Share

Part 6 ~ Rencana Kevin

“Mbak Rara ya?” tanya Sari -- sekretaris Kevin. “Masuk saja Mbak, sudah ditunggu Pak Kevin.”

Rara tersenyum dan menganggukan kepalanya. Isi kepalanya bertanya-tanya apa yang membuat Kevin memanggil dirinya, bahkan rekan-rekan satu divisi pun sama herannya. Kalau urusan pekerjaan, seharusnya Kevin berurusan dengan Robert selaku manager bukan Rara yang hanya staf.

Mengetuk pelan pintu yang menjulang di hadapannya, Rara sempat terpukau dengan interior ruang kerja Kevin. Sangat aesthetic. Sambil menekan handle pintu, tatapan Rara masih menatap heran sekeliling ruang kerja Kevin. Seakan lupa dengan tujuannya datang.

“Mau sampai kapan berdiri disitu?”

“Eh.” Ucapan Kevin menyadarkan lamunan gadis itu. “Ada apa Bapak memanggil saya?”

“Duduk!” titah Kevin menunjuk ke arah sofa.

Rara dan Kevin sudah duduk bersama, diakui oleh gadis itu Kevin memang sempurna. Tampan, kaya sudah pasti, jabatan dan keluarga yang oke. Hanya satu kekurangan pria itu … angkuh. Bagaimana tidak, Kevin duduk dengan kaki menyilang khas para pria dengan tangan bersedekap.

“Mami ingin kita segera menikah!”

Kalimat barusan sukses membuat Rara terbelalak bahkan mendengus kesal. bukankah Kevin berjanji akan menyelesaikan masalah hubungan pura-pura mereka, tapi kenapa malah semakin jauh.

“Menikah? Bukannya kita sepakat putus Pak?”

“Tapi Mami dan Papi ingin kita segera menikah.”

“Saya nggak maulah menikah dengan Bapak, memang saya cewek apakah?”

Kevin mengernyitkan dahinya mendengar penolakan Rara. Seakan dirinya tidak pantas bersanding dengan gadis itu, dilihat dari segi apapun tentu saja Kevin sangat unggul.

“Kamu pikir saya mau.”

“Ck, ya emang Bapak itu ganteng dan itu nggak usah ditanya apalagi pake mikir dua kali. Anak kecil juga tahu Pak Kevin ganteng, tapi ‘kan kita nggak saling cinta udah gitu Bapak sudah ....” Rara menjeda kalimatnya sambil menatap Kevin yang menunggu kelanjutan ucapan gadis itu.

“Sudah apa?”

“Hm, sudah tua,” sahut Rara lirih.

“Kamu ….” Kevin menahan geramannya, tidak mungkin dia menghardik atau berlaku kasar pada Rara. Kalau bukan karena ancaman orang tuanya, tidak mungkin Kevin membicarakan masalah pernikahan dengan Rara.

Sudah tersusun ide di kepalanya dan siap mengatakan pada Mihika dan Arka kalau dia dan Rara sudah selesai, tapi semua pupus ketika ada pemberitaan tentang dirinya di club malam. Kevin bukan player sejati, apalagi menghabiskan malam dengan wanita random. Sesekali bersama rekan-rekannya ke club untuk minum, kalau pun harus berakhir di ranjang sudah pasti dengan wanita berlabel kekasih.

Entah siapa yang sudah mengupload berita tersebut, yang jelas Arka murka dan mendesak Kevin untuk segera menikah lagi. Citra keluarga dan perusahaan tentu saja dipertaruhkan, tidak ingin masyarakat mencap buruk putranya terbiasa dengan dunia malam. Pasangan itu mendesak agar Kevin segera menikahi Rara untuk mengalihkan pemberitaan dan yang mereka tahu Kevin dan Rara memang saling mencinta.

“Kamu pikir saya mau menikahi denganmu, saya ada kekasih dan kami berencana menikah tapi tidak dalam waktu dekat.”

“Itu bukan urusan saya Pak,” ujar Rara dengan penuh keyakinan seakan tidak memiliki masalah dengan Kevin. Padahal dia masih ada urusan perusakan mobil pria itu.

Hanya Rara kandidat yang direstui oleh orangtuanya. Mengakui Rara bukan kekasih dan Vanya kekasih sesungguhnya tidak akan menyelesaikan masalah. Apalagi sebagai artis gaya hidup Vanya tidak cocok dengan keluarga besarnya. Perlu waktu agar Vanya diterima di keluarganya.

Kevin tidak hilang akal, dia tetap memenuhi perintah Mihika dan Arka untuk menikah dengan Rara. Meskipun gadis itu enggan.

“Kalau begitu kita selesaikan saja urusan kita, kamu bisa transfer ganti rugi mobil saya ke rekening … sebentar,” ujar Kevin sambil membuka ponselnya seakan mencari nomor rekening. “Hm, ke mana ya. Ah ini saja.”

Mendengar dia harus segera membayar ganti rugi apalagi saldo di rekeningnya sudah sekarat, membuatnya panik.

“Pak Kevin, tolong berikan saya waktu.”

“Oke, lima menit. Lakukan transfer ke ….”

“Saya tidak ada uang Pak. Orangtua saya pun menunggu kiriman dari saya, tolong beri saya waktu. Pasti akan saya bayar.”

Gotcha.

Lagi-lagi Kevin mendapatkan ide untuk memenuhi apa yang diminta oleh orangtuanya. Memanfaatkan kondisi Rara yang terdesak, gadis itu tidak akan menolak. Bukan karena Kevin jahat memanfaatkan Rara, tapi win win solution yang dia akan tawarkan tentu saja dalam konteks niat baik.

“Ah, bagaimana kalau kita menikah kontrak hanya untuk jangka waktu tertentu. Hutangmu aku anggap lunas dan kebutuhan keuanganmu akan terpenuhi. Ada kompensasi yang kamu dapatkan dari pernikahan ini.”

Brak.

Rara menggebrak meja di hadapannya.

“Pak Kevin, menikah itu bukan untuk main-main. Apalagi ada orangtua yang harus terlibat, saya tidak mau menipu orang tua saya dan juga orang tua Pak Kevin. Sore ini, saya pastikan membayar hutang Bapak. Permisi.”

Rara berdiri lalu meninggalkan Kevin. Senyum tersemat di wajah Kevin.

“Tunggu saja, kamu akan datang lagi dan menerima tawaran dariku.”

***

Rara tidak fokus dengan pekerjaannya. Selain dia harus membayar sepuluh juta, pesan yang dikirim dari kampung mengabarkan kondisi orangtuanya membuat kepalanya sakit.

“Arrghh, uang dari mana,” gumam Rara. “Tunggu, Kak Harun. Apa aku minta bantuan Kak Harun? Tapi kami sudah putus. Demi Bapak dan Ibu juga membayar hutang Pak Kevin.”

Jam istirahat Luna mendatangi kantor tempat Harun bekerja. Tepat sekali pria itu berada di lobby, mungkin akan keluar makan siang. Rara segera menghampiri setelah memastikan penampilannya tidak memalukan. 

“Kak Harun.”

Pria yang sedang fokus dengan ponselnya, menoleh mendengar seseorang memanggil dirinya.

“Rara.”

Rara tersenyum, itu pun terpaksa. Menahan emosi serta melupakan adegan yang pernah dia saksikan juga sakitnya pengkhianatan yang dilakukan pria itu.

“Apa kabar Kak?”

Aduh, Rara. Nggak usah beg0 juga kali. Ya kabar dia baiklah, baru juga berapa hari mutusin Harun pake nanya kabar macam tahunan nggak bertemu, batin Rara sambil mengumpat dalam hatinya.

“Baik, aku baik.” Harun tersenyum sinis menatap gadis di hadapannya.

Rara baru akan mengatakan kalau dia ingin bicara, tapi kedatangan seorang wanita yang langsung memeluk lengan Harun membuatnya tidak bisa berkata-kata. Wanita itu adalah wanita yang sama yang dia lihat hari itu.

“Jalan sekarang yuk. Loh, kamu ….”

“Dia Rara, mantan pacarku,” sahut Harun.

“Ah, cewek gila yang marah-marah waktu lihat kita bersenang-senang. Mau apa kamu?”

Sepertinya ide menemui Harun untuk membantu permasalahan Rara adalah ide buruk. Belum juga Rara bicara, sudah dihina oleh wanita yang bersama Harun.

“Kebetulan saya lihat Kak Harun dan ingin menyapa.”

“Bagaimana hidupmu sekarang? Sudah mendapatkan pria lebih hebat dari aku?” tanya Harun seraya mengejek bahkan sengaja merangkul wanitanya.

Rara terdiam, sedangkan pasangan tidak tahu malu itu masih menunggu jawaban darinya.

dtyas

KIra-kira Rara bakal jawab apa ya?

| 1

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status