Share

Pembagian Jatah

Tuan Abdul keluar kamar membuat Nada menjadi bengong. Namun ia hanya mengangkat bahu dan kemudian kembali merapikan baju-baju yang ada di koper. 

"Kamar yang luas," gumamnya sembari mengedarkan pandangan. Selama masuk kamar ini, ia belum menelusurinya. Ia juga belum menelusuri setiap seluk beluk rumah milik suaminya.

Tok tok tok!

Terdengar suara ketukan pintu kemudian gadis itu berhenti. Ia melangkah ke pintu dan menariknya. Seorang wanita berwajah khas Jawa tengah berdiri.. Apakah ia adalah istri kedua Tuan Abdul? Pikir Nada, sebab tadi saat acara akad nikah, ia melihat wanita itu duduk bersama dengan wanita cantik itu.

"Boleh aku masuk," tanyanya sembari bersandar di sisi pintu. 

"Owh silakan!" balas Nada kemudian mempersilakan wanita itu untuk duduk. Wanita dengan kulit hitam manis itu berjalan menuju ke ranjang dan duduk di sisinya. Diamati kamar ini dengan seksama. 

"Kamu kenapa bo*oh sekali?" tanya Wanita itu. 

"Maksud Mbak apa? Mbak ini siapa, sih!" tanya Nada sembari melanjutkan menata baju-bajunya di lemari yang telah tersedia. 

"Eh, perkenalkan, namaku Ainur Rahmah istri kedua Mas Rashid." 

"Owh, jadi situ Kakak maduku?" balas Nada, "ada apa, ya! Tadi siapa, tuh, Mbak Ruqoyah juga ke sini," sambung Nada. 

"Aku hanya mau bilang kalau kamu bo*oh! Kamu itu masih muda dengan masa depan cerah, kenapa mau dengan Mas Rashid? Dia itu nggak bisa kasih anak. Aku telah menikah dengannya selama lima tahun, tetapi apa?" ucapnya. 

Nada diam sejenak lalu berpikir. Berarti benar apa yang aku lakukan dengan membuat kontrak padanya. Mungkin harus secara tertulis.

"Haha, aku akan minta cerai padanya jika selama satu tahun tidak memiliki keturunan," balas Nada tenang. Gadis itu merasa memiliki senjata untuk meminta cerai pada suaminya. "Lalu, kenapa kamu tidak minta cerai?" 

"Haha, selama aku diberi fasilitas, aku tidak akan meminta cerai padanya. Toh aku sudah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya," ujar Ainur. 

"Ohw," jawab Nada, "berarti sekarang hanya menginginkan harta saja?" sambung gadis manis berkulit kuning Langsat. 

"Mas Rashid baik banget dan memperlakukanku sangat hormat. Anakku diberi fasilitas dan disekolahkan di tempat yang terbaik," balas Ainur. "So, aku tak peduli jika tidak memiliki anak darinya. Lha kamu?"

Saat berbincang, telepon milik Ainur berbunyi. Kemudian ia mengangkatnya.

"Iya, sayang, ups!" Ainur menutup mulutnya, kemudian melangkah keluar membuat Nada mengangkat bahu. "Kok dia memanggil sayang," gumam Nada.  

Setelah kepergian wanita itu, Nada menutup pintu lalu meneruskan kembali pekerjaannya. 

***

Setelah menerima telepon tadi, Ainur menuju ke kamar Ruqoyah. Ia mengetuk pintu dan langsung masuk, kemudian duduk di sisi ranjang. Di dalam kamar, wanita keturunan Arab itu sedang merias diri sebab malam ini gilirannya bersama Tuan Abdul. 

"Mbak, sepertinya Nada tidak tertarik dengan Mas Abdul," ucap Ainur yang tengah duduk di belakang kakak madunya itu. 

"Iya, aku lihat juga demikian. Bahkan ia meminta syarat jika satu tahun belum memiliki keturunan, gadis itu minta cerai. Gadis bo*oh!" ketus Ruqoyah sembari mengoles pewarna bibir. 

"Mbak, kalau begitu berikan jatahmu hari ini kepada Nada, atau kita bawa ia ke sini untuk kita bagi jatah bersama Mas Rashid," usul Ainur membuat istri pertama Tuan Abdul terbelalak dan menggeleng. 

"Enak saja, hari ini jatahku dan aku telah menantikannya berhari-hari!" 

"Maafkan aku, tetapi sekarang sudah ada Nada, lalu jatah kita berkurang!" Ruqoyah yang sedang sibuk mengoles pemerah pipi, lalu behenti dan memandang adik madunya. 

"Panggil Nada dan Mas Rashid!" Perintah Ruqoyah. Ainur pun mengangguk lalu menghambur keluar. Ia menuju ke kamar Nada yang tertutup rapat. Wanita itu mengetuk pintu beberapa kali dan sesekali menarik daun pintu, tetapi tidak dapat dibuka hingga beberapa saat lamanya. 

"Nada!" panggil Ainur sembari mengetuk pintu beberapa kali, "Nada!" panggilnya lagi. Namun tidak dibuka, akhirnya wanita itu menuju ke kamar suaminya. Ia mengetuk pintu dan memanggil namanya. Beberapa kali mengetuk pintu, akhirnya terbuka. Ia kaget, ternyata Nada telah berada di kamar itu. 

"Nada, kau ...," seru Ainur sembari melotot dan kecewa. Nada hanya cengar-cengir. Kemudian ia memandang ke arah Rashid dan memberi kode bahwa Rashidlah yang mengundangnya. 

"Mas, kamu lupa kalau malam ini jatah Mbak Ruqoyah?" 

"Aku tidak lupa, aku hanya ingin membawa Nada ke kamar," jawabnya enteng.

"Tapi ...! Mas, Nada dipanggil Mbak Ruqoyah ke kamar, begitu juga kamu," ucap Ainur sedikit kesal karena melihat kecurangan yang dilakukan Nada. Seharusnya tidak perlu kesal sebab yang diambil bukan jatahnya, tetapi kesal jika bertambah saingan untuk merebut hati suaminya. 

"Panggil Ruqoyah ke sini!" perintah Tuan Abdul. 

Kedua istri Tuan Abdul memanggil suaminya dengan sebutan Rashid. Namun tidak dengan Nada, ia tetap memanggilnya Tuan Abdul. 

 Ainur pergi ke kamar Ruqoyah dan memanggilnya. Tak lama, Ruqoyah datang. Dengan wajah sedikit kesal, ia masuk dan duduk di samping Rashid. 

"Kamu jahat, mas!" keluh Ruqoyah sebab jatahnya malam ini diambil Nada. Wanita yang hanya menggunakan baju tidur dengan riasan wajah begitu cantik itu terisak. Rashid mengelus pucuk kepala sang istri, membuat Ainur membuang muka. Sementara Nada hanya cengar-cengir melihatnya. Dalam hati, ia merasa lucu. 

"Mbak-mbak, silakan ambil saja jatahku. Justru aku senang jika tidak diberi jatah!" ungkap Nada. "Sudah, ya, saya ke luar!" 

"Tunggu!" cegah Ainur, "Nada, jangan pergi dulu."

"Ainur, biarkan. Aku tidak akan memberinya jatah!" sahut Ruqoyah sembari memeluk suaminya. Rashid kemudian mendiamkan Ruqoyah yang tengah terisak dengan mengelus-elus kepalanya.

"Sayang, berikan jatah padanya, aku tidak ingin berdosa akibat tidak memberikan haknya," tutur Rashid lalu mengecup kening Ruqoyah mesra. Istri pertamanya itu mengangguk pelan. Wanita itu memang sangat penurut dengan sang suami. 

"Baik. Nada, sini!" 

Nada berbalik dan mereka bertiga duduk di sisi ranjang. Rashid duduk di kursi rias dengan menaikkan satu kaki kanan di kaki kiri sembari bersedekap. 

"Senin jatahku, Selasa jatahnya Ruqoyah dan Rabu jatahnya Nada," ucap Ruqoyah. Namun Nada menggeleng. 

"Aku tidak mau. Dalam seminggu berikan jatah satu malam saja, malam Jumat," ujarnya. 

Ruqoyah dan Ainur saling berpandangan. 

"Tapi itu jatahmu, itu hakmu," sahut Ainur. Nada kembali menggeleng. 

"Nggak mau, aku maunya hanya malam Jumat saja!"

"Oke, berarti malam ini?" ucap Ainur melongo kemudian memandang ke Ruqoyah. Nada pun demikian.

"Iyakah? Ah, astaga!" ucap Nada kaget. 

"Iya, hari ini jatahmu," ucap istri pertama Rashid. Dahinya mengkerut dan memonyongkan bibir kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar ini diikuti oleh Ainur. Langkahnya gontai, semburat kecewa terlihat di raut wajahnya. Ruqoyah kecewa karena malam ini ia telah merias diri, ternyata jatahnya untuk Nada. Namun ada perasaan bahagia karena jatahnya tidak berkurang. 

Pernikahan ketiga Rashid ini sebetulnya atas persetujuan Ruqoyah, bahkan ia yang meminta Rashid untuk mencari istri lagi demi bisa mendapatkan keturunan. Ruqoyah ingin membuktikan bahwa sebenarnya yang mandul adalah Rashid dan bukan Ruqoyah. 

Dulu sebelum Rashid menikahi Ainur, rumor yang beredar adalah bahwa Ruqoyah yang mandul. Oleh karena itu keluarga besar Rashid mencarikan janda yang telah memiliki anak untuk membuktikan bahwa Rashid bisa memberi keturunan. Namun kenyataannya, hingga lima tahun pernikahannya dengan Ainur, Ainur tak jua mendapat anak. 

Nada hendak keluar, tetapi ditahan oleh Rashid. 

"Tunggu, sekarang giliranmu!" cegah pria yang memiliki rambut hitam dan ikal itu. Ruqoyah pun berhenti dan kembali ke kamar karena teringat sesuatu. 

"Nada, apakah ramuan Arab tadi telah kamu minum?" tanya Ruqoyah mengingatkan. Nada menggeleng.

"Lupa!"

"Ambil sana dan minumlah, itu warisan leluhur kami," perintah Ruqoyah. Nada menggeleng lagi. 

"Aku tidak suka!" 

"Nada, minumlah itu! Hargai Ruqoyah." 

Dengan berat hati, Nada melangkah ke luar menuju ke kamarnya yang terletak di samping ruang keluarga. Setelah masuk ke dalam kamar, ia melihat gelas berisi susu di atas meja rias. Ia mengambilnya dan mencium baunya. 

"Hoek! Bau sekali," ungkapnya, "ramuan macam apa ini seperti jamu."

Gadis itu menuju ke kamar mandi dan membuangnya. 

"Nggak ada yang lihat ini," gumam gadis itu, lalu meletakkan gelas di atas meja rias. kembali. Setelah itu ia mengunci kamar dan tidak kembali ke kamar Tuan Abdul melainkan tidur di kamarnya sendiri. 

Baru saja terlelap, sayup-sayup terdengar suara pintu diketuk. Nada mendelik dan kaget lalu bangkit. Ia ingat bahwa malam ini adalah malam pertamanya. 

"Nada!" Terdengar suara yang ia kenal sehari ini, Tuan Abdul. 

"Celaka!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status