Begitulah Mas Arga, dia masih pintar bersandiwara. Bertanya padanya tanpa bukti hanya akan dijawab dengan kalimat panjang lebar sebagai alibi. Aku akan menyelidikinya sendiri. Mungkin aku harus diam-diam ke rumah ibu untuk memergoki hubungan Mas Arga dengan Dira. Dengan begitu mereka nggak akan bisa mengelak lagi. Tapi apa alasanku pergi? Walau bagaimanapun aku harus tetap izin padanya sebab dia tetap suamiku yang kubutuhkan ridhonya. Atau paling tidak, aku sadap saja dulu hadphonenya, agar dia tak bisa mengelak lagi jika aku sodorkan bukti. [Sayang sudah makan?] Pesan dari Mas Arga kembali membuyarkan lamunan. Aku menghela napas. Entah apa yang Mas Arga harapkan, mengapa dia memilihku tapi juga memilih Dira. Kenapa tak cukup memilih satu saja diantara kami berdua. Apakah benar jika hanya aku yang dia cinta? Lantas Dira? Dia bahkan sudah memiliki dua buah hati dan kini tengah mengandung pula. Mungkinkah Mas Arga masih kekeuh bilang tak mencintai Dira jika nyatanya ada buah cinta
Selama ini aku terlalu setia, bahkan sekadar berbalas pesan dengan lelaki lain pun aku tak mau. Namun suamiku justru berkhianat di belakangku. Aku mencoba menjadi istri yang baik, patuh pada perintah suami dan mencintai dengan tulus keluarganya seperti keluargaku sendiri. Sebab aku berpikir, jodoh kita adalah cerminan diri. Namun mengapa justru pengkhianatan yang kudapati? Entahlah. Siapa yang sebenarnya bersalah dalam hal ini. Aku yang terlalu bodoh dan penurut atau Mas Arga yang terlalu serakah. Merasa mampu untuk berbuat adil, padahal sekadar waktu saja jelas dia condong untukku. Nyaris seluruh waktunya dulu dia gunakan untuk bersamaku, sementara Dira dan anak-anaknya hanya mendapatkan sisa. Mungkinkah sekarang Dira menuntut ganti? Dia ingin menyita waktu Mas Arga yang selama ini jarang didapatkannya? Jam enam kurang sedikit aku sampai di bandara Adi Sucipto Yogyakarta. Aku pun buru-buru memesan ojek online menuju hotel yang sudah kupesan sebelum berangkat. Cukup sehari saja, s
POV : Arga FLASHBACK Karenina adalah perempuan satu-satunya yang bisa membuatku jatuh cinta. Dia cantik, baik dan sederhana. Sekalipun hidup di ibukota, tak lantas membuatnya menjadi perempuan yang banyak gaya atau glamor seperti perempuan sebayanya. Dia bekerja sebagai staf administrasi sebuah kantor yang tak jauh dari tempatku bekerja. Dua bulan bekerja di sana, aku sering memperhatikan Karen saat jam istirahat tiba. Dia jarang keluar, mungkin membawa bekal makan dari rumah untuk makan siangnya. Hanya sesekali kulihat dia keluar makan bersama temannya, yang kulihat hanya satu itu saja. Sepertinya Karen tipe perempuan yang tak mudah bergaul, cenderung introvet dan tak banyak memiliki teman dekat. Beruntung temanku Bara si playboy itu tahu soal cewek-cewek di sekitar kantor ini. Termasuk Karen yang konon pernah menolak cintanya. Kekesalan Bara waktu itu masih teringat jelas di benakku. "Karenina?" ucap Bara agak kaget saat kutunjuk perempuan berhijab coklat yang baru saja keluar
POV : ARGA (FLASHBACK)Waktu semakin bergulir. Beberapa hari belakangan aku memang sengaja mengikuti Karen pulang. Dia tinggal di kontrakan sederhana dengan tiga petak bersama bapaknya yang menua. Dari penyelidikan beberapa hari ini, bisa kupastikan jika Karen begitu mencintai bapaknya. Dia selalu mencium punggung tangan dan kening bapaknya saat berangkat dan pulang kerja. Sesekali kulihat dia menyuapi bapaknya di teras kontrakan sembari melihat anak-anak bermain petak umpet di halaman. Saat kutanya tetangga terdekatnya, dia bilang Karen memang anak tunggal dan tulang punggung keluarga. Bapaknya tak lagi bekerja setelah kecelakaan yang membuat kakinya patah. Mungkin karena itu pula yang membuat Karen berbeda dengan perempuan lainnya. Dia terbiasa hidup sederhana. Dia tak butuh lelaki bermodal tampang saja, tapi butuh lelaki serius dan setia yang menerima dia apa adanya. Lelaki yang bisa menjadi panutannya dan menyayangi bapaknya. Lelaki yang akan bekerja keras untuk membuat dia b
POV : Arga FLASHBACKTak perlu waktu lebih lama lagi untuk mengenalnya sebab aku sudah yakin dia perempuan yang kucari selama ini. Lagipula, sudah banyak sumber informasi yang bisa dipercaya bahwa Karenina memanglah perempuan terbaik itu. Semakin hari keyakinan untuk menjadikannya istri pun semakin kuat. Aku pun mulai memperkenalkannya dengan ibu dan Dina setalah dua bulanan mendekatinya, sekalipun saat itu belum ada kata sepakat antara aku dan dia. Karen cukup paham dengan caraku. Dia sering nimbrung saat aku sengaja video call dengan ibu dan adikku ketika bersamanya. Kulihat ibu menerima saat kubilang aku sedang mendekatinya. Dina pun tak jauh beda. Dia justru yang paling antusias saat berkenalan dengannya.Merasa semua cocok, barulah kukatakan niatku padanya. Karenina Salsabila. Nama yang cantik, secantik wajah dan hatinya. "Mas, aku tahu kamu laki-laki yang baik. Terima kasih sudah memberikan cinta dan perhatianmu untukku dan bapak. Terima kasih sudah menerimaku dengan segala
POV : ARGA (FLASHBACK)Mas Rangga pergi setelah dua hari dirawat di rumah sakit karena kecelakaan. Motornya tertabrak truk yang remnya blong beberapa menit setelah dia mengantar istrinya ke rumah sakit karena mulai mules menjelang melahirkan. Mas Rangga pergi sebentar untuk membeli makan siang dan beberapa keperluan bayi mereka.Masalah lain pun datang saat dia masih kritis. Bukan soal biaya tapi Mas Rangga memberikan tanggungjawab yang tak main-main untukku, padahal dia juga tahu apa tujuan kedatanganku ke kampung saat itu. Aku pulang sekadar untuk mengurus berkas-berkas pernikahan. Namun tragedi itu muncul bersamaan membuat kakiku terasa sangat berat untuk maju ke depan."Maafkan aku, Ga. Maaf jika sudah merepotkanmu. Aku tahu sebentar lagi kamu akan menikah. Doakan aku supaya segera sembuh dan bisa menyaksikan pernikahanmu dengan Karenina," ucap Mas Rangga lirih saat dia kritis di rumah sakit. Saat itu, Diandra yang sering dipanggil Dira itu belum tahu keadaan suaminya sebab dia d
POV : Arga Jarum jam menunjuk angka sepuluh pagi. Nyaris semalaman aku nggak bisa tidur memikirkan masalah ini. Karen yang sendirian di sana, sementara aku nggak mungkin meninggalkan Dira yang masih terbaring lemah pasca kuret kemarin. Arvin pun baru bisa dibawa pulang hari ini. Seperti bom waktu akhirnya masalah ini pun hadir. Kupikir semua akan baik-baik saja, toh selama tiga tahun belakangan aku masih bisa menghandle semuanya dengan baik. Karen tak pernah curiga jika aku sudah menikah dengan Dira sebelum menikahinya tiga tahun lalu. Namun aku merasa akhir-akhir ini sikapnya mulai berbeda. Dia sering kali diam, tak seceria biasanya. Aku benar-benar takut dia tahu masalah ini. Rasanya nggak sanggup jika harus kehilangan dia. Karen tak pernah seperti ini sebelumnya, tapi sekarang sikapnya benar-benar berubah. "Anak kita sudah pergi, Mas," ucap Dira lirih dengan mata berkaca. Aku sedikit tersentak. Ucapannya membuyarkan segala lamunanku tentang Karenina. "Kamu pasti senang kan? Ba
POV : Arga "Aku nggak mau sembunyi-sembunyi saat menghubungimu, Mas. Aku ingin kamu segera jujur pada Karen tentang semuanya. Aku nggak mau seperti selingkuhanmu yang selalu sembunyi-sembunyi, padahal justru akulah yang pertama sementara dia yang kedua. Kenapa kesannya justru terbalik?" Dira mendelik. Semakin hari sikapnya semakin berubah. Terlalu over protektif. "Kamu harusnya sadar diri, Dira. Apa alasanku menikahimu dan apa alasanku menikahi Karen. Pernikahanku denganmu itu jelas berbeda dengan pernikahanku dengannya. Kenapa kamu banyak menuntut? Harusnya kamu bersyukur sebab selama ini aku tak pernah melalaikan tanggungjawabku sekalipun kamu tak menunaikan tanggungjawabmu sebagai istri. Tolong mengertilah posisi ini. Sampai kapanpun posisimu tetap seperti ini, tak bisa mengalahkan Karen apalagi menggantikan posisinya," ucapku tegas. Dira terlihat tak terima. Berulang kali mengucapkan maaf atas sikapnya dulu yang semena-mena dan kini ingin memperbaiki semuanya. "Maaf, sepertiny