Ruang tamu
"Arjun! Berkas apa ini? Kamu beli rumah mewah? Buat apa? Pakai uang siapa? Jangan bilang kalau kamu pakai uang tabungan kita," omel Sita sambil melempar berkas berisi surat surat jual beli rumah.
Sita, seorang wanita hamil 6 bulan, dia berusia awal 30-an, dengan rambut hitam yang dia kuncir kuda, duduk di sofa sambil memegang berkas pembelian rumah mewah yang ditujukan kepada seorang wanita yang namanya tidak asing baginya. Sita merasa sangat marah dan kesal saat dia menemukan sebuah nota pembelian rumah elit yang tersembunyi di laci meja. Hatinya seolah-olah diliputi oleh perasaan kecewa dan dikhianati. Dia merasa seperti ada sesuatu yang disembunyikan darinya, dan itu membuatnya merasa sangat terluka.
Sita merasa kepercayaannya kepada Arjun hancur berkeping-keping. Mereka telah berkomitmen untuk saling berbagi segala hal, termasuk keuangan dan keputusan besar seperti membeli rumah. Namun, fakta bahwa Arjun membeli rumah mewah tanpa memberitahunya membuat Sita merasa diabaikan dan tidak dihargai. Perasaan itu membuatnya merasa seperti seorang penonton dalam hidupnya sendiri, bukan mitra sejati.
Rasa marah dan kesal meluap dalam diri Sita. Dia merasa Arjun telah berbohong padanya dan menyembunyikan sesuatu yang sangat penting. Apa lagi yang mungkin disembunyikan oleh Arjun? Apakah ada hubungan lain yang tidak diketahuinya? Apakah ada keputusan penting lain yang dibuat tanpanya? Pikiran-pikiran ini melintas dalam benaknya, menciptakan kecemasan dan ketidakpastian yang tak terkendali.
Perasaan terluka dan kecewa membuat Sita merasa rapuh. Dia telah memberikan segalanya untuk hubungan ini, termasuk kepercayaan dan cintanya. Namun, sekarang dia merasa seperti pengkhianatan itu mengoyak hatinya. Dia merasa seperti dirinya adalah korban dari rahasia yang disembunyikan oleh Arjun, dan itu menyakitkan.
Dalam keadaan emosional yang terjadi saat ini, Sita merasa perlu untuk mengungkapkan semua perasaannya kepada Arjun. Dia ingin tahu alasan di balik pembelian rumah itu, dan dia ingin memastikan bahwa hal semacam ini tidak akan terjadi lagi di masa depan.
Dengan pandangan yang tajam, Arjun mengamati berkas tersebut dengan seksama, Ekspresi wajahnya sedikit tegang, hingga pucat, saat ia mencoba menahan kejutan yang melanda dirinya. Dalam hati, ia berusaha menjaga ketenangan dan tidak menunjukkan perasaannya yang terbaca jelas. Dalam upaya untuk mengubah situasi ini, Arjun berusaha merubah arah permasalahan dan menyalahkan Sita atas apa yang telah terjadi. Ia berusaha melemparkan kesalahan kepada Sita, seakan-akan Arjun tidak memiliki tanggung jawab atas tindakannya sendiri. Dengan nada yang penuh amarah, Arjun menuding Sita telah lancang dan menegaskan bahwa masalah ini bukanlah urusan Sita. "Beraninya kamu melanggar privasiku, Sita! Itu bukan urusanmu!"
Sita sudah tidak sabar lagi. Dia merasa telah dikhianati oleh suaminya. Perasaan marah dan kecewa semakin memenuhi hatinya. Sita tidak bisa mengerti sejak kapan Arjun memiliki privasi yang tidak boleh ditembus olehnya. Mereka adalah suami istri, seharusnya tidak ada rahasia di antara mereka.
Sita menatap wajah Arjun dengan Air mata hampir jatuh begitu saja, tapi Sita berusaha menahannya. "Kamu suamiku, Arjun," ucap Sita dengan suara yang gemetar. "Rahasiamu juga mempengaruhiku. Saya punya hak untuk mengetahuinya."
Arjun merasa tertekan. Dia tahu bahwa Sita berhak untuk mengetahui apa pun yang terjadi dalam hidupnya. Namun, dia juga tahu bahwa ada hal-hal yang sulit untuk diungkapkan. Dia mengalihkan pandangannya, menghindari kontak mata dengan Sita. Dalam hatinya, Arjun merasa bersalah. Dia ingin menjelaskan segalanya, tapi dia tidak tahu bagaimana caranya.
"Sita," ucap Arjun dengan suara yang ragu. "Saya bisa menjelaskan semuanya. Tapi tolong jangan selalu menuduhku selingkuh," pintanya dengan penuh penekanan.
Sita merasa semakin kesal mendengar kata-kata Arjun yang terkesan bertele-tele. Dia tidak ingin memberikan waktu lagi. Baginya, waktu tidak akan mengubah apa pun. Dia ingin kebenaran sekarang juga.
"Jelaskan! Jelaskan mengapa kau menghabiskan uang kita untuk wanita lain! Siapakah dia, apakah dia, yang selalu aku curigai, ataukah kau akan berkilah jika bukan dia orangnya?" cecar Sita, pertama kalinya dia mengungkapkan kemarahannya dengan suara yang begitu lantang. Sita selama ini adalah istri yang lembut, penuh kasih sayang, dan selalu melayani Arjun dengan baik. Dia bahkan tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga agar bisa sepenuhnya mengabdikan dirinya kepada suaminya yang sangat dia hormati dan cintai.
"Berhenti melebih-lebihkan, Sita! Kau selalu menemukan cara untuk menciptakan drama dalam hubungan kita!!!" sergah Arjun tidak terima dengan tuduhan Sita. Dia tidak terima dengan suara lantang yang keluar dari mulut Sita. Arjun tidak tahu harus bagaimana meresponnya.
Wajah Shinta memerah karena marah, kembali berteriak, "Saya tidak melebih-lebihkan! Ini kenyataannya, Arjun! Kau selingkuh!"
"DIAM!!!" bentak Arjun melemparkan sorot mata melotot ke arah Sita dengan tangannya mengayun ke atas, tapi Arjun masih bisa mengontrolnya.
"Apa? Kau mau menamparku?" tanya Sita tak percaya dengan apa yang akan suaminya lakukan, dia mencondongkan pipinya ke Arjun dengan penuh emosi, "TAMPAR!!!"
"Tampar saja Arjun! jika itu yang bisa kau lakukan untuk menyembunyikan kebusukanmu itu!!!" tantang Sita, terus mengarahkan pipinya ke Arjun yang terdiam.
Arjun mulai gelisah dan tidak bisa menatap mata Shinta. Arjun mulai mondar-mandir di sekitar ruangan.
"Kau sudah berani melawanku! Aku selama ini mencoba diam dengan semua tuduhanmu itu, tapi kau selalu saja menuduhku selingkuh. Apa yang kau inginkan sebenarnya?"
"Aku tidak menuduhmu, jika tidak ada bukti Arjun!" kilah Sita masih tetap pada pendiriannya, dia tidak peduli seberapa keras Arjun mengelaknya dia akan terus mengejarnya sampai Arjun mengakuinya.
"Aku ingin kamu mengakui pengkhianatanmu, Arjun," tegas Sita, mengejar sorot mata suaminya yang sejak tadi terkesan menghindarinya.
Sita, dengan suaranya yang penuh tekad dan tegas, meminta Arjun untuk mengakui pengkhianatan yang telah dilakukannya. Dalam dirinya, Sita merasa bahwa saatnya untuk menghadapi kenyataan yang pahit ini, meskipun hatinya hancur oleh pengkhianatan yang telah terjadi.
Sorot mata Sita memancarkan kekuatan dan keteguhan. Ia tidak akan membiarkan suaminya menghindar atau melarikan diri dari tanggung jawabnya. Tindakan Arjun yang terkesan menghindari Sita sejak tadi hanya semakin memperkuat keyakinan Sita bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh suaminya.
Wajah Arjun hancur, dan akhirnya dia bertemu dengan tatapan Sita.
Namun, Sita tidak mudah tertipu oleh alasan-alasan yang dibuat oleh Arjun. Dia tahu betul bahwa nota pembelian rumah tersebut adalah bukti nyata dari pengkhianatan Arjun. Sita merasa terhina dan ditipu oleh orang yang seharusnya dia percayai sepenuhnya. Sita tidak akan membiarkan rasa sakit dan kecewa menguasai dirinya. Ia memilih untuk menghadapi kenyataan ini dengan kepala tegak dan sikap yang kuat. Dia tidak akan merelakan begitu saja wanita lain merebut suaminya. Dia yang telah menemani Arjun dari titik terendahnya sampai pada titik ini.
"Ya ampun, perutku sakit sekali " pekik Sita saat merasakan perutnya terasa kaku dan nyeri yang begitu parah.
Sita merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya. Rasa sakit itu begitu intens dan menusuk-nusuk, membuatnya merasa seakan-akan ada yang meremas-remas perutnya dengan kuat. Tak lama kemudian, darah segar mulai mengalir di betisnya. Aliran darah merah terang itu menambah kepanikan Sita dan ketakutan akan keselamatan bayi yang ada di dalam kandungannya.Arjun, yang awalnya menganggap Sita hanya berpura-pura, akhirnya menyadari keadaan serius yang sedang dialami oleh istrinya. Dia melihat raut wajah Sita yang pucat dan penuh kekhawatiran. Dengan cepat, Arjun melangkah mendekati Sita dan segera menahan tubuhnya yang hampir saja jatuh ke lantai.Mereka berdua segera bergegas menuju rumah sakit terdekat. Di perjalanan, Sita semakin lemas dan pucat. Arjun merasa takut akan keselamatan Sita dan calon anaknya yang begitu berarti baginya. Ia berdoa semoga Sita dan bayinya bisa bertahan dan mendapatkan pertolongan secepat mungkin. Setibanya di rumah sakit, dokter kandungan segera bereaksi cep
"Kak, bagaimana kabarmu?" sapa seorang wanita muda berusia sekitar 20 tahun, datang ke ruangan Sita. Mayang adalah seorang anak yatim piatu yang ditemukan oleh ayah Sita di sebuah panti asuhan. Ayah Sita, yang memiliki hati yang penuh kasih, membawa Mayang pulang dan memberinya tempat di dalam keluarganya. Sita segera menghapus air matanya, ketika Mayang berjalan ke arahnya. Dia tidak ingin Mayang mengetahui kesedihannya atas kehilangan bayinya, dia tidak akan membiarkan siapapun melihatnya sebagai sosok lemah. Sita meyakinkan dirinya jika dia adalah sosok yang kuat."Jangan sok baik, kamu senangkan melihatku seperti ini?" sindir Sita merasa risih ketika Mayang datang berkunjung.Mayang terdiam sesaat, "Kak, kenapa kau selalu berpikiran buruk kepadaku? Aku sangat peduli kepadamu, aku ikut merasakan apa yang yang kau alami saat ini," jawab Mayang dengan penuh perhatian. "Kau tidak perlu berpura-pura, Mayang. Aku sudah tau hubungan gelapmu dengan suamiku!" tekan Sita, memalingkan wajah
Mayang merasakan tubuhnya tidak enak sejak tadi pagi. Ketika ia bangun, ia merasakan pusing dan sedikit mual. Namun, ia memilih untuk tetap pergi ke kantor karena pekerjaan yang menumpuk. Sepanjang hari, Mayang terus merasa tidak nyaman dan semakin pusing. Mayang meninggalkan rumah sakit dengan langkah tergesa-gesa. Dia merasa perlu untuk beristirahat dan memulihkan diri. Sebelum pulang ke rumah, dia memutuskan untuk mampir ke apotik. Keesokan harinya, Mayang melakukan tes kehamilan, wajahnya mencerminkan rasa takut dan kepanikan yang mendalam. Pikirannya dipenuhi oleh bayangan-bayangan yang mengganggu, terutama saat ia melihat dua garis merah yang jelas terlihat pada alat tes kehamilan yang dipegangnya. Segera dia bersiap diri untuk pergi ke tempat orang yang memiliki tanggung jawab atas semua ini. Mayang bahkan pergi tanpa sepengetahuan ibunya, karena dia lelah dengan berondongan pertanyaan yang nanti akan dilontarkan oleh ibu angkatnya tersebut.Perjalanan terasa sangat panjang
"Aku tidak ingin nama baikku tercoreng karena berselingkuh dengan adik ipar sendiri, di hadapan semua clienku," lanjut Arjun, menatap nanar Mayang. "Mas, lalu bagaimana dengan nasib anak di dalam kandunganku ini? Dia akan lahir tanpa ayah, jika kau tidak menikahiku." "Kenapa kau memusingkan hal ini? Dia adalah anakku dan akan tetap menjadi anakku," jawab Arjun dengan sangat enteng dan meyakinkan Mayang. Mayang terlihat sedih karena ke tidakjelasan hubungannya dengan Arjun, Arjun membujuknya, "Sayang, kau jangan khawatir. Aku akan tetap bertanggung jawab atas anak ini." "Konyol sekali kamu, Mas! Kau akan bertanggung jawab atas anak ini tapi tidak menikahiku! Kau mempermainkanku?" resah Mayang, berdiri dari sofa kecewa dengan sikap Arjun "Ya, Mau gimana lagi. Aku tidak mau kembali hidup miskin, aku harus tetap bertahan dengan Sita, bagaimanapun juga," tekad Arjun menatap ke depan dengan sungguh-sungguh. "Mas, Kak Sita sudah mencium perselingkuhan kita. Apakah kau tidak bosan terus
"Percuma saja kau terus menutupi kebusukanmu itu, Mas. Aku tidaklah bodoh! Semua bukti perselingkuhanmu sudah terungkap," terang Sita, menatap tajam ke arah Arjun. Arjun merasa sangat cemas dan bingung, pikirannya tidak tenang. Dia merasakan kepanikan yang luar biasa dan tidak ingin semua usahanya yang telah dilakukan dengan keras selama ini berakhir sia-sia. Arjun sangat khawatir bahwa perselingkuhannya akan menghancurkan hubungan dengan Sita, dan dia merasa sangat menyesal atas kesalahannya. Arjun telah mengalami banyak kesulitan dan keterbatasan dalam hidupnya sebelumnya. Dia sudah merasakan bagaimana rasanya hidup dalam kekurangan, dan itu sudah cukup untuknya. Mayang menggunakan kesempatan ini untuk membuat Arjun mengakui perselingkuhannya. "Mas, sudahlah. Semuanya sudah terbongkar, lebih baik kau mengaku saja. Kita memang ada hubungan, kan?" bujuk Mayang mendekati Arjun yang tengah berhadapan dengan Sita. Mayang melangkah perlahan mendekati Arjun, dengan tatapan matanya pen
"Sita, aku bahkan rela bersujud sekarang juga kepadamu. Aku mohon beri aku kesempatan kedua," tutur Arjun, dia bersiap diri untuk bersujud di hadapan Sita. Dalam keheningan ruangan yang penuh dengan tegang, Arjun dengan tulus mengungkapkan kata-kata tersebut. Dengan hati yang berdebar, Arjun menundukkan kepalanya dan bersiap untuk meluruskan punggungnya. Setiap gerakan yang dilakukan dengan hati-hati, seolah-olah dia sedang menari di atas panggung kehidupan. Sita, yang diam-diam menyaksikan adegan ini, merasa terharu. Meski hatinya masih terluka akibat pengkhianatan yang terjadi, tetapi ada sesuatu yang membuatnya tergugah oleh keberanian Arjun. Tentu saja, Sita merasa sangat tidak ingin melihat harga diri suaminya yang telah dibangun dengan susah payah hancur begitu saja dengan cara ia bersujud kepadanya. Baginya, tindakan seperti itu akan memberikan kesan bahwa suaminya adalah pribadi yang lemah dan tidak memiliki harga diri yang kuat. Sita sadar bahwa setiap orang memiliki harg
"Sita, sudah malam. Kau istirahatlah. Kau baru saja keluar dari rumah sakit, kau butuh banyak istirahat," saran Arjun mencoba untuk membangunkan Sita dari duduknya. "Mas, apakah kau benar-benar mencintaiku? Apakah kau berjanji tidak akan selingkuh dariku? Apakah kau lebih memilihku karena kau memang benar-benar mencintaiku, atau kau hanya... ." Tiba-tiba saja Arjun meraih bibir Sita dengan begitu lembutnya untuk memotong kalimat Sita. Sita merasakan tatapan mata Arjun yang penuh kelembutan dan kerinduan. Tangannya yang hangat menyentuh pipi Sita, membuatnya terkejut namun juga tak dapat menahan getaran perasaan yang tak terduga. Sita seolah-olah terperangah oleh keberanian Arjun yang tiba-tiba mengecup bibirnya. Namun, kejutan tersebut segera berubah menjadi sensasi yang menyenangkan ketika Sita merasakan kelembutan sentuhan bibir Arjun yang memancarkan kehangatan dan cinta. Bibir mereka saling berpadu dengan penuh kelembutan dan gairah. Sita merasakan getaran perasaan yang tak te
Sita bertanya kepada Arjun, "Mas, apakah perjalananmu ke luar kota memakan waktu berhari-hari?" dengan sibuk menata baju-baju Arjun ke dalam koper. Wajahnya terlihat cemas, sedangkan Arjun terlihat tenang dengan senyum lembut di wajahnya.Arjun mengangguk pelan sebagai tanggapan atas pertanyaan Sita. Dia mengerti kekhawatiran yang dirasakan oleh Sita, namun dia juga yakin bahwa perjalanan ini akan memberinya pengalaman yang berharga. Perjalanan ini memang memakan waktu yang cukup lama, tetapi Arjun yakin bahwa itu akan sebanding dengan apa yang akan dia dapatkan."Bukan berhari-hari saja, mungkin aku satu bulan di sana," jawab Arjun dengan santainya."Bukan berhari-hari saja, mungkin aku satu bulan di sana," jawab Arjun dengan santainya.Arjun menjawab dengan santainya bahwa dia tidak hanya akan tinggal di sana selama beberapa hari, tetapi mungkin akan tinggal selama satu bulan penuh di tempat tersebut. Pernyataan Arjun ini menunjukkan bahwa dia memiliki rencana yang cukup lama untuk t