Dania menghela napas pendek, lalu mengangkat bahu dengan santai. “Kalau aku kalah,” jawab Dania, suaranya terdengar ringan, seolah-olah tidak terlalu memikirkan hasilnya, “aku nggak akan menagih permintaan maaf darimu. Terserah kamu mau bilang apa ke publik. Aku nggak akan mengejarmu lagi soal itu.”Sebastian melirik Dania dengan sedikit cemas, namun tetap tenang. Sementara itu, Melody hanya mengamati Leona dengan pandangan tajam, seolah-olah mencoba menilai sejauh mana niat buruk wanita itu.Leona terlihat terkejut sejenak, namun dia dengan cepat menyembunyikannya dengan senyum sinis. “Baguslah kalau gitu. Kita lihat siapa yang akan menang,” katanya, yakin bahwa dia bisa mengalahkan Dania dengan mudah.Dania tetap tenang, pandangannya tidak bergeser sedikitpun dari Leona. “Kita mulai sekarang?”“Sekarang,” jawab Leona, suaranya penuh dengan kepercayaan diri.Mereka semua bergerak menuju titik awal, di mana pertandingan akan dimulai. Melody dan Sebastian tetap berada di sisi Dania, si
“Menyelidiki masa lalu dia di luar negeri?” tanya Sebastian memastikan.Dania mengangguk dan berbicara, “Yup. Aku ingat kalau dia itu lulusan universitas luar negeri. Aku nggak yakin hidup dia lurus-lurus aja. Selidiki dia.”Sebastian mengangguk mengerti. "Baik, Nona. Saya akan mulai segera. Ada petunjuk khusus yang harus saya cari?”Dania berpikir sejenak, kemudian berkata, "Cari tau tentang kehidupan sosialnya di luar negeri, hubungannya dengan orang-orang berpengaruh, terutama pria. Aku curiga ada skandal yang dia sembunyikan, sesuatu yang bisa kita gunakan."Sebastian mengangguk sekali lagi, lalu beranjak pergi untuk memulai pekerjaannya. Dalam beberapa jam, Sebastian sudah mulai melacak jejak digital Leona—media sosial lama, laporan pers asing, dan jaringan kontak yang dia miliki di luar negeri.Kemudian, Dania menoleh ke Melody. “Kak Mel, tolong carikan aku daftar teman-teman dia di masa SMP, SMA, dan kuliah. Tidak berlebihan, kan Kak?”“Tidak sama sekali, Nona. Saya akan segera
“Ah, nyamannya kehidupanku yang mudah ini…” Leona mengucapkannya sambil tersenyum.Dia sedang menikmati sore yang tenang di balkon apartemennya yang mewah, menikmati secangkir teh hangat sambil menonton acara televisi.Dia merasa di atas angin setelah beberapa kali berhasil membuat Dania terpojok dengan berbagai fitnah yang dia sebarkan.Namun, ketenangan itu segera terganggu ketika ponselnya berbunyi, menampilkan pesan dari salah satu teman dekatnya.[Leona, kamu udah lihat? Ada yang memposting tentang kamu di akun anonim. Ini buruk banget! Gawat, Na!]Hati Leona langsung berdebar tak nyaman. Tanpa membuang waktu, dia membuka tautan yang dikirim temannya.“Apa?!”Matanya membelalak lebar ketika melihat foto-foto yang terpampang jelas di layar ponselnya.“Ini… kenapa masih….”Foto-foto itu diambil dari masa lalunya, ketika dia masih kuliah di luar negeri—terlihat sedang berpesta liar dengan teman-temannya, baik itu pria maupun wanita.Satu foto menangkap pose Leona tertawa lebar sambi
“Leona, apa-apaan yah postingan yang aku lihat di medsos barusan? Tadi aku dikasi tau teman arisan tentang foto-fotomu itu. Kok kamu bisa melakukan hal kayak gitu, sih?” suara Alina terdengar penuh tekanan, menuntut penjelasan.Leona mencoba untuk tetap tenang, meski keringat dingin mulai mengalir di pelipisnya.“Ma-Mama Alina, tolong dengarkan aku dulu. Itu… itu semua terjadi waktu aku masih muda dan… dan bodoh, Ma. Aku… aku terpengaruh sama teman-teman yang salah dan membuat kesalahan yang besar. Tapi aku pastikan ke Mama Alina kalau aku bukan orang yang sama lagi kayak di foto, kok! Aku udah berubah, Ma. Aku udah meninggalkan semua itu jauh di belakang. Jauh sebelum aku ketemu Hizam lagi.”Alina terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan nada dingin, “Kamu harus sadar, yah Leona, bahwa ini bukan cuma tentang kamu. Ini juga menyangkut keluarga kami.”“Maaf, Mama… aku beneran minta maaf.” Leona menyahut pelan penuh penyesalan.“Reputasi kami bisa hancur kalau orang-orang tau ba
Dania tertawa kecil, merasa rileks setelah skandal pertama Leona berhasil dia bongkar sebagai pembalasan dendamnya. “Rayakan, ya? Hihi! Aku penasaran, apa yang kamu tawarkan ke aku, Seba?”Sebastian tak langsung menjawab, tapi ada tawa ringan dia sebagai respon awal.Kemudian pria itu menjawab, “Bagaimana kalau kita pergi ke salah satu klub malam terbaik di kota? Anda butuh suasana baru setelah semua drama ini.”Dania memandang ke luar jendela, merasa bahwa mungkin memang waktunya untuk bersantai sedikit setelah semua kehebohan yang terjadi.“Klub malam, ya? Aku nggak pernah berpikir kalau kamu tipe orang yang suka klub malam, Seba.” Lalu Dania tertawa ringan.Jujur saja, anak buahnya satu ini kerap memberikan kejutan-kejutan tak terduga bagi Dania. Seakan Sebastian memiliki ratusan lapis misteri yang harus dikupas satu demi satu.“Ada banyak hal tentang saya yang belum Nona ketahui,” jawab Sebastian sambil tertawa kecil. “Bagaimana? Kita bisa pergi malam ini?”Dania mempertimbangkan
“Eh? Mantan istri Hizam? Dia?”Mata teman-teman Hizam langsung beralih ke Dania, kemudian mereka menoleh ke Hizam dengan pandangan penuh rasa ingin tahu. Satu per satu dari mereka mulai tersenyum geli.“Bro, kamu seriusan? Kamu beneran ngelepasin cewek sekeren itu?” Salah satu dari mereka tertawa keras.“Kamu nggak nyesal kan bro, udah lepasin cewek seseksi itu? Eh, kamu udah pernah main kuda-kudaan sama dia, kan?” Yang lain ikut meledek Hizam.Tapi karena Hizam diam saja dan wajahnya berubah muram, mereka pun paham bahwa Hizam belum pernah menyetubuhi Dania. Tawa mereka tak bisa ditahan.“Hahaha! Hizam… Hizam… aku kira kamu pintar, Zam, tapi ternyata bodoh juga, ya. Lihat mantanmu sekarang, deh… keren banget dari atas sampai bawah!”Mereka semua menyetujui ucapan pemuda itu. Mata mereka menelusuri Dania yang mengenakan atasan ketat model lilit sebatas pinggang dan berlengan panjang melambai transparan dari bahan chiffon mahal warna putih dengan gambar bunga-bunga merah kecil. Dada Da
“Kalian siap, kan?” tanya Hizam dengan suara rendah namun penuh kepastian.Teman-temannya yang duduk di sekitar meja mengangguk, wajah mereka menunjukkan antusiasme untuk terlibat dalam rencana jahat itu.“Pelayan udah tau apa yang harus dilakukan,” lanjut Hizam. “Kita akan kirim minuman itu ke meja Dania, dan dia nggak akan curiga sama sekali. Biasanya cewek-cewek di klub kayak gini senang kalau ada yang traktir minuman.”Temannya menyeringai. “Beres, bro. Nanti kita kasih sinyal ke pelayan, terus kamu langsung sembunyi biar dia nggak tahu ini rencana kamu.”Hizam tertawa kecil, lalu menoleh ke arah Dania dan Sebastian yang duduk di bar.Dia menyesap minumannya sambil tersenyum puas. “Oke, Nanti, ketika anjing penjaga di sebelahnya udah pergi, kita yang ambil alih.”Teman-teman Hizam mengangguk paham. Ini bukan hal pertama untuk mereka ketika bersenang-senang sembari mencari mangsa ketika sedang bosan.Kali ini, mangsa mereka lebih menakjubkan dari biasanya, maka mana mungkin mereka
“Hizam? Kamu beneran Hizam?” Dania sambil menggoyang-goyangkan kepala seakan ingin lebih fokus.Dania merasa pusing, namun di tengah rasa limbung itu, dia masih bisa mengenali wajah yang mendekatinya.Wajah yang tak asing lagi baginya, Hizam. Mantan suaminya berdiri di depannya, menyeringai dengan sikap angkuh dan puas.“Halo, Dania,” sapanya dengan nada dingin. Senyuman sinis di wajahnya semakin membuat Dania meyakini kecurigaannya.Di belakang Hizam, teman-temannya ikut terkekeh, memperlihatkan ekspresi yang tidak menyenangkan. Mereka tampak bersemangat, seolah menunggu sesuatu yang jahat akan terjadi.Dania menepis tangan mereka pada pinggangnya dan melepaskan lengannya dari mereka.“Kenapa mereka senyum-senyum gitu?” tanya Dania dengan suara lemah, tapi nadanya tetap tegas. “Apa kalian saling kenal?”Dania menjauh beberapa langkah dari gerombolan pemuda itu sambil menepis tangan yang hendak menjangkau tubuhnya, hingga punggungnya menempel di pintu masuk ruang VIP.Hizam menyeringai
“Baiklah, Pa. Aku akan mencoba lagi.” Hizam mengangguk akan keinginan ayahnya.Hizam memutuskan untuk tidak menyerah. Dengan penuh tekad, dia menyusun strategi lain untuk meluluhkan hati Dania. Kali ini, dia memutuskan untuk muncul di apartemen mewah Dania tanpa pemberitahuan.Dania yang baru pulang kerja tampak terkejut melihat sosok Hizam berdiri di depan pintu liftnya dengan buket bunga mawar putih di tangan.“Hizam? Apa lagi sekarang?” tanya Dania dengan nada dingin.Kenapa lagi dan lagi mantan suaminya datang padanya? Apakah dia kurang menegaskan ke Hizam bahwa mereka sudah selesai?“Aku ingin bicara, Dania. Tolong,” kata Hizam memohon.Dania mendesah, melirik jam tangannya sejenak, lalu membuka lift dan mereka naik berdua bersama petugas keamanan. Dia bukannya ingin memberi kesempatan ke Hizam, melainkan ingin mendengar bujuk rayu Hizam demi memuaskan egonya sendiri.Sesampainya di penthouse, Dania meminta petugas tadi untuk tetap berjaga di depan pintu ruang transit penthouse.
Keesokan harinya, dia memberikan surat gugatan cerai kepada Leona di rumah mereka. Leona yang membaca surat itu, langsung meledak dalam kemarahan.“HIZAM!” teriaknya, wajahnya memerah. “Apa-apaan ini? Kamu menggugat cerai aku?”Leona yang terbiasa emosional tak bisa menerima apa yang baru diberikan suaminya. Pernikahan mereka masih seumur jagung! Kalau dia sudah menjadi janda, bukankah itu sebuah aib dan malu yang tak terhingga bagi dia dan keluarganya?Hizam mencoba tetap tenang. “Leona, coba ngerti, deh! Hubungan kita ini udah nggak bisa dilanjutkan. Ini keputusan terbaik untuk kita berdua. Tolong deh, kamu mengerti ampe sini.”Dia sudah terbiasa dengan temperamen Leona, maka dia bisa tetap tenang menghadapi Leona yang sedang meledak-ledak.Kalau dipikir-pikir lebih jauh, dia memang patut menyesal sudah memilih Leona ketimbang Dania. Apalagi Dania yang sekarang luar biasa cantik, memikat, dan… penerus Ne
Hizam terkejut. “Apa? Kenapa, Pa?”Betapa mengejutkannya bagi Hizam beserta ibu dan adiknya saat mereka mendengar apa yang diperintahkan Arvan.Menceraikan Leona. Arvan memerintahkan demikian dengan nada tegas dan wajah serius. Baru kali ini Arvan ikut campur dalam ranah hubungan pribadi anaknya.Namun, Arvan seperti tidak mau tau. Dia melotot ke Hizam yang dianggap melawan. Tangannya sudah hendak melayang untuk kedua kalinya, namun Alina segera berdiri di depan putranya, menjadi tameng.“Papi! Jangan pukul lagi anakmu!” Alina mendesis tegas, dan hanya itu yang sanggup dia lakukan yang paling jauh, disebabkan dia juga takut pada Arvan ketika pria itu dalam mode serius.Disebabkan pembelaan Alina yang dia cintai, Arvan urung memukul Hizam.“Papa ingin kamu menceraikan Leona karena kamu akan kembali mengejar Dania,” ujar Arvan dengan tegas. “Kalau dia adalah pewaris Nexus, maka kita tidak bisa kehilangan kesempatan emas ini. Kamu harus melakukan apa pun untuk mendapatkan kembali hatinya.
“Benar, Nona Dania adalah penerus Nexus Holdings.” Yohan menebalkan pernyataan itu.Hizam memicingkan mata, tak percaya.Dania? Mantan istrinya yang menyedihkan itu? Yang merupakan anak dari pasangan miskin yang membeli mobil saja tidak mampu?“Kenapa, Zam? Kamu nggak percaya?” Dania menaikkan dagunya, puas bisa membuat Hizam sepucat kertas. “Aku bisa kasi bukti dari tes DNA. Nama asliku Dania Hadid. Nexus di Morenia sebenarnya tempat aku untuk berlatih bisnis sebelum aku mengambil alih seluruh Nexus.”Hizam berdiri terpaku, tubuhnya kaku seperti patung. Kata-kata Yohan menggema di kepalanya berulang kali, seolah-olah mencoba meyakinkan pikirannya yang enggan menerima kenyataan.Dania? Pewaris Nexus Holdings?Dia menggelengkan kepala pelan, berusaha menepis apa yang baru saja didengarnya.Namun, tatapan percaya diri Dania, ditambah dengan senyum puas yang mengembang di wajahnya, membenarkan semua yang Hizam coba sangkal.“Nggak mungkin,” gumam Hizam akhirnya, suaranya penuh ketidakper
“Hubunganku dengan Pak Yohan? Dengan Tuan Levi?” beo Dania atas pertanyaan Hizam. “Hihi! Kepalamu yang berotak payah itu bisa jumpalitan kalau aku kasi tau jawabannya.”Dania tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia berdiri dengan anggun, lalu berjalan mendekati meja di mana beberapa dokumen penting Nexus berada. Tangannya dengan santai menyentuh salah satu dokumen itu sebelum dia akhirnya menatap Hizam.“Aku di sini bukan tanpa alasan,” katanya dengan nada tenang tetapi penuh makna. “Dan satu hal yang harus kamu lakuin kalau kamu ingin bergaul baik dengan penerus Nexus, Hizam, yaitu kamu… harus bersikap saaaaangat baik ama aku.”Setelah mengucapkan itu, Dania menyunggingkan senyum seringainya.Hizam hanya bisa memandang Dania dengan tatapan bingung, tetapi juga penuh amarah yang tertahan. Sesuatu tentang wanita itu terasa berbeda, tetapi dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang sedang terjadi.“Maksudmu apa sih, Dania? Ngapain aku harus bergaul baik ama kamu lebih dulu kalau ingin
Pada esok harinya….Hizam Grimaldi berjalan memasuki lobi kantor Nexus Holdings dengan langkah penuh percaya diri.Penampilan pria itu tergolong sempurna, mengenakan jas hitam mahal dengan dasi merah marun, namun di dalam hatinya dia merasa sedikit tidak nyaman.Ini semua karena perintah ayahnya, Arvan Grimaldi tadi malam. “Besok Papa tak mau tau. Pergilah ke Nexus Holdings. Pewaris perusahaan itu dirumorkan masih berada di Morenia. Kamu harus menjalin hubungan baik dengannya, tak boleh gagal! Jangan sampai kita kehilangan peluang kerja sama besar!” begitu instruksi tegas yang dia terima.Namun, rasa tidak nyaman Hizam perlahan berubah menjadi kekesalan saat dia memasuki ruang pribadi Yohan. Di sana, dia melihat Yohan, sang Managing Director Nexus Holdings di Morenia, berdiri di samping kursi besar yang diduduki seorang wanita yang sangat dia kenal—Dania.Mata Hizam membelalak, tetapi bukan karena keterkejutan biasa. “Kamu ngapain di sini?” suaranya tajam, nyaris seperti perintah terh
‘Astaga! Astaga! Astaga!’ Dania merasakan jantungnya sibuk berdebar kencang.Dia tidak menyangka akan diberi pertanyaan mengenai sesuatu yang… yang… membuat wajahnya akan merah padam.“Itu… sakit…” Suara Dania seperti mencicit pelan. Dia bingung. Harus menanggapi dengan kalimat apa?Karena gugup, Dania tak berani menatap Rivan. Kepalanya terus tertunduk, seakan meja dan piring jauh lebih memikat mata ketimbang pria tampan di depannya.“Dania…” Rivan menyapa dengan suara lebih lembut.Tangan pria itu juga terjulur untuk menggapai tangan Dania. Senyumnya tak pernah luntur dari wajah tampannya.“Um!” Dania tersentak.Dia terlalu gugup saat ini, hingga tanpa sadar menarik tangannya dari gapaian Rivan. Dia bisa melihat pria itu terlihat kecewa.Tapi bagaimana ini? Dia tak mungkin mendorong tangannya lagi untuk masuk ke telapak tangan Rivan, kan?Akan aneh, bukan?“A-aku makan dulu sopnya, yah!” Dania mengalihkan pembicaraan.Dia segera meraih mangkuk untuknya dan mulai menyantapnya di bawah
“Anda menolak tamu ini?” tanya petugas melalui telepon khusus.“Iya, Pak! Iya! Tolak aja! Bilang, aku udah tidur!” Dania mengulangi ucapannya, kali ini dengan nada tegas agar lebih meyakinkan petugas di bawah sana.Setelah mengakhiri pembicaraan singkat dengan petugas, Dania kembali ke ruang tengah dan duduk gelisah di sofa mahalnya.Tanpa sadar, giginya sibuk menggigiti tepian kukunya beserta kulit di bagian pinggir. Tingkah ketika dia sedang gelisah maupun panik.“Duh, gimana, sih! Aku malah nolak dia? Padahal aku… aku harus tanya ke dia soal… soal… arrkhhh! Nggak mungkin aku tanya: Riv, apa benar kamu yang udah ambil perawan aku? Aish! Gila aja tanya gitu ke dia!”Dania yang awalnya sangat menginginkan kedatangan Rivan, kini justru gelisah dan takut bertemu pria itu. Lebih tepatnya, dia malu. Sangat malu.Entah seperti apa dia ketika malam itu melakukannya dengan Rivan. Argh! Dia tak mau membayangkannya! Pasti bukan sebuah hal yang menyenangkan untuk diingat-ingat, bukan?Duduk gel
“Mmhh~ Riiivv~” Dania masih saja mengerang manja sambil menampilkan wajah penuh minatnya terhadap Rivan.Dikarenakan Dania terus saja memancing, maka Rivan tak bisa mengelak dari hasratnya sendiri.Dia terpikat pada Dania sejak lama dan dia yakin Dania kini bisa membalas perasaanya yang sudah berkembang menjadi sayang dan cinta.“Annhh~” Dania melenguh pelan ketika Rivan mulai menciumi tubuhnya.Sesekali dia akan bergidik karena geli dan mendapatkan sensasi asing yang baru kali ini dirasakan.Napas Dania tersengal, dia terengah-engah ketika sentuhan-sentuhan Rivan membawa eforia tersendiri bagi tubuhnya yang amatir.“A-aarkhh!” Dania tanpa segan menyerukan suara lepasnya ketika dirinya mendapatkan pengalaman yang pertama kalinya di dalam hidup.Hingga akhirnya tangannya terus digenggam erat Rivan sambil dia menyerahkan seluruh dirinya pada pria itu, meski di bawah pengaruh obat.***“Umrh~” Dania terbangun dan mendapati dirinya sudah ada di tempat tidur huniannya. Sendirian.Ketika di