Baru saja aku dan ibu pulang dari makan malam di kantin rumah sakit, saat di koridor kami bertemu dengan bapak Yana yang tiba-tiba merengsek maju ke arahku, mencengkeram krah baju lalu meninju wajahku.
Buaaaaghhhh!
Mendadak kepalaku terasa pusing dengan mata berkunang-kunang. "Slamet!" seru ibu sambil memegangi tubuhku yang sempoyongan. Entahlah, tanpa sadar aku merasakan pandanganku menggelap. Mungkin karena tidak beristirahat seharian atau bisa juga karena baru saja menerima 2 tonjokan maut.Satpam di sebelah segera memapahku. "Lihat perbuatan bapak pada anak saya. Saya bisa adukan bapak ke polisi atas dasar penganiayaan!" kata ibu menuding bapaknya Yana."Slamet nggak apa-apa, Bu," sahutku lirih."Nggak apa-apa gimana? Bibir kamu berdarah, pipi keunguan. Ibu tidak terima!""Silakan saja kalau mau lapor, saya juga bisa lapor polisi atas dasar percobaan pembunuhan atau KDRT, kita bisa lihat nanti siapa yang berhasil," tukas mas Ali menatapku tajam.Hatiku berdebar. Benarkah gertakan mas Ali ini? "Lihat juga anak kamu. Tanya hati nuranimu. Kamu gak kasihan lihat anak kamu gak bisa nafas gara-gara perbuatan kalian? Kalau ada apa-apa sama adik dan ponakan saya, kalian akan tak hiiih!" Seru mbak
Flash back on :Aku tidak tahu minuman apa yang diberikan padaku karena tiba-tiba perutku terasa mulas. Rasanya seperti mau mati saja. Seolah ada tangan-tangan yang meremas perutku dengan sekuat tenaga. Aku mengerang-erang sampai sepertinya mas Slamet dan mertuaku marah. Tapi aku tidak peduli lagi dengan omelan mertua karena selama ini aku sangat menuruti kemauan mereka, padahal aku sudah tidak tahan lagi. Jadi sekarang aku tidak peduli jika aku berteriak keras-keras karena aku sungguh kesakitan.Hingga saat aku mulai naik ke atas bentor, aku tidak bisa menahan rasa mulas, hingga akhirnya aku merasakan ada yang meletus di dalam jalan lahir.Dan saat itu seolah sebuah tangan meremas perutku sekuat tenaga membuat seluruh pandanganku menggelap.***Aku tidak tahu berapa lama aku tidak sadar, tapi aku merasakan perutku sakit luar biasa dan badanku seakan tidak punya tulang. Sangat lemas dan tidak bertenaga. Mataku pun hendak terbuka tapi terasa sangat berat.Tapi telingaku seolah mend
Salah beli baju menyesal sehari, salah potong rambut menyesal seminggu. Tapi salah milih suami, menyesalnya semur hidup.***Yana dan keluarganya serentak menatap ke arah suster itu. "Apa kabarnya bayi saya Sus?" tanya Yana cemas.Suster itu lalu memandang Yana sejenak dan berkata, "Alhamdulillah, bayinya sudah mulai menangis keras. Dan sekarang rencana mulai dipasang selang untuk minum susu. Apa ada permintaan susu tertentu dari pihak keluarga?" Setelah mendapat keterangan dari suster tentang bayinya, Yana merasa energi luar biasa seolah merasuki tubuhnya.Ada semangat untuk sehat dan sembuh yang terpancar dari hati."Suster, berikan yang terbaik untuk cucu saya. Mahal tidak apa-apa. Petugas medis pasti lebih tahu kandungan susu yang terbaik untuk kondisi cucu saya. Karena anak saya baru keluar dari ICU, ASInya belum lancar," Ucap ibu Yana sambil mendekat ke arah suster tersebut."Oh, baiklah. Kalau gitu saya sampaikan ke ruang bayi dulu ya," suster itu hendak pamit meninggalkan rua
Jangan pernah membuat wanita yang mencintaimu menangis, karena akan sangat menyakitkan bila ada pria lain yang membantu menghapus air matanya.***Ibu Slamet ngeloyor pergi setelah mendapat ceramah gratis tentang bayi menangis dan pisang yang tidak boleh diberikan pada bayi kurang dari 6 bulan. "Bu, mau kemana?" tanya Slamet mengejar ibunya yang berjalan mendahului."Diam dulu Met. Ibu lagi berpikir," Ibu Slamet mempercepat langkah menuju kantin rumah sakit dan Slamet mengikutinya dengan bingung."Pak, bakso satu es teh satu," kata ibu Slamet sambil duduk di salah satu kursi."Bu, Slamet juga pesen bakso ya," pinta Slamet lalu duduk di depan ibunya. "Pesen ajah," sahut ibunya lalu membuka kulit pisang dan memakannya."Heran sama anak muda sekarang. Nggak ada sopan-sopannya sama orang tua," tukas ibunya Slamet kesal."Maksudnya apa, Bu?" tanya Slamet bingung. "Suster yang tadi lo Met. Masih bocah kok berani-beraninya ngasih tahu ibu. Padahal kalau lihat wajahnya, pasti dia belum ni
Pergilah dariku, maka kamu tidak akan menemukan pengganti yang terbaik dan mengerti kamu melebihi aku.***Saat suster itu hendak mendorong kursi roda Yana masuk kedalam ruang bayi, Slamet tiba-tiba berseru, "Yana, mas tahu kalau kamu hanya pura-pura lupa ingatan saja kan, maafkan Mas ya. Ayo kita mulai dari awal. Mas janji akan membantu semua pekerjaan rumah kamu," Yana masih duduk diatas kursi roda dan meminta pada suster untuk berhenti, lalu dia menoleh pada Slamet dan berkata, "Kamu bilang apa sih? Saya beneran nggak kenal sama kamu," tukas Yana ketus dan memberi tanda pada suster untuk mendorong kursi rodanya lagi."Yan...Yana! Tunggu!" Slamet terkejut dan meremas rambutnya frustasi."Met! Ora pantes wong lanang ngemis-ngemis nang wong wadon koyok ngono!" seru ibu Slamet sambil menarik tangan Slamet agar berdiri.Ali yang melihat pemandangan di hadapannya tersenyum geli.Slamet menurut pada ibunya. Dia berdiri perlahan tapi tidak mengikuti langkah sang ibu yang menjauh dari rua
Pria yang bersifat seorang raja akan memposisikan wanitanya sebagai ratu, tapi pria yang bersifat penjahat, akan memposisikan wanita sebagai belenggu atau bahkan alas di kakinya.***Ibunya terkejut melihat Slamet membuka wadah obat nyamuk cair dan mendekatnya ke mulutnya. "Tolong izinkan Yana dan anak Slamet kembali ke sini atau ibu akan melihat mayat Slamet!" teriak Slamet yakin.Ibunya mendelik! Tidak menyangka Slamet akan berbuat nekat seperti itu. "Turunkan obat nyamuk itu, Met. Bahaya!" Seru ibunya panik."Tidak Bu! Lebih baik Slamet mati saja jika Yana dan anak Slamet tidak pulang kesini!" Seru Slamet bertahan. Ibu menghela nafas. Merasa ragu apakah Slamet hanya akting saja demi membawa Yana dan anaknya pulang atau benar-benar berani meminum obat serangga itu."Met, ibu tahu. Kamu tidak akan senekat itu. Ibu tahu kamu bisa berpikir logis. Dan yang terpenting, ibu yakin kamu takut untuk meminumnya!" Kata ibunya yakin.Slamet terhenyak. Dia tidak menyangka jika ibunya tidak mu
Yana melihat mertuanya pergi menjauh dengan tersenyum penuh kemenangan."Emang enak," gumamnya lirih lalu kembali ke bayinya dan memeluk sang anak seraya memejamkan mata kembali."Yan, mas berangkat dulu ya," kata Slamet yang muncul dari kamar sebelah."Iya Mas," sahut Yana setengah terpejam.Memang sesuai kesepakatan dalam masa menunggu ingatan Yana kembali, Yana meminta tidur di kamar sendirian dengan bayinya dan Slamet di kamar sebelah.Dan Slametpun setuju. Dia tidur di kamar sebelah kamar Yana. Dan akan masuk ke kamar Yana kalau Yana memintanya untuk membantu menggendong anak mereka sementara Yana melanjutkan istirahat setelah menyusui.Slamet mendekat ke arah Yana. Sebenarnya dia ingin Yana kembali seperti dulu. Mengantarkannya sampai ke pintu depan rumah saat dia berangkat bekerja. Tapi sekarang, jangankan mengantarkan ke depan pintu, untuk tersenyum tulus pada Slamet saja sepertinya Yana keberatan. "Huft, entah lupa beneran atau pura-pura lupa, aku bersyukur Yana mau tinggal
Yana terkejut saat melihat isinya. Sejumlah uang berwarna merah teronggok di dalam tas tersebut!"Astagfirullah, tas siapa ini Mas?!"Slamet terdiam. Karena sejujurnya dia tidak tahu."Entahlah, tapi bukankah kita butuh biaya untuk mengaqiqahkan Fajar?" tanya Slamet retoris.Yana memandangi suaminya dengan seksama. "Kita memang butuh uang untuk biaya aqiqah. Tapi bukan berarti kita menghalalkan segala cara Mas," tukas Yana tidak setuju."Kita tidak menghalalkan secara cara kok, kita minjam ke orang ini secukupnya saja lalu kita kembalikan kalau sudah punya uang, gimana?" tanya Slamet."Maaf Mas, aku tidak ingin seperti itu. Kembalikan saja pada pemiliknya. Pasti ada dompet yang berisi identitas kan?"Slamet lalu menuang seluruh isi tas ke lantai. Dan berhamburanlah lembaran uang merah.Diantara uang tersebut, Slamet memungut sebuah dompet dan membuka isinya.Ada selembar ktp dan Slamet memungut lalu membacanya."Coba liat Mas," Yana menengadahkan tangannya meminta KTP yang sedang dipe