Hotel Dukes Palace malam hari tampak lebih indah dengan hiasan lampu-lampu temaram. Kara melangkah masuk hotel dengan wajah muram, kaki kanannya sesekali masih terasa ngilu pasca kejadian terperosok di kanal beku Desa Giethoorn. Saat hendak menggunakan lift ke lantai 5 dan memerlukan access card untuk menekan tombolnya, Kara baru tersadar ia tidak memegang access card untuk masuk ke kamar hotel. Ia berinisiatif untuk bertanya pada resepsionis barangkali mereka bisa membantunya masuk. Namun resepsionis karena alasan keamanan enggan memberikan access card dan meminta Kara menunggu sang pemesan kamar datang. Bodohnya Kara ia tidak memiliki nomor telepon Bagas! Dengan gusar Kara menghempaskan tubuhnya di sofa empuk yang terdapat di lobby hotel. Tubuhnya terasa lelah dan matanya sangat mengantuk. Tanpa terasa ia tertidur pulas dengan kepala terkulai di sandaran sofa. Saat itu jam klasik di lobby hotel menunjukkan pukul 9.00 malam. Hampir 3 jam Kara tertidur di lobby, petugas hotel yang
"Jadi kita akan kemana nona?"Tanya supir Taxi dalam bahasa Belanda. Kara terdiam sejenak, ia sama sekali tidak memiliki tujuan akan kemana malam itu. "Sebentar,"Kara membuka ponsel dan mencari hotel murah terdekat yang memiliki kamar kosong. Setelah mencari agak lama dan membuat supir taxi berjalan tak tentu arah, Kara menemukan apartemen yang cukup murah disekitaran kawasan Markt Bruges. Hanya dalam waktu 10 menit, Kara sudah tiba di depan sebuah apartemen 10 lantai yang cukup bagus, walaupun tidak mewah. Ia baru saja turun dari taxi dan sedang membetulkan letak kopernya di trotoar jalan saat tiba-tiba sebuah tangan menyentuh tangannya, membuat Kara tersentak. Ia sama sekali tidak menyadari jika Bagas mengikutinya. "Kar, gitu aja marah sih! Main kabur aja!" Tukas Bagas sambil memegang satu tangan Kara agar Kara tidak lari. Kara menyentak kan tangannya agar terlepas dari Bagas, "Gak usah sok akrab! Awas minggir!"Omel Kara sambil menerobos Bagas lalu melangkah cepat ke aparte
Cahaya matahari pagi menerobos dari tirai yang lupa ditutup rapat tadi malam. Kara memicingkan matanya, lalu membukanya perlahan,"Aaaaaaaaaaak BAGAS! NGAPAIN SIH!" Teriaknya saat mendapati Bagas sedang tertidur pulas sambil memeluk Kara seperti sebuah guling. Bagas yang terkejut dengan teriakan Kara langsung terjaga, ia juga terkejut saat melihat tangan dan kakinya memeluk Kara seperti itu."Gak sengaja! Sumpah!"tukas Bagas sambil melepaskan tangan dan kakinya dari Kara. Kara langsung bangkit dari kasur dan berdiri tegap, "Kamu gak ngapa-ngapain saya kan? Aduh Gas saya masih perawan tauuuuu!" Oceh Kara sambil menutupi dadanya dengan tangan seolah ia habis dinodai. Bagas mencibir,"Yaelah Kar, saya cuma meluk kamu, gak ngapa-ngapain! Lagian saya gak sadar, saya kira kamu guling!" Kara mendengus,"Besokan kamu tidur di sofa deh! Kalau gak kita pisah kamar! Cabul!"Omel Kara sebal.Bagas melotot, "Sembarangan kalau ngomong! Kamu aja jadi cewek gak ada seksi-seksinya! Nafsu juga
Belfry of Bruges, tujuan pertama Kara dan Bagas adalah sebuah menara lonceng abad pertengahan yang terletak di pusat kota Bruges. Menara setinggi 83 meter ini merupakan salah satu simbol kota Bruges yang sering didatangi oleh para turis. Terdapat 366 anak tangga yang akan membawa para pengunjung sampai di puncak menara. Setelah membeli tiket seharga 24 Euro untuk dua orang, Kara dan Bagas melangkah masuk ke dalam Belfry of Bruges. Lantai satu dari bangunan ini tampak dipenuhi dengan koleksi bel sementara di lantai dua terdapat mesin pemutar musik yang memainkan lagu klasik setiap 15 menit sekali. Setelah melewati 366 anak tangga, Kara dan Bagas sampai di puncak menara. "Wahhhhh Wahhhhh KEREN BANGET!"tukas Kara sambil membentangkan tangannya lebar-lebar. Bagas yang sudah berkali-kali ke Bruges bahkan belum pernah meluangkan waktu untuk naik sampai ke puncak Belfry of Bruges. Matanya berbinar terpesona oleh keindahan pemandangan Kota Bruges yang terlihat jelas dari puncak menara.
Taxi menepi di depan Hotel Dukes Palace, Bagas membuka pintu taxi dan menggendong Kara masuk ke dalam hotel. Entah karena apes atau apa, lagi-lagi ia bertemu Thalita yang juga baru akan masuk ke dalam hotel dengan pria Spanyol yang tadi pagi ia lihat di lobby bersama Thalita. Bagas menatap Thalita dengan tatapan yang tajam. Ia memang tahu jika Thalita sering bergonta-ganti pria, tapi ia tak pernah menyaksikan secara langsung yang ternyata rasa sakitnya beratus kali lipat. Wajah Thalita nampak terperangah melihat Bagas menggendong Kara dipunggung nya. Ada perasaan tak terima di hatinya, ia tidak ingin Bagas menyukai orang lain selain dirinya. Saat Thalita ingin membuka mulut mengatakan sesuatu, Bagas sudah mendahuluinya. "Aku udah dapat jawabannya, kamu gak perlu jelasin lagi. Ini terakhir Ta, aku gak akan pernah temuin kamu lagi,"tukas Bagas lalu berlalu menuju lift yang membawanya kembali ke suite nya di lantai lima. Bagas menidurkan Kara di atas tempat tidur, lalu membuka sepa
Paris, Perancis. Seperti kebanyakan orang bilang, adalah kota yang sangat romantis. Bangunan-bangunan kota yang artistik berpadu dengan keindahan sungai Seine membuat siapapun akan betah berlama-lama di sana. Sayang Kara hanya memiliki waktu 24 jam untuk menikmati keindahan Paris. Bagas mengarahkan mobilnya ke sebuah hotel bintang lima yang tidak jauh jaraknya dari Eiffel Tower, Hotel Plaza Athenee. Hotel Plaza Athenee, adalah sebuah hotel bersejarah yang sudah mulai dibangun sejak tahun 1911 dengan gaya arsitektur Parissian Haussmann. Mereka mulai merestorasi design hotel menjadi agak sedikit kontemporer dengan jasa arsitektur yang terkenal Jean-Jacques Ory. Kara terperangah melihat kemewahan hotel yang didominasi oleh dinding berwarna krem dan kanopi-kanopi berwarna merah di hampir setiap jendela dan pintu. "Ayo masuk! Bengong aja!" Bagas menarik ujung baju Kara setelah menyerahkan kunci mobil pada petugas Valet. Kara mengikuti Bagas menarik kopernya masuk ke dalam hotel.Setel
Entah siapa yang memulai, namun tiba-tiba beberapa pengunjung dan staf restoran mulai ikut terbawa euforia saat melihat Bagas berlutut di depan Kara. Mareka ramai-ramai berkata, "Say Yes! Say Yes! Say Yes!" membuat wajah Kara menjadi merah muda saking malunya. Ini benar-benar terasa seperti nyata. Siapa yang akan mengira kalau mereka hanya pasangan pura-pura. "Kar, lutut saya udah mulai pegel nih, kamu tinggal jawab yes aja lama banget," desis Bagas sambil tetap tersenyum, membuat Kara langsung tersadar kalau ini bukan proposal sungguhan. "Yes I will," jawab Kara sambil tersenyum manis karena seluruh mata menatapnya menunggu jawaban. Dengan lembut Bagas menyematkan cincin di jari manis Kara, dan mereka nyaris meledak tertawa saat mendapati cincin itu terlalu longgar untuk Kara. Hal yang wajar, karena Bagas sama sekali tak tahu ukuran lingkar jari manis Kara. Mereka berusaha terlihat seromantis mungkin agar pengunjung yang sedang ikut menonton tidak kecewa. Tanpa diminta seorang fo
'Congrats Kara, wah keren banget sih kalian!''Ya ampun lo kapan pacarannya sih kok tau-tau udah di lamar aja, anw congrats ya!''Demi apa siiii calon suami lo ganteng banget Kar! Selamat yaaa so happy for you!''Kar, lo mesti ceritain ke gue semuanya GAK MAU TAU!''KARA TELEPON PAPA SEGERA, KAMU APA-APAAN?'Dan masih banyak lagi pesan lainnya yang masuk ke ponsel Kara setelah ia memposting foto wedding proposal Bagas tadi malam. Ia baru saja bangun dari tidur dan mendapati Bagas masih tertidur pulas di sampingnya. Kara bangun dari tempat tidur lalu berjalan malas ke kamar mandi, setelah sempat tertidur sebentar di bathtub, Kara membereskan barang-barangnya, seingatnya mereka akan check out pagi ini dan langsung menuju London. Ia menelepon room service, meminta sarapannya dan Bagas untuk di antarkan ke kamar. Tak lama seorang pelayan datang, membawa meja dorong penuh dengan makanan lezat. Tanpa menunggu Bagas bangun, Kara menyikat makanan tersebut dengan lahap. Setelah itu Kara ya