POV Soraya"Ini, Bu. Istri baru Mas Arif, bikin kesel aja! Mandi aja minta disediakan air panas segala! Dah kayak sultan aja nggak bisa mandi pakai air dingin! Siapa yang nggak kesel coba dengar nya?""Mana kue bolu sama es lumut aku di kulkas habis lagi! Eh rupanya dia sama anaknya yang ngabisin! Bikin kesel nggak namanya?" ujar Yuni menjawab pertanyaan Ibunya dengan wajah terlihat kesal dan bibir yang manyun.Aku mendengkus sebal mendengar perkataan gadis itu. Ingin rasanya aku dekati dia dan kulayangkan tamparan di mulutnya yang lancang itu, tapi kutahan.Hmm ... belum tahu dia siapa Soraya sebenarnya. Tunggu saja apa yang bisa aku lakukan untuk membalas perkataan nya itu.*****"Silahkan, Bu ... Yuni, dimakan sup nya!" ujarku sambil meletakkan mangkuk sup yang masih mengepulkan uap panas ke atas meja.Sejak Yuni menghardik ku sore kemarin, diikuti oleh ibu mertua dan suamiku yang kesemuanya jadi menyalahkan aku, aku memang berpura pura merasa bersalah dan menyesali sikapku di hada
POV Alya "Baiklah kalau begitu, saya akan mempertimbangkan untuk menerima kamu kembali bekerja di perusahaan ini, tapi sebelumnya saya hanya ingin mengingatkan kamu supaya kamu serius dan konsentrasi dalam bekerja karena saya tidak mau masalah pribadi yang dialami oleh karyawati saya mempengaruhi yang bersangkutan dalam bekerja yang membuat hasil pekerjaan yang dilakukan tidak maksimal.""Apa kamu bisa memahami hal tersebut, Alya? Kamu bisa konsentrasi bekerja meski saat ini kamu mungkin sedang mengalami masalah rumah tangga dengan suami kamu?" tanya Pak Arga kembali sambil tersenyum dan menatap wajahku lekat yang membuatku sesaat darahku seolah tersirap.Aku menganggukkan kepala penuh keyakinan mendengar perkataan laki laki itu."Tentu saja saya bisa, Pak. Sa - saya janji, saya akan berusaha bekerja dengan profesional. Justru dengan bekerja ini, saya berharap tidak terlalu kepikiran dengan masalah pribadi saya sehingga saya bisa bekerja dengan lebih baik dan bertanggungjawab, Pak."
POV Soraya"Rif, kapan kamu gajian? Ibu nggak punya uang lagi nih gara gara kerampokan kemarin?" ujar ibu mertua saat kami sedang sarapan pagi.Mas Arif mengangkat muka lalu menatap wajah ibunya."Lagian Ibu aneh! Siang siang kok bisa kerampokan sih, Bu?""Tapi ya udahlah. Nanti Arif ambil dulu uang di ATM buat Ibu belanja rumah," jawab Mas Arif.Aku buru buru menyela, mumpung topik pembicaraan sedang membahas masalah uang belanja. Kok sudah beberapa hari aku tinggal di sini, Mas Arif belum juga memberiku uang nafkah ya? Aku kan juga punya kebutuhan sendiri. Lagian sudah seharusnya bukan seorang suami memberikan penghasilan nya pada istrinya untuk jatah belanja dan kebutuhan lainnya? Kok ini dia malah memberikan pada ibunya, tanpa memberi padaku lagi?Aku pun buru buru membuka mulut."Mas uang belanja untukku juga mana? Aku kan perlu uang juga, Mas buat beli kebutuhan rumah tangga?" tanyaku sambil mengulurkan tangan.Ibu mertua seketika melotot ke arahku."Kamu ngapain minta minta uan
POV Alya "Sin, hari ini aku mau ke swalayan, beli kebutuhan Kayla ya. Kamu mau titip apa, Sin? Nanti aku belikan?" tanyaku keesokan harinya setelah kejadian lamaran kerja yang berakhir dengan Pak Arga mentransfer sejumlah uang sebesar sepuluh juta rupiah ke dalam rekening milikku. Pertolongan Allah memang bisa datang melalui siapa saja. Tak terkecuali melalui tangan seorang Pak Arga yang membuatku sangat terharu. Aku tak pernah mengira setelah kesusahan dan kesulitan panjang yang harus aku lalui selama ini selama tinggal di rumah suami dan mertua, sekarang ini berakhir dengan kebaikan yang aku dapatkan dari Sinta dan Pak Arga. Sinta tersenyum lalu menggelengkan kepalanya. "Kamu beli aja untuk keperluan kamu dan Kayla, Al. Aku beli sendiri nanti kalau week end. Biasa aku seminggu sekali ke supermarket kok. Uang dari Pak Arga dihemat saja untuk keperluan kalian berdua ya, kebutuhan di rumah ini biar aku saja. Tenang, tabunganku masih banyak kok. Selama ini aku tinggal sendiri, jadi
POV Rudy Aku menatap kaget saat mataku tak sengaja melihat penampakan perempuan yang sampai saat ini secara hukum masih berstatus sebagai istriku itu yang tiba tiba tengah berada dalam antrean sebelah menuju kasir swalayan di mana aku berada saat ini.Sejenak aku ingin tertawa melihat keberadaan nya. Ya, bagaimana bisa dia memborong begitu banyak makanan dan memenuhi isi troli nya dengan belanjaan yang saling banyaknya bahkan hendak keluar dari keranjang besi yang tengah dia pegang itu.Mataku seketika mencoba menelusuri apa saja barang yang dia beli itu. Ada bermacam produk susu untuk kesehatan tulang perempuan aktif seumur dirinya, yang aku taksir harganya tidak murah itu. Ada aneka makanan yang sudah jadi yang tadi sempat mau aku beli juga, niatnya ingin menyenangkan istriku Soraya, agar dia tak perlu lagi menanyakan soal gajiku yang hendak aku berikan pada ibu, tapi karena harganya yang ternyata cukup mahal, membuatku urung memasukkan nya dalam keranjang belanjaan kecil yang teng
POV Rudy"Bu, aku tadi ketemu Alya di pasar ...," lirihku pada ibu saat akhirnya pulang ke rumah.Ibu yang sedang menyuap nasi, sontak menoleh ke arahku dengan wajah mengernyit."Ketemu Alya? Ngapain lagi perempuan miskin itu ketemu kamu? Minta uang kamu untuk nafkah dia dan anaknya?""Jangan dikasih! Belum tentu juga Kayla itu anak kamu! Kamu lihat sendiri kan, dia nggak mirip kamu sama sekali! Jadi nggak usah terpengaruh sama tangisan mengiba nya kalau dia menjadikan anaknya sebagai senjata untuk meminta uang dari kamu?" jawab ibu sembari melanjutkan kembali suapan nya.Aku menaikkan sudut bibir mendengar perkataan ibu. Beliau mungkin tak tahu kalau Alya sekarang tak seperti Alya yang kemarin tak punya uang, lusuh, jelek, bau dan gendut.Alya sekarang telah berubah menjadi wanita yang lebih cantik dan anggun.Tubuhnya mungkin masih berisi, tapi penampilannya, out fit yang melekat di tubuhnya menampakkan kalau mantan istriku itu tampaknya tak kekurangan apa apa.Justru saat hidup ber
POV Arif."Ya ampun, Arif ....ini benar benar Alya? Rasanya Ibu kok nggak bisa percaya ya! Gimana mungkin mantan istri kamu itu bisa berubah secepat ini? Dia nggak seperti Alya biasanya, Rif!" Ibu menggeleng gelengkan kepalanya nyaris tak percaya sembari menatap takjub pada layar ponselku yang memperlihatkan gambar Alya yang tengah menyerahkan uang pada kasir."Bener bener nggak bisa dipercaya. Dari mana dia punya uang sebanyak itu sehingga bisa mengubah penampilannya seperti ini? Ck ... ck ... ck ....""Kamu harus selidiki ini, Rif. Kalau dia memang Alya, Ibu ... rasanya ingin kalian balikan lagi aja. Ibu nyesel sudah ngusir dia dari rumah ini, Rif!""Padahal dia sudah bilang kalau dia akan bekerja lagi. Tapi karena terlalu merendahkan kemampuannya, Ibu jadi menghina dia dan nggak percaya kalau perusahaan tempat dia bekerja dulu bersedia menerima dia kembali bekerja di sana.""Ibu terlalu gegabah, Rif! Tapi ini belum terlambat. Kamu kan belum mendaftarkan ikrar talak di pengadilan ag
POV Alya"Sin, menurut kamu gimana kalau aku mengurus perceraian hari ini juga? Nunggu nunggu dari Mas Arif kayaknya kok belum ada kabar ya? Aku takut dia nggak jadi ngurus karena barangkali dia sibuk, Sin?" tanyaku meminta pertimbangan dari Sinta saat kami tengah sarapan pagi.Sinta menganggukkan kepalanya lalu tersenyum."Ya bagus lah itu, Al. Makin cepat kamu urus perceraian makin bagus. Supaya status hukum kamu juga jelas. Jadi kalau ada apa apa, Arif nggak bisa nuntut kamu lagi, karena kamu udah bener bener berpisah dan nggak ada ikatan apa apa lagi dengan dia. Kita nggak tahu lho apa yang akan terjadi nanti.""Contoh nya saja seperti cerita kamu semalam. Kamu nggak sengaja ketemu mantan suami kamu itu di swalayan terus dia kelihatan kaget waktu lihat kamu. Apalagi waktu kamu bayar belanjaan banyak banget, katamu dia melotot lebar. Bisa jadi 'kan dia shock lihat kamu sekarang punya banyak uang?""Dan dia pasti nggak akan nyangka kalau ada Pak Arga yang sangat bermurah hati memban