada dalam lingkaran asmara bersama pacarnya."Hm, saya percaya kepada mereka, karena mereka sudah mengenalmu cukup lama. Selain itu, tampaknya mereka memang tidak berbohong." Ucap Alex, mengangkat bahunya."Dih? Kamu tuh harusnya lebih percaya sama calon istri kamu, bukannya sahabat aku!"Alex bergidik. Sejak kapan mereka menyebut dengan 'aku-kamu'? Terdengar begitu akrab. Seolah sedang melakukan pendekatan sebelum menjadi sepasang suami-istri.Tapi mereka memang akan menikah dalam waktu dua pekan lagi kan?Alex mendengus lelah. Laki-laki itu beranjak, hendak pulang dan menenangkan diri sebelum dunianya berubah. Sesungguhnya memang sudah jungkir-balik sejak dia mengetahui kenyataan yang tiba-tiba ini."Mau ke mana?" tanya Reina dengan polosnya."Pulang, Reina. Bagaimanapun, saya juga bukan pengamgguran." Alex tak menoleh, sebab laki-laki itu tengah mencari kunci mobilnya."Oh iya?" Reina memiringkan kepalanya. "Kerjaanmu apa aja sih ... Mas?"Seketika Alex membeku. Panggilan itu lagi. Diliriknya Reina yang memandangnya dengan binar penasaran. Mungkin efek karena tidak pernah dekat dengan perempuan, dipanggil begitu saja, Alex kelimpungan dalam merespons."Kamu bakalan tau kalau udah waktunya.""Waktunya kapan?"Alex memejamkan mata, menahan diri. Apakah gadis itu benar-benar tidak paham? Dan entah mengapa, sosok Reina terlihat begitu menggemaskan dalam balutan daster bermodel yang terdapat kerutan pada bagian pinggangnya."Ka-kamu memang suka pakai daster?""Ha?" Reina melihat dirinya sendiri. "Kenapa jadi bawa-bawa daster? Tapi—ya! Aku memang suka pakai daster kalau di rumah. Kalau tidur juga enak, ada angin yang ma—"Reina membungkam mulutnya sendiri. Cukup dirinya dan para perempuan di muka bumi ini saja yang tau apa kelebihannya sebuah daster."Intinya, aku suka daster.""Kalau begitu, besok bakal saya belikan yang banyak buat kamu.""Serius?""Iya ...."Alex menyambar kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja. "Saya pulang dulu.""Oke! Nggak perlu ditemani sampai depan kan?""Kamu pikir saya anak kecil?""Lho? Kan besok kalau jadi suami-istri kayak gitu, aku temenin sampai depan, iya nggak sih?"Alex menggeleng tak percaya. "Bukannya kamu nggak setuju sama pernikahan ini.""Setelah tau ada rencana tersembunyi, kayaknya nggak buruk-buruk amat. Yang penting, kebebasan itu beneran ada pas kita nikah nanti.""Jangan khawatir, Reina." Nada bicara Alex berubah serius. "Saya nggak bakal mengekang kamu, tapi saya janji akan membantu kamu buat meneruskan usaha Papa kamu yang lagi butuh bantuan ini.""Ah ... apa itu juga permintaan terakhirnya Papa?""Yah, anggap aja begitulah!" teriak Alex berbalik dengan raut yang tak dapat diartikan.Belum sempat laki-laki itu masuk ke dalam mobilnya, sebuah mobil lain datang menghampiri keduanya, membangunkan firasat buruk di sekujur tubuhnya."Lho? Siapa ini?"•••••"Siapa ini?!"Reina memejamkan mata sejenak, sementara Alex tetap berdiri tegap memandang Andre tanpa minat. Tidak mau menjawab pula meski Andre menghunuskan tatapan tajam dan raut permusuhan yang membabi buta."Eh, sayang!"Alex berjengit. Cara Reina memanggil Andre begitu lembut dan menggoda—entah bagaimana bisa-bisa dia berpikir demikian. "Ini siapa, Re? Kamu selingkuh? Sama om-om?"Sekuat tenaga, Alex menahan diri untuk tidak menghadiahi kepalan tangannya ke wajah Andre. Baru bertemu beberapa detik saja, Alex setuju dengan pendapat Tara dan Rendi yang mengatakan jika Andre tidak pantas untuk Reina."Reina? Siapa om-om ini? Jangan bilang kalau kamu jual—""Saya calon suaminya."Sebelum Andre meneruskan kalimatnya, Alex memberikan pernyataan yang membuat laki-laki di hadapannya itu kaget bukan main. Begitu juga dengan Reina yang mengutuki Alex dalam hati lantaran langsung berkata tanpa sambutan dulu."Apa? Calon suami?" Andre menatap Reina tajam, sehingga Alex berpikir bahwa tatapa
“Ini kamar kamu.”Alex mendorong satu pintu, memperlihatkan isinya yang cukup luas. Reina manggut-manggut. Hampir sama luasnya dengan kamar pribadi Reina.“Bagus! Kayaknya nyaman nih!” Reina memasuki kamar tersebut, mencoba kasur empuk yang akan ditidurinya dalam berapa waktu.“Ini kamar kamu sendiri. Tapi kalau ada Ibu, mau nggak mau kita harus tidur satu kamar. Tidur di kamar saya.”“Hm, nggak masalah.”“Nggak masalah?” Alex memiringkan kepala, tak habis pikir dengan betapa santainya Reina akan hari ini. “Kita akan tidur di kasur yang sama, kamu nggak khawatir kalau saya melakukan apa-apa ke kamu?"“Lho? Memangnya bakalan ada apaan? Kan Cuma tidur, sendiri-sendiri.”Alex mengangguk pasrah. Memang benar. Mungkin dirinya saja yang berlebihan sebab tak pernah berinteraksi dengan lawan jenis lagi sejak kepergian Delia. "Atau mau coba sekarang ... Mas Alex?" goda Reina, sengaja mendekat dan memainkan kancing teratas kemeja suaminya itu.Bukannya mundur, Alex malah memajukan kepalanya se
"Pagi, Om!"Alex mengernyit. Padahal baru semalam laki-laki itu membuat Reina mati kutu dengan ucapannya, sekarang masih saja memanggilnya seperti itu. Tadinya Alex mau mengingatkan Reina, tapi terhalang dengan pemandangan Reina dalam balutan daster mininya.Reina mengikat rambutnya tinggi-tinggi, menuju dapur untuk mengambil sebotol air. Mengabaikan tatapan Alex yang tertuju padanya.Alex tidak salah lihat. Dia menyadari jika istri manjanya itu tak mengenakan pakaian dalam. "Kamu mau masuk angin? Pagi-pagi pakai daster yang begitu?"Reina menoleh, "Kenapa? Ada yang aneh? Aku memang biasa begini kok, Om.""Reina, saya sudah ingatkan kamu soal panggilan itu.""Iya, tapi sebentar dong." Reina berlari kecil, duduk di samping Alex dengan wajah dimanis-maniskan. "Kan aku belum terbiasa, tapi nanti kalau di depan orang banyak, pasti aku bisa bersikap profesional kok!"Alex mengangguk pelan. Dia memang tak bisa memaksa Reina dengan pernikahan mendadak mereka ini. Laki-laki itu menyesap kopin
Reina mencoba salah satu daster yang dibelikan oleh Alex. Dia pikir, laki-laki itu akan memilihkan yang polos-polos. Tetapi di luar ekspetasi, yang dibeli tidak jauh berbeda dari koleksinya. Setelah merapikan wajahnya agar tetap cantik meski dalam balutan daster, Reina keluar.Terdengar deru mobil suaminya yang baru saja mengantarkan Nora pulang. Reina memutuskan untuk menyambut kedatangan Alex, sekaligus memberitahu bahwa dirinya baru saja mengenakan salah satu daster pemberian sang suami."Selamat datang lagi, Om!" Reina memutar badannya. "Cocok ya di aku? Bisa aja pilihin yang warna kuning begini. Makasih, Om!"Tadinya Alex mau melayangkan protes lagi terkait panggilan dari Reina. Namun melihat senyum gadis itu, hatinya melunak. Alex mengangguk pelan, mengacak puncak kepala sang istri."Ibu datang kapan? Kenapa tadi kamu nggak kasih tau saya dulu?" tanya Alex, melangkah terlebih dulu selagi melepas dasinya. Dia belum sempat berganti pakaian sejak pulang tadi."Tadi itu, Ibu baru da
Dan benar saja, Alex selesai membayar sebuah tiket masuk ke salah satu wisata permainan yang tidak begitu ramai pada jam kerja. Sepanjang langkah yang tertuai, dia tidak paham, mengapa mau repot-repot membuntuti Andre dan Reina yang sedang berkencan.Belum apa-apa, Alex sudah kesal sendiri saat melihat rangkulan tangan Reina pada Andre. Gadis itu begitu dekat dengan Andre, bahkan pada beberapa kesempatan pun tubuh keduanya saling bersentuhan.Alex duduk di salah satu bangku panjang, mengenakan penyamaran seadanya. Andre dan Reina berbelok ke rumah hantu, dan saat itulah Alex memutuskan untuk mengakhiri kegiatannya tersebut. Dia tidak mungkin ikut masuk ke rumah hantu.Sepanjang perjalanan pulang, Alex tak bisa menghilangkan bayangan Andre dan Reina yang barangkali sedang berpelukan di dalam rumah hantu. Melihat senyum dan tawa Reina yang begitu lepas, menarik suatu perasaan yang tak masuk akal dalam diri Alex. Berbeda saat bersamanya, Reina terkesan terpaksa dan hanya mau memancing em
Reina mengerjapkan mata beberapa kali, sementara Alex menepuk keningnya. Susan tersenyum simpul, melipat tangan di depan dada—menandakan jika dirinya lebih unggul dari Reina. Susan berharap Reina akan cemburu dan melayangkan tatapan permusuhan padanya.Namun di luar dugaan, Reina malah mengangguk dan terkekeh. Jelas tidak sesuai prediksi Susan. Reina malah menepuk bahu Alex, menguarkan tawa polos yang mengundang keheranan."Wah! Mas Alex seleranya pas waktu muda kayak Mbaknya ini ya?" celetuk Reina, yang langsung membuat Susan kesal, tidak tau kenapa. "Boleh-boleh! Makasih atas perkenalannya ya, Mbak Susan. Salam kenal juga, saya Reina, istrinya Mas Alex."Reina menyambut uluran tangan Susan tanpa beban. "Tapi maaf nih, Mbak. Perkenalannya sampai di sini dulu aja ya? Saya lagi mau berduaan sama Mas Alex, nggak pengin diganggu sama siapa-siapa. Mbak Susan ada di sini karena kepentingan lain kan? Nah! Silakan dilanjutkan saja kepentingan yang tadi itu, Mbak!"Susan menganga, sedangkan A
"Hahaha!" Reina tertawa hambar, cepat-cepat berbalik. "Aduh! Aku lupa mau ngambil apa ya tadi?"Alex mengulum senyum, membiarkan Reina kabur dari hadapannya. Ternyata laki-laki itu mempunyai hobi baru, yaitu menggoda Reina. Sosoknya yang polos tapi terkadang memberanikan diri itu terlalu menggemaskan bagi Alex untuk tidak ditanggapi.Laki-laki itu kembali menata belanjaan mereka, ketika getaran panjang dari ponselnya menginterupsi. Sebuah panggilan masuk dari Ibu. Beberapa detik kemudian, Alex mengetuk pintu kamar Reina dan menyuruh gadis itu untuk memindahkan barang-barangnya."Kok malam-malam begini Ibu baru niat datang sih, Om?" Reina menarik kopernya susah payah, sementara Alex merapikan tempat tidur yang sebelumnya dijajaki Reina."Saya nggak tau, Reina. Yang penting, besok Ibu sudah pulang. Mungkin Ibu lagi iseng, mau memastikan anaknya ini benar-benar bahagia dengan pernikahan barunya atau tidak."Reina mengecurutkan bibirnya. "Ibu yang perhatian sekali ya, Om? Jadi iri deh!"A
Pagi sekali, Reina mendengar gemericik air dari kamar mandi. Melirik jam dinding, Reina perlahan bangun, lantas duduk di tepi kasur selama beberapa menit. Alex keluar hanya dengan bertelanjang dada dan handuk yang melilit pinggangnya. Yang tadinya mengantuk, kini pandangan Reina berubah jernih seketika. Gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali. Tetesan air yang menjatuhi tiap inci tubuh Alex menjadi pemandangan tambahan yang membuat Reina kesulitan berkata-kata. Suaminya yang dikata sudah om-om itu tampak seksi dan menggoda. Reina sampai harus mengalihkan pandang agar pikirannya tidak ke mana-mana."Sudah bangun?"Reina berdeham, "Kan aku udah duduk kayak gini, ya artinya udah bangun dong!"Alex manggut-manggut, mengacak rambutnya yang basah hingga tetesannya mengenai Reina. Reina memejamkan mata, nyaris mengatai sang suami namun urung. Situasinya tidak kondusif bagi hati Reina yang perlahan menghangat."Kalau gitu aku mandi dulu ya, Om?"Reina beranjak, mengambil handuknya yang mas