Hari-hari mulai Noah lalui dengan sekumpulan celotehan Clara yang terasa tidak masuk akal. Clara menjadi sensitif dan begitu manja pada Noah. Sudah satu minggu ini, Noah menghadapi Clara hingga beberapa kali mengeluh pada ibunya. Bukan mengeluh untuk menyerah, melainkan hanya melapor karena tidak percaya wanita hamil bisa bertingkah di luar kendali."Wanita hamil memang begitu." Itulah yang selalu ibu katakan akhir-akhir ini.Jika sebelumnya Noah jarang bertemu atau menelpon ibunya, kini hampir tiap sore Noah melapor bagaimana keadaan di rumah. Terkadang Noah menggeram, menjerit dan menghentak-hentak merengek seperti anak kecil.Lily terkadang tidak tega, tapi mau menolong pun tidak bisa. Pada akhirnya Lily coba menenangkan. Dan hanya begitu terus yang Lily bisa lakukan."Kau sedang apa, Sayang!" Seru Noah saat melihat Clara tengah menaiki tangga besi.Clara terlihat berjinjit, sementara bagian leher ke atas tidak nampak karena masuk ke balkon langit-langit. Noah yang was-was segera m
"Kau dari mana?" tanya Noah saat tiba-tiba Clara muncul dari balik pintu kamar.Sudah berkali-kali Noah coba menghubungi, tapi tidak kunjung tersambung. Dan tiba-tiba ternyata Clara sudah sampai di rumah."Maaf, tadi aku keluar sebentar," sahut Clara.Noah mengerutkan dahi. Wanita di hadapannya saat ini terlihat aneh."Untuk apa? Apa kau marah padaku karena hal tadi?" tanya Noah lagi.Clara menggeleng. "Tidak, aku hanya cari udara segar."Noah terdiam beberapa saat seperti tengah memikirkan sesuatu. Diam-diam, Noah mengamati wanita cantik di hadapannya saat ini. Tidak ada yang salah sepertinya, tapi entah kenapa Noah merasa aneh saja."Ada apa?" tanya Clara. "Apa kau marah padaku?"Noah bergidik seraya berkedip. "Ah, tidak. Aku tidak marah. Aku yang minta maaf karena tadi membentakmu."Clara lantas tersenyum lalu merangkul pinggang Noah. "Aku ngantuk. Ayo kita tidur!"Noah masih terlihat seperti orang bingung. Karena tidaka mau berpikiran macam-macam, Noah balas merangkul pundak Clara
Noah berangkat ke kantor tentunya dengan perasaan gelisah. Yang ada di kepalanya saat ini tentu sang istri tercinta. Noah jadi berpikir mungkin Clara marah karena dirinya sempat membentak semalam. Noah sungguh tidak bermaksud, ia hanya sedang kelelahan.Noah coba menghubungi orang kepercayaannya untuk mencari tahu keberadaan Clara. Karena ponsel Clara berada di tangan Chloe, tentu akan sedikit butuh waktu mencarinya.Semoga saja tidak terjadi apa-apa dengan Clara."Segera temukan dia!" tekan Noah sebelum panggilan terputus.Noah melempar ponsel ke dasbor lalu memukul bundaran setir diikuti erangan kuat."Aku bahkan hampir melakukannya dengan wanita itu. Gila!" seru Noah lagi. "Untung aku segera menyadarinya."Hari ini Noah berangkat ke kantor tanpa diantar sopirnya. Pak Rey mengantar Tuan Muda Jou ke tempat kakek dan neneknya.Sekitar pukul sebelas, sepulangnya dari sekolah Jou sudah sampai di rumah Josh dan Lily."Bu, aku menitipkan Jou untuk sementara waktu," kata Noah di telpon."M
Lily sudah kembali pulang. Sampai di rumah dia langsung menghubungi Noah karena sudah saking khawatirnya dengan keadaan Clara."Kenapa kau tidak bilang pada ibu!" Lily langsung menyalak.Noah sedang duduk di ruang kerjanya sambil menunggu kabar dari para pengawalnya. "Aku harus fokus dulu, Bu. Aku tidak mau buat semuanya panik."Lily berdecak. Di sampingnya ada sang suami yang juga sudah tidak sabar menunggu kabar."Kabari ibu secepatnya!" tegas Lily sebelum panggilan tetutup.Setelah itu, Noah menghela napas panjang lalu bersandar pada sofa. Ia memijat panggal hidungnya masih sambil berdoa supaya lekas dapat kabar dan Clara dalam keadaan baik-baik saja."Sebaiknya aku memastikan di rumah saja." Noah bangkit. Dia menjambret kontak mobil dan jasnya lalu pergi meninggalkan ruangannya.Tidak lama kemudian, Noah sampai di tempat tujuan. Dia sudah berada di halaman rumah di mana istri tercintanya dilahirkan. Sebelum turun, Noah melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan. Terpampang j
Noah sudah mengeraskan rahang dan mencengkeram kuat bundaran setir saat melihat rekaman yang dikirim dari para pengawalnya yang ia tugaskan untuk mencari Clara. Seberapa kencang laju mobilnya, Noah tidak peduli asal bisa cepat sampai di tujuan."Kamu harusnya sadar diri, Clara." Chloe membungkuk dan kembali mencengkeram pipi Clara. "Selamanya, Noah akan menjadi milikku. Paham!"Chloe tertawa lebar, membuat suaranya bergema di gedung kosong ini. Cara tertawanya, seperti seorang yang sudah dirasuki sesuatu yang lain. Suaranya yang menggelegar bahkan membuat Clara merinding ketakutan. Meski mustahil, Clara bahkan sampai coba berontak melepas kedua tangannya yang terikat.Jelas itu bukan Chloe. Pikir Clara begitu. Rasa cintanya pada Noah membuat Chloe mati rasa dan memilih apapun akan ia lakukan asalkan yang ia inginkan bisa didapatkan.Tidak jauh dari mereka, para pengawal suruhan Noah sedang memantau lebih detail keadaan di sana. Sebelum menyergap, tentu mereka akan lebih dulu memastika
Ini terdengar seperti sebuah petir di siang bolong. Impian yang hampir saja tercapai mendadak musnah dan harus dilepaskan. Di sudut ruangan kamarnya yang penuh barang berserakan, Clara tersungkur memeluk kedua lututnya sambil terisak. Tubuhnya tergunjang, hatinya bergetar hebat. "Kalian egois!" seru Clara sambil menendang sebuah benda yang ada di lantai. Kini Clara mendongak dengan kedua kaki selonjor dan kedua tangan kemudian menangkup wajah. "Selalu saja aku yang dikorbankan!" seru Clara lagi. Tidak lama setelah itu, terdengar suara beberapa langkah kaki beriringan mendekat dan berhenti setelah masuk di kamar Clara yang bak kapal pecah. "Cukup, Clara!" teriak suara serak dari ambang pintu. "Kau tidak usah mengamuk seperti ini!" &n
"Atur saja sesuka kalian," kata Noah sebelum menaiki tangga menuju lantai dua. "Asal ada wanita yang mau mengurus bayi itu, aku nurut." Obrolan berakhir sejenak diikuti helaan napas dari empat orang yang duduk di ruang tengah. Ada Bill, Tania dan kedua orang tua Noah yang tidak lain adalah Josh dan Iily. "Kalian sudah dengar jawaban dari putraku, kan?" Lily menatap serius. "Hari esok juga, maka langsungkan pernikahan untuk mereka." "Baik, Tuan," jawab Bill dengan anggukan kepala. "Ingat!" Kini Josh yang bicara. "Aku tidak ingin ada orang lain yang mengetahui akan hal ini. Jika mulut kalian berani berkoar, habislah kalian!" Seperti itukah sifat seorang penguasa? Josh seorang presdir di sebuah perusahaan yang berpusat pada pembangunan gedung-gedung perk
Pernikahan sudah tidak terhindarkan. Di sebuah kamar, Clara sedang dihias secantik mungkin seperti seorang pengantin pada umumnya. Clara duduk di depan cermin, menatapi pantulan wajahnya sembari meremas-remas jemarinya sendiri. Di sampingnya, ada seorang penata rias yang begitu telaten merias wajahnya. Meski nampak cantik, semburat wajah sendu dan pias tidak bisa terelakkan. Clara gugup, takut, panik dan juga ingin berlari. Namun, dia seperti sudah diikat dengan tali yang begitu kuat. "Nona sangat cantik," puji penata rias pada Clara. Clara kembali menatap dirinya dari pantulan cermin dan sedikit melengkungkan senyum. Ingin menangis, huh! Itu sungguh tidaklah mungkin. Martabat dan kondisi keluarga yang dipertaruhkan di sini. Sementara di ruangan lain, Noah sudah siap dengan setelan jas berwarna