“Aku pulang…” terdengar sapaan Harry dari depan pintu yang terbuka lalu tertutup kembali, “Astaga… lelah sekali. Jane, kau di mana?” sambungnya menggerutu.
“Aku di sini.” Jane terdengar gembira saat menjawab. Tapi itu bukan karena kepulangan suaminya, tapi senyuman si kecil Lizzie padanya lah yang membuatnya senang.
Namun jelas sekali hal itu membuat Harry seketika mengerutkan dahi, “Anak siapa itu?” tanyanya serius.
Senyuman Jane pun redup. Entah mengapa nada bicara suaminya tidak enak didengar, “Kenapa kau pulang terlambat? Aku menunggumu. Kau sangat tahu kalau mama sulit sekali kuberi penjelasan.”
<
“Dari bawah. Kaos kaki? Sudah. Sepatuku? Bagus, sudah mengkilap. Sekarang yang bagian atas. Ah, dasiku kurang rapi.” Bryan bergumam sendirian saat menilai penampilannya di depan cermin, “Sempurna!” pujinya pada diri sendiri. Hari ini memang bukan yang pertama kalinya Bryan bekerja untuk Jane dan Harry, karena kemarin ia sudah mengantongi kesan baik dari para bos barunya. Tapi hari ini dirinya akan resmi bekerja, mengantar jemput Harry dari apartemennya ke kantor. Sudah pasti penampilan sopir CEO AoS Fashion haruslah rapi. “Aku siap.” ujarnya mantap sebelum menoleh dan mendekat pada ranjang, di mana Lizzie yang sudah cantik dan wangi tertidur. Bryan mulai mengangkat—menggendong—Lizzie ke pelukannya, “Ayah akan bekerja dulu, Nak. Kau harus tetap menjadi a
“Stu, aku sudah di depan bar ini. Kau sudah memastikan kasir bar itu sudah tahu kalau aku yang akan datang, kan?” Bryan terlihat bicara dengan seseorang di sambungan telepon, “Baiklah, aku masuk sekarang.” sambungnya lalu menutup panggilan. “Ada-ada saja. Kenapa aku masih harus berpura-pura menakuti orang seperti ini lagi?” Bryan menggerutu sebelum masuk ke sebuah bar yang buka selama 24 jam. Kedatangan Bryan ke sana karena Stu meminta tolong padanya untuk menagih uang pesanan ayam olahan yang sudah satu minggu tidak dibayarkan kasir bar pada toko ayam goreng di tempat Bryan bekerja sebelumnya. Di samping itu, yang biasa menagih ke pelanggan memanglah Bryan. Postur tubuhnya yang besar bak binaragawan dan tampangnya yang tegas mampu menakuti para pelanggan yang sulit membayar. Bryan berjalan masuk, langkahnya langsung tertuju pada meja bartender karena hanya di sanalah ia menemukan pekerja bar tersebut, “Hai!” sapan
“Apa katamu? Kau menyuruhku menguntit apa saja yang dilakukan supirmu? Yang benar saja. Memangnya apa yang membuatnya penting di matamu?” dengan ekspresi kesalnya, Milan mengutarakan keberatan. Ia harus mengikuti apa saja yang dilakukan supir Harry, tentu saja itu lelucon.Milan bahkan menyibakkan selimut yang menutupi tubuh polosnya setelah bercinta dengan Harry. Sambil mendengus kesal ia memberi kalimat penolakan lagi, “Kau kira waktuku sangat tidak berharga?” sambungnya sambil memunguti pakaiannya yang berceceran di lantai.Sementara itu Harry juga memosisikan tubuhnya untuk duduk–bersandar di bantalan ranjang, “Kalau kau keberatan, tolong carikan aku orang yang mau membuntutinya. Aku akan membayarnya, tenang saja.”Harry terlihat lebih santai. Ia bahkan mulai menghidupkan rokoknya sambil memperhatikan Milan berpakaian, “Benar. Cari saja orang lain karena kau harus menem
“Jane, Mama bilang bros kesayangannya tertinggal di kamar tamu. Ambilkan dan berikan itu pada supir. Dia yang akan mengantarkan ke mama.” Harry berucap pada Jane seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka sebelumnya.Tanpa menjawab lebih dulu, Jane segera melangkah menuju kamar tamu untuk mencari benda mertuanya yang tertinggal. Setelah itu ia berjalan mendekat ke arah Bryan yang masih berdiri di depan pintu, “Ini, tolong berikan pada ibu mertuaku.”Agak ragu, Bryan seolah berat menatap Jane. Rasa bersalah karena menanggapi ciuman Jane yang tidak disadari itu kembali muncul. Tapi ia harus menjawab nyonya majikannya, bukan?“Baik, Nyonya.” Jawabnya singkat setelah menerima bungkusan kecil berisi bros Nyonya Betty. Akan tetapi sikap Bryan yang masih mematung memperhatikan wajah Jane membuat majikannya itu bertanya.“Kau kenapa, Tuan Bryan? Apa masih ada lagi
“Selamat pagi, Nyonya Katty. Aku datang lebih awal hari ini.” Bryan menyapa Nyonya Katty yang agak terkesiap melihatnya.“Kau tidak mengenakan jas seperti biasa, Tuan Frank? Memangnya kau tidak bekerja hari ini?” Nyonya Katty menjawab dan membalikkan pertanyaan Bryan sambil menerima gendongan Lizzie.“Seperti yang kukatakan tadi malam, aku hanya akan mengantarkan bosku ke bandara hari ini. Dan mulai beberapa hari ke depan aku akan menjemput Lizzie sore hari. Jam kerjaku dikurangi hanya sampai saat bosku kembali dari Jepang.” Bryan menjelaskan ulang. Ayahnya Lizzie itu memaklumi di usia Nyonya Katty ini, sering kali ingatan tidak tertangkap dengan sempurna.“Oh, seperti itu. Maafkan aku karena kau harus mengulangi ucapanmu tadi malam, ha ha. Ada banyak hal yang kupikirkan, jadi mungkin tanpa sadar aku tidak mendengarmu baik-baik sebelumnya.” jawab Nyonya Katty mengakui. Ia t
“Ah… akhirnya aku bisa bersantai di sisa hari dengan bermain bersama putriku yang cantik.” Bryan berucap lega sambil meregangkan tubuhnya yang kaku pada kursi mobil yang direndahkan posisinya. Padahal hanya beberapa jam saja berlalu bersama Harry, tapi entah mengapa majikannya itu seakan membawa aura jelek yang menghabiskan tenaga dan pikiran Bryan.“Ayolah, kau harus tersenyum dan bersemangat lagi untuk Lizzie, Bro. Anakku tidak boleh mendapatkan aura buruk dari apapun yang kurasaka.” sambungnya bergumam dan mulai memosisikan kursi mobilnya lagi dengan baik. Ayah hebatnya Lizzie segera meluncur ke daycare tempat putrinya berada.Perjalanan sedikit melambat dikarenakan hujan lebat yang membatasi jarak pandang, ditambah lagi de
Bryan lalu memutuskan untuk mengembalikan dompet Jane besok hari, saat dirinya akan menjemput Jane di apartemen menuju kantor. Ia merasa itulah yang terbaik. Akan tetapi, sisi hati kecilnya mendorong Bryan untuk pergi menemui Jane saat ini juga.“Sial. Sepertinya aku harus bersiap mendengar omelan Bos Harry.” sambil berdecak, Bryan mencoba menanggapi kalau apa yang dilakukannya ini adalah hal benar. Dompet memang sangat dibutuhkan siapa saja, dan kebetulan saat ini adalah milik Jane.Bryan mengarahkan mobilnya menuju je kantor AoS Fashion karena yakin bos wanitanya itu masih berada di kantor. Akan tetapi, Bryan dibuat bingung karena resepsionis dan security mengatakan kalau Jane pergi bersama Victor sejak jam makan siang.
“Dasar sial! Aku harus cepat. Aku harus menyelesaikan sampah satu itu sebelum dia mengoceh.” Victor mengumpat kesal pada Bryan yang pingsan terkena pukulan vas besar di kepalanya.“Ugh...” rintih Jane, tapi matanya masih tertutup. Hanya raut wajahnya saja yang sedikit memiliki pergerakan, dan itu sukses mengundang perhatian Victor dari Bryan. Ia pun mendekati Jane.“Tapi pasti akan sayang sekali kalau aku meninggalkan Jane begitu saja. Aku sudah sangat lama menahan kerinduanku pada tubuhnya.” Pikiran kotornya pada Jane kembali, tapi ia masih mempertimbangkan waktu untuk menyingkirkan Bryan sebelum ia menggagahi bos wanitanya itu. Dan ya, nafsu mengalihkan niat membunuh.Victor semakin mendekat pada Jane dan membelai wajah Jane yang cantik, “Tenang saja, Jane-ku sayang. Aku tidak akan menghilangkan kesempatan untuk menghangatkan tubuhmu. Walau hanya satu kali, tapi aku pasti akan sangat bersyukur. Begitu juga denganmu, Sayang...” bisik Victor di telinga Jane dan segera mengecupi seluru