Share

Mas Firman

Part 6

Hari itu ulang tahun Viyo, sebuah cake minimalis berhiaskan lapangan sepak bola lengkap dengan 11 miniatur pemain bola dan miniatur gawang indah menghiasi, sebuah kado besar dipegang oleh Yogi, seorang laki-laki memegang kue ulang tahun untuk Viyo yang sudah diberi lilin dan dinyalakan dari luar rumah.

"Mungkin itu temennya Mas Yogi," pikir Silvi.

Ya ini adalah jam pulang kerjanya Yogi jam 05.00 sore. Dua orang laki-laki ini membuat kejutan untuk putra semata wayang Silvi dan Yogi.

"Viyo...," Panggil Yogi gemas.

Viyo yang sedang asyik bermain bersama ibunya langsung berlari menyambut kedatangan ayahnya.

"Papa...," Sambut hangat Viyo.

"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday, happy birthday, happy birthday to you," nyanyian ayahnya membuat Viyo sangat bahagia.

Laki-laki itu menyodorkan kue yang sudah diberi lilin angka 3 yang menyala, Viyo langsung meniupnya dengan senang hati.

"Yey...," Sorak sorai Viyo menggema di seluruh ruangan rumah kontrakan sederhana itu.

"Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga...," sambung laki-laki itu ikut bernyanyi.

"Ayo Viyo disuapin papanya sama mamanya!" seru laki-laki itu.

"Sebentar, sebentar, Om fotoin ya," Ucap laki-laki itu seraya mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

Viyo menyuapi papahnya kemudian menyuapi mamanya, layaknya keluarga bahagia yang idealis mereka berfoto, saling suap, saling mencium buah hati, terakhir Yogi mencium pipi kanan Viyo, dan Silvi mencium pipi kiri Viyo.

Klik…,

Keluarga kecil Silvi di potret oleh seorang laki-laki yang baru saja datang bersama Yogi.

Viyo membuka kado ulang tahun dari Papanya, Dia sangat senang, isinya sebuah mobil truk besar yang bisa dia duduk sendiri.

"Makasih papa," Ucap Viyo.

Tubuh mungilnya mengendarai mobil-mobilan besar itu dan mengelilingi seisi rumah.

brum brum brum... Viyo memainkan mobil itu.

Satu kado lagi dari teman laki-lakinya Yogi Viyo membukanya dengan senang hati.

"Oia, kenalin ini istri saya, Silvi.” ucap Yogi sambil memeluk Silvi.

Srrr…

Silvi merasa merinding, lagi-lagi Yogi bersikap hangat kepadanya, hanya di depan rekannya. Silvi menelungkupkan kedua tangannya dan merapatkan tangan itu di depan dadanya, jilbab instannya yang lebar membuat laki-laki itu mengerti bahwa Silvi tidak ingin berjabat tangan dengannya. Ia pun memakluminya karena itu adalah salah satu prinsip hidup seorang wanita yang taat terhadap agamanya. Tidak bersentuhan dengan laki-laki yang bukan muhrimnya.

"Salam kenal Mbak, saya Firman," laki-laki itu pun menelungkupkan kedua tangannya di depan dada sembari tersenyum sama halnya seperti Silvi.

“Salam, Pak Firman,” balas Silvi senyum.

“Oh iya Bapak ini temen kantornya Mas Yogi?” Tanya Silvi mengakrabkan diri.

“Kok panggil Bapak sih, saya kan masih muda,” Canda Firman.

“Panggil Firman aja, biar nyantai, atau mau panggil ‘Mas Firman’ juga boleh kok, hihihi,”

“Hus, istri gua nih,” sanggah Yogi. Tangan kanan Yogi melingkar di pinggang kecilnya Silvi.

Silvi hanya tersenyum kaku.

“Andaikan kau sehangat ini setiap saat, Mas,” halu Silvi.

Hidung mancung, bulu mata lentik dan lesung pipi menghiasi wajah pria ini, kulitnya pun mulus tak seperti yogi yang memiliki bulu halus di tangannya. Tampan, seperti halnya yang dikatakan orang-orang kepada suamiku.

"Tampan sekali,” bisik Silvi dalam hati.

“Kalau seandainya pria ini pakai kerudung, sepertinya akan jadi cantik saking tampannya,” Silvi mulai halu.

“Astagfirullah,” ucap Silvi menyadarkan diri.

“Pikiranku melantur,” gumamnya dalam hati.

“Permisi, Pak, saya ke dapur dulu mau ngambil minum buat bapak,” silvi berdiri dan merengkuhkan badan.

“Nggak usah, nggak usah, saya nggak lama kok, saya pulang ya, Yog.” Mata laki-laki itu kini beradu dengan Yogi.

“Selamat Ulang tahun, Viyo, Om pulang ya,” suara laki-laki itu agak meninggi.

“Dia siapa, Mas?” Tanya Silvi usai kepergian Firman.

“Dia pacarku,” jawab Yogi datar.

“Apa? Gila kamu, Mas,” Silvi terperanjat.

“Hahaha, bodoh, masa ia dia pacarku? Punya rasa humor sedikit napa?” senyum Yogi terlihat sinis.

“Ya Alloh, jantungku hampir copot,” Silvi mengelus dada.

“Dah lah, aku capek, kamu sudah masak air belum? Aku gerah mau mandi air hangat,” yogi meninggalkan Silvi. Suasana dingin telah kembali. Sikap Yogi selalu begitu, jika ada teman atau tamu dia seolah menjadi suami ideal yang sempurna. Namun jika mereka sudah pergi sikapnya kembali sedingin salju.

“Rasanya aku sudah lelah dengan sandiwara ini,” Silvi menggelengkan kepala.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status