“Mbak Rara ya?” tanya Sari -- sekretaris Kevin. “Masuk saja Mbak, sudah ditunggu Pak Kevin.”
Rara tersenyum dan menganggukan kepalanya. Isi kepalanya bertanya-tanya apa yang membuat Kevin memanggil dirinya, bahkan rekan-rekan satu divisi pun sama herannya. Kalau urusan pekerjaan, seharusnya Kevin berurusan dengan Robert selaku manager bukan Rara yang hanya staf.
Mengetuk pelan pintu yang menjulang di hadapannya, Rara sempat terpukau dengan interior ruang kerja Kevin. Sangat aesthetic. Sambil menekan handle pintu, tatapan Rara masih menatap heran sekeliling ruang kerja Kevin. Seakan lupa dengan tujuannya datang.
“Mau sampai kapan berdiri disitu?”
“Eh.” Ucapan Kevin menyadarkan lamunan gadis itu. “Ada apa Bapak memanggil saya?”
“Duduk!” titah Kevin menunjuk ke arah sofa.
Rara dan Kevin sudah duduk bersama, diakui oleh gadis itu Kevin memang sempurna. Tampan, kaya sudah pasti, jabatan dan keluarga yang oke. Hanya satu kekurangan pria itu … angkuh. Bagaimana tidak, Kevin duduk dengan kaki menyilang khas para pria dengan tangan bersedekap.
“Mami ingin kita segera menikah!”
Kalimat barusan sukses membuat Rara terbelalak bahkan mendengus kesal. bukankah Kevin berjanji akan menyelesaikan masalah hubungan pura-pura mereka, tapi kenapa malah semakin jauh.
“Menikah? Bukannya kita sepakat putus Pak?”
“Tapi Mami dan Papi ingin kita segera menikah.”
“Saya nggak maulah menikah dengan Bapak, memang saya cewek apakah?”
Kevin mengernyitkan dahinya mendengar penolakan Rara. Seakan dirinya tidak pantas bersanding dengan gadis itu, dilihat dari segi apapun tentu saja Kevin sangat unggul.
“Kamu pikir saya mau.”
“Ck, ya emang Bapak itu ganteng dan itu nggak usah ditanya apalagi pake mikir dua kali. Anak kecil juga tahu Pak Kevin ganteng, tapi ‘kan kita nggak saling cinta udah gitu Bapak sudah ....” Rara menjeda kalimatnya sambil menatap Kevin yang menunggu kelanjutan ucapan gadis itu.
“Sudah apa?”
“Hm, sudah tua,” sahut Rara lirih.
“Kamu ….” Kevin menahan geramannya, tidak mungkin dia menghardik atau berlaku kasar pada Rara. Kalau bukan karena ancaman orang tuanya, tidak mungkin Kevin membicarakan masalah pernikahan dengan Rara.
Sudah tersusun ide di kepalanya dan siap mengatakan pada Mihika dan Arka kalau dia dan Rara sudah selesai, tapi semua pupus ketika ada pemberitaan tentang dirinya di club malam. Kevin bukan player sejati, apalagi menghabiskan malam dengan wanita random. Sesekali bersama rekan-rekannya ke club untuk minum, kalau pun harus berakhir di ranjang sudah pasti dengan wanita berlabel kekasih.
Entah siapa yang sudah mengupload berita tersebut, yang jelas Arka murka dan mendesak Kevin untuk segera menikah lagi. Citra keluarga dan perusahaan tentu saja dipertaruhkan, tidak ingin masyarakat mencap buruk putranya terbiasa dengan dunia malam. Pasangan itu mendesak agar Kevin segera menikahi Rara untuk mengalihkan pemberitaan dan yang mereka tahu Kevin dan Rara memang saling mencinta.
“Kamu pikir saya mau menikahi denganmu, saya ada kekasih dan kami berencana menikah tapi tidak dalam waktu dekat.”
“Itu bukan urusan saya Pak,” ujar Rara dengan penuh keyakinan seakan tidak memiliki masalah dengan Kevin. Padahal dia masih ada urusan perusakan mobil pria itu.
Hanya Rara kandidat yang direstui oleh orangtuanya. Mengakui Rara bukan kekasih dan Vanya kekasih sesungguhnya tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi sebagai artis gaya hidup Vanya tidak cocok dengan keluarga besarnya. Perlu waktu agar Vanya diterima di keluarganya.
Kevin tidak hilang akal, dia tetap memenuhi perintah Mihika dan Arka untuk menikah dengan Rara. Meskipun gadis itu enggan.
“Kalau begitu kita selesaikan saja urusan kita, kamu bisa transfer ganti rugi mobil saya ke rekening … sebentar,” ujar Kevin sambil membuka ponselnya seakan mencari nomor rekening. “Hm, ke mana ya. Ah ini saja.”
Mendengar dia harus segera membayar ganti rugi apalagi saldo di rekeningnya sudah sekarat, membuatnya panik.
“Pak Kevin, tolong berikan saya waktu.”
“Oke, lima menit. Lakukan transfer ke ….”
“Saya tidak ada uang Pak. Orangtua saya pun menunggu kiriman dari saya, tolong beri saya waktu. Pasti akan saya bayar.”
Gotcha.
Lagi-lagi Kevin mendapatkan ide untuk memenuhi apa yang diminta oleh orangtuanya. Memanfaatkan kondisi Rara yang terdesak, gadis itu tidak akan menolak. Bukan karena Kevin jahat memanfaatkan Rara, tapi win win solution yang dia akan tawarkan tentu saja dalam konteks niat baik.
“Ah, bagaimana kalau kita menikah kontrak hanya untuk jangka waktu tertentu. Hutangmu aku anggap lunas dan kebutuhan keuanganmu akan terpenuhi. Ada kompensasi yang kamu dapatkan dari pernikahan ini.”
Brak.
Rara menggebrak meja di hadapannya.
“Pak Kevin, menikah itu bukan untuk main-main. Apalagi ada orangtua yang harus terlibat, saya tidak mau menipu orang tua saya dan juga orang tua Pak Kevin. Sore ini, saya pastikan membayar hutang Bapak. Permisi.”
Rara berdiri lalu meninggalkan Kevin. Senyum tersemat di wajah Kevin.
“Tunggu saja, kamu akan datang lagi dan menerima tawaran dariku.”
***
Rara tidak fokus dengan pekerjaannya. Selain dia harus membayar sepuluh juta, pesan yang dikirim dari kampung mengabarkan kondisi orangtuanya membuat kepalanya sakit.
“Arrghh, uang dari mana,” gumam Rara. “Tunggu, Kak Harun. Apa aku minta bantuan Kak Harun? Tapi kami sudah putus. Demi Bapak dan Ibu juga membayar hutang Pak Kevin.”
Jam istirahat Luna mendatangi kantor tempat Harun bekerja. Tepat sekali pria itu berada di lobby, mungkin akan keluar makan siang. Rara segera menghampiri setelah memastikan penampilannya tidak memalukan.
“Kak Harun.”
Pria yang sedang fokus dengan ponselnya, menoleh mendengar seseorang memanggil dirinya.
“Rara.”
Rara tersenyum, itu pun terpaksa. Menahan emosi serta melupakan adegan yang pernah dia saksikan juga sakitnya pengkhianatan yang dilakukan pria itu.
“Apa kabar Kak?”
Aduh, Rara. Nggak usah beg0 juga kali. Ya kabar dia baiklah, baru juga berapa hari mutusin Harun pake nanya kabar macam tahunan nggak bertemu, batin Rara sambil mengumpat dalam hatinya.
“Baik, aku baik.” Harun tersenyum sinis menatap gadis di hadapannya.
Rara baru akan mengatakan kalau dia ingin bicara, tapi kedatangan seorang wanita yang langsung memeluk lengan Harun membuatnya tidak bisa berkata-kata. Wanita itu adalah wanita yang sama yang dia lihat hari itu.
“Jalan sekarang yuk. Loh, kamu ….”
“Dia Rara, mantan pacarku,” sahut Harun.
“Ah, cewek gila yang marah-marah waktu lihat kita bersenang-senang. Mau apa kamu?”
Sepertinya ide menemui Harun untuk membantu permasalahan Rara adalah ide buruk. Belum juga Rara bicara, sudah dihina oleh wanita yang bersama Harun.
“Kebetulan saya lihat Kak Harun dan ingin menyapa.”
“Bagaimana hidupmu sekarang? Sudah mendapatkan pria lebih hebat dari aku?” tanya Harun seraya mengejek bahkan sengaja merangkul wanitanya.
Rara terdiam, sedangkan pasangan tidak tahu malu itu masih menunggu jawaban darinya.
KIra-kira Rara bakal jawab apa ya?
Rara menghela pelan masih menatap pasangan di hadapannya. Pasangan gila menurut versinya.“Hm, gimana ya.”Harun terkekeh, sambil melirik sinis.“Kamu terlalu naif Ra. Hari gini masih sok suci, yang ada kamu jadi perawan tua. Cantik juga percuma kalau tidak bisa memuaskan laki-laki," ungkap Harun masih menyudutkan Rara. “Jadi begini, aku sengaja datang kesini dan ada Kak Harun juga mbak yang cantik dan bisa memuaskan laki-laki seperti di maksud Kak Harun ya,” tutur Rara dan cukup memprovokasi. “Tentu saja aku sudah mendapatkan pengganti Kak Harun, lebih baik malah. Lebih dari segala hal.”“Hah, mana mungkin. Itu hanya khayalanmu saja.”“Aku serius Kak. Dia tampan, kaya, walaupun bicara masalah puas dan tidak puas tentu saja pria ini bisa mengajariku karena dia sudah berpengalaman dan kami akan segera menikah. Aku pastikan Kak Harun dan mbak yang katanya cantik ini akan kami undang. Jangan sampai tidak hadir ya. Bye Kak Harun,” ujar Rara lalu melambaikan tangannya dan meninggalkan pasa
Rara mengabaikan Kevin, padahal pria itu sedang menunggu dirinya mengirimkan lokasi dimana dia tinggal. Bukan tanpa alasan, tentu saja karena … terpaksa harus bertemu. Baik Kevin dan Rara sudah sepakat akan menjalani pernikahan kontrak, tapi siapa sangka kalau Vanya datang ke Jakarta dan sudah siap dengan hubungan yang lebih serius.Tidak mungkin Kevin mengatakan pada orang tuanya kalau dia hanya memanfaatkan Rara. Apalagi Maminya mengatakan ketidaksukaan dengan Vanya sebagai artis. Selain gaya hidup bebas dan busana yang dikenakan wanita itu selalu terbuka berkesan seperti wanita nakal.Kevin akan duduk bersama dengan Rara dan Vanya tentunya, untuk membicarakan masalah mereka kedepannya dan harus malam ini karena besok pagi Rara diundang untuk sarapan bersama di kediaman orangtua Kevin.“Shittt, ke mana dia,” gumam Kevin dengan emosi karena Rara belum juga mengirimkan lokasinya. Bahkan dihubungi tidak dijawab. Tentu saja tidak akan dijawab, karena ponsel Rara sudah dalam mode silent
Rara menyanggupi perjanjian yang diajukan Kevin semata-mata karena untuk orangtuanya. Keadaan ekonomi yang memaksanya patuh pada perjanjian yang memang berat sebelah. Apalagi hinaan dari Vanya untuknya dan sengaja memperlihatkan kemesraan bersama Kevin. Sungguh Rara sebenarnya muak, tapi dia hanya bisa pasrah. “Pak, sudah selesai ‘kan?” tanya Rara. “Besok pagi, kita akan bertemu Mami dan Papi. Jangan katakan yang aneh-aneh, ikuti saja apa yang aku katakan. Mereka akan mempercepat pernikahan kita.” “Apa?” “Ck, berlagak kaget. Pasti kamu senang ‘kan bisa menikah dengan Kevin. Jadi istri dan menantu keluarga orang terpandang.” Vanya memang bermulut pedas, mungkin karena sifat wanita itu atau mungkin juga karena cemburu. “Kamu sebaiknya istirahat, jangan sampai besok terlihat mengerikan,” titah Kevin mengakhiri perdebatan antara Vanya dan Rara. “Saya nggak mungkin pulang sekarang Pak, ini sudah lewat tengah malam. Bisa-bisa saya dianggap perempuan tidak baik lalu diusir. Susah cari
“Pak Kevin, ini gimana ceritanya. Kenapa kita menikah minggu depan?” tanya Rara lirih. Ada kesempatan untuk bicara berdua, segera Rara konfirmasi masalah yang disampaikan Arka.“Memang kenapa kalau diadakan minggu depan. Kamu tidak perlu persiapan yang gimana-gimana, toh semua ada yang mengurus dan kita menikah bukan atas dasar cinta jadi tidak usah membayangkan akan sebahagia apa rumah tangga kita nanti.”“Bukan begitu pak, saya ….”“Ah, iya. Kamu tidak usah khawatir masalah biaya pernikahan termasuk resepsi. Semua aku yang akan tanggung dan kamu tidak akan menduga berapa banyak biaya yang akan kami habiskan untuk sekedar resepsi pernikahan. Cukup menyiapkan diri sebagai calon mempelai wanita tapi jangan harap menjadi istri yang sebenarnya.”Rara mengepalkan kedua tangan, ucapan Kevin tadi cukup menghina dan merendahkan dirinya. Entah kehidupan apa yang akan terjadi setelah mereka menikah, meskipun hanya sementara. Kevin begitu angkuh, bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasan dari
Rara dan Kevin sudah tiba di Juanda International Airport dan sudah hampir jam sembilan malam. Tidak mungkin Rara mengajak Kevin langsung ke rumah sakit menemui orang tuanya, atau ke rumah yang begitu sederhana dan membuat calon suami juga atasannya tidak nyaman.Tanpa menunggu keputusan Rara, Kevin mengajak gadis itu menuju hotel yang tidak jauh dari bandara. Ternyata Sari sudah mengatur baik tiket pesawat dan booking hotel selama Kevin berada di Surabaya. Sampai di hotel, dua kunci kamar sudah mereka terima dan langsung menuju kamar tersebut.“Besok pagi kita sepakati dulu informasi tentang hubungan kita, jangan sampai orang tua kamu curiga,” ujar Kevin ketika mereka berada di lift.“Baik, Pak.”Ternyata kamar Kevin dan Rara bersebelahan, Kevin langsung masuk ke kamarnya tanpa mengatakan apapun. Rara pikir pria itu akan mengajaknya makan malam, apalagi sejak tadi siang belum mengisi perutnya karena sibuk mempersiapkan perjalanan yang mendadak.“Huft.”Rara merebahkan diri di ranjang
“Iya bu, kami memang serius. Ibu dan Ayah harus restui kami,” pinta Rara pada Ibunya sambil merengek manja. Rara menatap Kevin dengan tersenyum, memperlihatkan bahwa keduanya sebagai pasangan yang saling mencintai dan bahagia.Demi kenyamanan ketika mengunjungi Ayah Rara, Kevin pun memindahkan pelayanan perawatan menjadi kelas VIP dengan semua biaya ditanggung olehnya. Tentu saja keluarga Rara merasa bersyukur dengan bantuan Kevin. Sedangkan Rara merasa semakin bersalah karena ada kebohongan di balik kebaikan Kevin. “Temani nak Kevin makan, ini sudah siang Ra,” ujar Ibu yang sedang menyuapi Ayah. “Iya Bu.” Kevin sudah berkenalan dengan Ayah Rara, tapi belum bisa bicara banyak hal termasuk menyampaikan rencana dan maksud menemui pria itu. Menunggu sampai keadaan lebih baik, mungkin besok. Pasangan itu pamit kembali ke hotel, Kevin menunjukkan kepeduliannya dengan memastikan pelayanan yang diterima oleh orangtua Rara adalah yang terbaik. “Sudah sana antar dulu Nak Kevin, nanti so
Ayah Rara sudah diperbolehkan pulang, tentu saja Rara tidak lagi menginap di hotel. Apalagi orangtua Kevin juga sudah tiba di Surabaya. Besok adalah melaksanakan akad nikah antara Kevin dan Rara. Sempat ada kasak kusuk dari kerabat Rara, karena pernikahan yang cukup mendadak.Mereka menduga Rara sudah hamil, apalagi gadis itu selama ini bekerja di Jakarta jauh dari pantauan orang tua. Rara tidak peduli akan hal itu, baginya lebih penting mempersiapkan jiwa dan raganya menjadi istri Kevin Baskara. Lebih tepatnya istri bayaran.“Ra, ibu boleh masuk.”“Iya Bu.”Ibu dan anak itu duduk di tepi ranjang yang sudah dihias. Meskipun sederhana, tapi menunjukan kalau kamar tersebut adalah kamar pengantin.“Besok tanggung jawab kami sebagai orang tua akan berpindah pada Nak Kevin. Patuhlah pada suami dan jaga kehormatan keluarga. Jadilah istri dan Ibu rumah tangga yang baik.”Rara mendengarkan nasehat Ibunya. Meskipun ada rasa tercubit karena pernikahan itu hanya akan berlangsung selama satu tahu
Penampilan Vanya berhasil membuat Kevin panas dingin, gairahnya menyala. Seakan membangunkan macan yang sedang tidur. Sebagai pria dewasa yang sudah pernah menikah tentu saja ada kebutuhan batin yang harus dipenuhi dan kedatangan Vanya ke Jakarta seakan menjadi pelipur dahaga.Kevin memeluk tubuh ramping Vanya dan mendesak masuk, menggunakan kakinya untuk menutup pintu. Vanya rebah di sofa dan langsung mendapat serangan dari Kevin. Bibir mereka bertemu dalam pagutan liar dan panas serta tangan terampil menyusup ke dalam gaun tipis yang dikenakan Vanya, menyentuh gundukan kenyal nan lembut.Bibir Kevin berpindah pada leher jenjang wanita yang mulai mendesah karena kecupan dan gigitan kecil yang dilakukan pria itu. Bahkan desahan semakin keras saat tali gaun perlahan diturunkan dan menunjukan bagian depan tubuh Vanya yang tidak menggunakan penutup berenda.“Vanya … panggil namaku,” bisik Kevin dengan suara beratnya.“Hmm.”Vanya menikmati sentuhan tangan Kevin mulai meraba di bawah sana