Share

Menjadi Tameng

"Ya, kau tidak salah dengar sama sekali," jawab Ivander dengan nada bicara datar.

Namun Kana malah mengerjapkan mata sambil menggosok telinganya.

"Istri ... Jika aku jadi Istri, maka ...." Kana kembali menoleh dan menatap Ivander.

"Apa kita akan menikah?" duganya yang langsung dapat anggukan kepala dari Ivander.

"Ya, kau benar. Kita akan menikah. Lebih tepatnya, kita akan menikah besok."

"Apa?" sontak Kana kaget. "Besok? Kau gila, ya?" tukas Kana.

Ivander menghela napas kasar sambil memutar bola matanya. Kemudian kembali melirik ke arah Kana.

"Aku tidak gila. Nyatanya, besok kita akan menikah. Jadi bersiaplah," titah Ivander.

"Ta-tapi ... tapi besok aku bekerja! Aku dapat shift pagi! Aku sudah bertukar shift dengan rekan kerjaku!"

Ivander tersenyum miring mendengar penuturan Kana.

"Kabar baiknya, kamu telah berhenti dari tempat kerjamu. Aku sudah menghubungi pemilik restoran tempatmu bekerja. Beruntungnya, kau masih diberikan gaji terakhir hari ini," ujar Ivander santai, tetapi malah membelalakan mata Kana.

"Be-berhenti? Kamu memberhentikan pekerjaanku? Bagaimana bisa? Lalu, bagaimana caranya aku bisa dapat uang?" bingung Kana yang membuat Ivander geleng-geleng kepala.

"Dasar sinting!" umpat Ivander yang menarik atensi Kana.

"Kau akan jadi istriku, kenapa harus bingung akan dapat uang dari mana? Tentu saja, aku akan membiayai kebutuhanmu!" tekan Ivander kemudian memalingkan wajahnya keluar jendela. Ia benar-benar kesal, kenapa wanita ini malah berpikir mau cari uang sendiri?

Kana hanya diam saja sambil misuh-misuh.

"Tetap saja, kurang sopan jika kamu membuat pekerjaanku hilang tanpa bicara padaku!" gerutu Kana yang malah mendapat tatapan sinis dari Ivander.

"Dasar tidak tahu diri! Kau itu tidak berhak protes atau apapun itu!" Ivander langsung menjepit kedua pipi Kana dengan satu tangan besarnya.

"Aku itu telah menukar dirimu dengan uang lebih dari lima ratus juta! Kau itu, hanya perlu mengikuti keinginanku!" tegas Ivander yang langsung melepas apitan tangannya di kedua pipi Kana dengan kasar.

Kana meliriknya sinis.

"Ta-tapi tetap saja, kamu kira menikah itu bisa langsung menikah? Banyak prosedur yang harus dilakukan, apakah kita akan menikah siri?" selidik Kana sambil memicingkan matanya. Namun, Ivander malah menatap lurus ke arah wanita berambut pendek di sampingnya dengan dahi berkerut.

"Menikah siri? Kau pikir aku pria apaan? Mana mungkin aku mau menjalin hubungan yang tidak jelas begitu?" sinis Ivander sambil geleng-geleng kepala. "Lagipula, menikah siri tidak akan cukup membuat dia percaya," gumam Ivander.

"Lalu, itu berarti, kita akan menikah sungguhan?"

Ivander mengangguk.

"Ini harus jadi pernikahan yang sempurna. Pernikahan kita akan tercatat, sehingga ikatannya kuat secara hukum. Sedangkan, jika soal syaratnya, Pamanmu bahkan sudah membawa dokumen yang diperlukan saat pertemuan tadi pagi, jadi aku sudah bisa mendaftarkannya. Besok, kita hanya perlu melakukan prosedurnya." pungkas Ivander kemudian menyandarkan punggungnya di jok mobil.

Kana hanya menatap tanpa arti ke arah Ivander.

"Ja-jadi ... jadi Paman bahkan sejak berangkat untuk menemuimu memang berniat menyerahkanku sebagai jaminan hutangnya?" ucapnya lesu.

Ivander menaikkan kedua alisnya sambil mengangguk-angguk.

"Ya, aku sudah bilang itu dari tadi. Kau saja yang keras kepala!" tekan Ivander.

Kedua pundak Kana langsung turun. Kenyataannya ia harus menikah dan menghabiskan sisa hidupnya dengan pria yang tidak ia kenal ini. Ia sendiri tidak tahu, bagaimana pria ini akan memperlakukannya, yang pasti ia tidak akan mendapat perlakuan yang sama seperti perlakuan suami pada umumnya karena ia hanyalah jaminan hutang.

"Besok, kita hanya akan menjalankan prosesi pernikahannya dan menandatangani buku nikah. Untuk pestanya, baru akan dilaksanakan enam bulan kemudian," beber Ivander lagi yang membuat Kana mengernyitkan dahinya. Wanita 21 tahun itu memutar tubuhnya menghadap Ivander.

"Enam bulan? Kenapa harus enam bulan?" Sebenarnya jika tidak diadakan pesta, Kana juga tidak keberatan. Kenapa pernikahan yang terjadi karena transaksi pembayaran hutang ini harus dirayakan?

Pria berambut klimis itu sekali lagi menyunggingkan senyumnya.

"Karena aku mau pamer!" ujarnya sambil menaikkan dagu.

Kana melongo sekali lagi. Alasan macam apa yang ia dengar barusan? Bukankah itu alasan yang sangat dangkal untuk menikah, untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama seorang wanita?

"Ma-mau pamer? Mau pamer pada siapa?" tanya Kana yang malah membuat senyum Ivander semakin lebar.

"Pada siapa lagi? Tentu aku mau pamer pada Mantan Calon Istriku yang baru bisa kembali ke Indonesia enam bulan yang akan datang!" jawab Ivander dengan penuh percaya diri, tetapi malah membuat Kana tercengang. Sepertinya pria ini agak sinting.

"Tu-tunggu, kau sudah punya Calon Istri sebelumnya?" selidik Kana yang langsung dapat anggukan kepala Ivander.

"Lantas, jika kamu sudah punya Calon Istri, kenapa kamu malah mau menikah dengan wanita lain yang bahkan tidak kamu kenal sepertiku?" Apa posisi Kana sekarang bukan hanya sebagai jaminan hutang, tetapi juga sebagai perebut laki-laki orang?

"Asal kamu tahu, ya! Jangan seret aku ke masalah percintaanmu! Jika kau membenci Calon Istrimu, jangan libatkan orang lain! Selesaikan masalahmu kemudian berdamailah!" Kana malah memberikan nasihat, tetapi Ivander memutar kedua bola matanya.

"Daripada menasihatiku, sebaiknya kau mempersiapkan diri karena kau harus jadi istri yang sempurna untukku!" timpal Ivander.

"Justru itu!" seru Kana.

"Aku sama sekali tidak sempurna, malah jauh dari kata sempurna! Kenapa kamu mau aku menikah denganmu?" cecar Kana, tetapi Ivander malah menyunggingkan senyumnya sambil membelai lembut pipi Kana.

"Sayang ..." ucap Ivander yang malah membuat Kana bergidik ngeri.

"Kamu harus tahu, justru karena aku tidak mengenalmu dan nilai plusnya, kau bahkan punya hutang budi padaku karena telah melunasi hutang Pamanmu. Maka kamu akan semakin bergantung padaku ..." Ivander mulai menarik dagu Kana hingga wanita itu mendongakkan kepalanya.

"Justru ... aku harus menikahi wanita seperti itu. Wanita lemah tak berdaya seperti—"

Kana langsung menyingkirkan tangan Ivander dari dagunya seraya menatap pria itu tajam.

"Kau benar-benar sungguh berani!" geram Ivander, tetapi tidak menggoyahkan sorot mata tajam Kana.

"Menikah dengan wanita tak dikenal, lemah dan tak berdaya? Lantas, sebenarnya, apa tujuanmu menikah?"

Raut wajah Ivander langsung berubah dingin.

"Tujuan menikah?" Pria itu malah terkekeh.

"Aku bahkan tidak ingin menikah," ungkap Ivander yang membulatkan mata Kana.

"Tidak ingin menikah? Lalu, kenapa aku harus menikah denganmu? Besok lagi!" Kana langsung melipat kedua tangannya dan duduk menjauh dari Ivander.

Pria berambut klimis itu menghela napas kasar.

"Itu karena aku akan menggunakan pernikahan ini sebagai tameng," ungkap Ivander lagi yang membuat kening Kana berkerut.

"Ta-tameng? Tameng apa?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status