Andrew hanya bisa geleng-geleng kepala mengetahui bagaimana sifat dari bawahnya yang bodoh bin ceroboh itu.
Kalau saja dia tidak punya misi khusus, maka Andrew tidak akan Sudi berurusan lebih lama dengannya. Jika kalian pikir sikap Andrew ini karena dia peduli maka itu salah besar
Andrew hanya memikirkan dirinya sendiri.
"Hm ya ya, baiklah karena sepatumu tidak ditemukan maka ayo kita beli." Andrew berbalik dan pergi
Lagi-lagi Julea selalu ditinggal olehnya dengan langkah yang terburu-buru dia akhirnya bisa mengikuti sang bos
Andrew berjalan melewati ruangan lara karyawan dengan dari masing-masing devisi dengan tenang karena itu merupakan jalan utama yang biasa dia lewati.
"Pak kenapa kita tidak pakai lift saja sih? Kan malu pak dilihat banyak orang," Keluh Julea sambil menatap orang-orang canggung
Andrew tiba-tiba berhenti begitu saja membuat Julea tidak sengaja menubruk punggung kekar miliknya. Hal itu juga terjadi tepat di depan karyawan devisi perencanaan
Sontak semua mata tertuju pada mereka berdua. Mendadak ada pemandangan baru di kantor mereka dimana Pak CEO yang terkenal galak dan luar biasa dingin itu berjalan bersama dengan seorang karyawati dari devisi mereka
"Aduh Pak kalau ngerem bilang dulu dong, masak iya ngerem mendadak begini kaya emak-emak deh!" Julea menggerutu dia yang memang cerewet itu tidak bisa mengontrol diri untuk tidak marah-marah
Sialnya kali ini orang yang kena semprot Julea adalah atasannya sendiri. Si Dewa Kerja itu lah yang kini dia omeli
"Kenapa kamu yang protes kan kamu yang ikut saya?" Andrew menaikkan sebelah alisnya
Julea mengerjapkan matanya dia mengingat-ingat untuk apa dia ikut dengan atasannya ini. Karena perlu diingat juga kalau Julea punya masalah dengan ingatannya, dia sudah menjadi pelupa akut.
"Memangnya kita mau kemana Pak?" Tanyanya polos.
Andrew mendecik sebal, geram juga dia lama-lama menghadapi sifat lemot dari Julea yang cukup menguras kesabarannya.
"Kita mau beli sepatu Julea apa kamu ingat? Kalau kamu sudah lupa baiklah tidak masalah, sekarang kembali lah bekerja!" Andrew menunjuk kubikel milik Julea yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdiri.
Kubikel yang paling berbeda dari yang lain karena warnanya yang mencolok lengkap dengan berbagai hiasan warna-warni persis gedung TK.
Itu bukan karena pihak kantor yang memberikan keistimewaan pada Julea dengan memberinya kebebasan berekspresi di kubikel. Hanya saja itu adalah tindakan ilegal Julea yang diam-diam menghiasnya.
"Ah tidak-tidak saya ingat kok Pak, jadi ayo pergi!" Julea menggeleng-geleng cepat.
Dia juga menarik pergelangan tangan Andrew agar berjalan keluar dari kantor itu menuju parkiran mobil yang ada di lantai satu gedung perkantoran tersebut.
Banyak pasang mata yang memandang mereka tidak percaya. Ada juga yang mendadak ingin sekali menjadi Julea yang bisa dekat dengan Andrew si CEO tampan.
Namun banyak pula yang mencibir Julea dan mengatakan hal yang tidak-tidak tentangnya, seperti Julea telah menggoda Andrew sehingga mereka berdua bisa pergi bersama.
Sesampainya di parkiran mobil Andrew menepis tangan Julea yang masih asik nangkring di pergelangan tangannya.
"Lepaskan saya Julea!" Andrew menepuk-nepuk pergelangan tangannya dan bersikap seolah-olah dia tengah membersihkan lengan jas kerjanya yang kotor.
'Dih dia bersikap seperti baru saja terkena kotoran padahal baru saja di pegang oleh tangan gadis cantik sepertiku. Dasar memangnya dia siapa?' Julea membatin dia terus saja mencibir Andrew dalam hati.
"Ya kita kan mau pergi Pak, kalau tidak naik mobil Bapak mau naik apa motor atau metromini?" Julea bertanya setengah mengejek.
Dia yakin kalau Andrew akan mencak-mencak setelah ini karena mendengar dua transportasi paling buruk versi orang kaya itu. Julea sudah bersiap tertawa dalam hati.
"Boleh, ayo kita naik metromini saja." Andrew memutuskan dia juga sudah berjalan meninggalkan Julea tang masih melongo di tempatnya.
Andrew berjalan santai menuju halte yang ada di pinggir jalan, cukup dekat dengan halaman kantor itu.
Merasa dia berjalan sendiri Andrew kembali menoleh dan mendapati Julea masih diam tidak bergeser barang satu senti saja.
"Julea kamu mau ikut saya tidak, kita akan beli sepatu kamu!" Andrew sedikit berteriak.
Sopir pribadi Andrew yang tengah berkumpul dengan satpam di sana juga menoleh pada Andrew yang berjalan di tengah terik matahari seperti sekarang ini. Dia khawatir takut kalau-kalau bosnya akan marah karena tidak di siapkan mobil saat akan pergi.
"Pak Andrew saya siapkan mobil dulu Pak!" Serunya dari kejauhan dan berlari kecil ke arahnya.
"Tidak usah saya akan naik metromini dengan karyawan," jawab Andrew cepat.
Di saat itulah Julea bisa sampai di sampingnya.
"Tapi Pak–"
"Sudah tidak apa-apa saya akan pergi tidak lama," sergahnya dan berlalu untuk melanjutkan perjalanannya menuju halte.
Julea cemas karena sikap Andrew ini, kalau setelah pulang dia pasti akan mendapatkan masalah berat karena sudah berani membawa CEO terpandang Perusahaan Nugraha naik metromini.
"Pak sebaiknya kita pergi dengan mobil saya saja ya Pak," lirihnya saat mereka sama-sama berdiri menunggu metromini lewat.
"Kenapa memangnya?" Andrew menoleh dan mengerutkan keningnya dalam.
"Ya saya tidak mau dapat masalah karena sudah membuat bapak naik metromini nanti," keluhnya.
"Tidak ada yang akan memarahi kamu sudah tenang saja." Andrew mengatakannya tenang, dia juga bersikap biasa ketika ada metromini yang berhenti untuk menawari mereka naik.
Dengan cepat Andrew mengangguk dan menanyakan trayek metromini itu. Dia menyebutkan ancer-ancer jalan yang akan dia lewati untuk membawa Julea ke toko sepatu terdekat.
Setelahnya Andrew menarik tangan Julea agar ikut naik bersamanya.
Mereka duduk berdampingan, Julea memilih untuk duduk di samping jendela.
"Pak memangnya kesepakatan ini tidak merugikan bapak?" Julea bertanya hati-hati.
"Tidak," jawabnya singkat.
"Maksud saya Bapak ingin membuat kesepakatan yang seperti apa dengan saya Pak? Saya juga belum mengatakan kalau bisa membantu Bapak loh," cerca Julea yang tidak sabaran.
Andrew yang tengah asik menikmati sensasi naik metromini yang penuh sesak itu menoleh padanya.
"Kamu pasti bisa membantu saya," ucapnya yakin.
"Kok bisa memangnya bapak memerlukan bantuan yang seperti apa dari saya?" Julea mulai curiga.
Jangan-jangan Andrew akan meminta hal yang tidak wajar seperti cerita novel-novel romance dan film-film yang biasa dia tonton dimana itu akan merugikan pihak perempuan.
Ah tidak-tidak ini tidak boleh terjadi.
"Saya hanya akan memintamu untuk menjadi teman saya dalam makan malam formal nanti," jelas Andrew dengan tenang.
Julea masih belum paham dengan apa yang Andrew minta darinya. Kalau hanya untuk teman makan malam kenapa Andrew tidak menyewa model atau mengajak perempuan yang sudah jelas cantik saja. Kenapa harus dia?
"Makan malam formal? Katakan saja dengan jelas Pak sebenarnya apa yang bap–"
"Saya meminta kamu untuk menjadi pasangan saya dalam kencan buta." Andrew memberikan penekanan pada setiap kalimatnya.
Sontak Julea terkejut bukan main. "Apa?" Teriaknya yang memancing semua penumpang menoleh padanya dengan tatapan yang tajam.
Mereka semua menatap Julea seperti ingin menguliti dirinya hidup-hidup.
"Bapak ingin menjadikan saya pasangan kencan buta?" Julea mengulangi lagi perkataan Andrew dengan nada yang keras.
Andrew panik karena tatapan orang-orang di sekitarnya juga karena suara Julea yang tidak bisa pelan. Dia lalu menutup mulut gadis itu dengan telapak tangannya.
"Diam dan menurut lah atau saya potong gaji kamu?" Ancamannya serius.
Julea menggeleng-geleng pelan, dia masih sangat sayang dengan gajinya. Dia juga tidak mau kehilangan mereka dengan mudah setelah bekerja sangat keras.Mendapatkan jawaban yang memuaskan Andrew akhirnya tersenyum puas dan melepaskan mulut Julea yang tadi dia bekap."Bagus itu adalah jawaban yang tepat Julea," ucapnya lengkap dengan senyum manis.Julea hanya mengangguk lesu dia merutuki kebodohannya sendiri yang mau saja tergiur tawaran dari Andrew. Kalau sudah begini akan repot lagi urusannya. "Tapi Pak kenapa harus saya?" Julea menoleh hendak protes tapi Andrew sudah tidak ada lagi di sampingnya. Julea menoleh ke sana-sini untuk mencari pria yang telah membawanya, akan tetapi dia tidak menemukannya di atas metromini ini. Atau jangan-jangan dia sengaja mengerjainya dan ditinggal begitu saja?"Mbak cari pacarnya ya?" Tanya seorang kondektur yang melihat wajah kebingungan Julea. "Ah itu bukan pacar saya pak dia–""Dia sudah turun mbak, itu sedang menunggu mbak di pinggir jalan," tunj
Julea masih mengerjapkan matanya untuk kembali fokus dengan apa yang dia dengar barusan. Perempuan tadi mengatakan bahwa dia telah merebut Andrew, sedangkan kabar yang santer terdengar dari pria itu adalah dia merupakan pria lajang. "Saya tidak tahu apa yang anda katakan, tapi yang jelas saya tidak bersalah jadi berhenti memanggil saya dengan sebutan perempuan murahan!" Julea memandang perempuan itu sama sengitnya. Julea membenarkan posisi jas kerja yang dia kenakan dan mengalihkan berkas proposal yang di bawa dari tangan kiri ke tangan kanannya. "Hah! Perempuan seperti kamu memang pantas di sebut seperti itu. Memangnya sebutan apa lagui yang pantas untuk perempuan perusak hubungan orang?" Perempuan itu menunjuk wajah Julea dengan jarinya yang lentik lengkap dengan kukunya yang berkuteks.Dari penilaian Julea dia bisa tahu kalau lawan bicaranya bukan orang sembarangan. Perempuan itu bukanlah karyawan biasa seperti dirinya, dilihat dari cara berpakaiannya dan juga barang-barang yang
Marsha tertegun dia tidak bisa menjawab apapun perkataan Julea. Memang benar bahwa tidak ada alasan khusus agar bisa menjadi objek asal tuduh dari perempuan arogan seperti Pricilla. "Aku tidak tahu bagaimana bisa Pricilla tahu kalau aku pergi dengan Pak CEO," ucap Julea lirih. Marsha manggut-manggut tangannya dia letakkan untuk menopang dagunya memperhatikan Julea. Mereka berdua diam sama-sama hanyut dalam pikiran masing-masing. "Ah aku tahu!" Marsha berseru sambil memukul ringan paha Julea hingga gadis itu nengaduh mengusap-usap bekas pukulan dari sahabatnya. "Apa?" Tanya Julea masih dengan meringis menahan sakit. "Mungkin saja ada karyawan yang iri padamu Julea, dan dia memanfaatkan kejadian tadi untuk mempermalukan kamu di depan penghuni kantor ini dengan mengimpori Nona Pricilla," jelas Marsha memberikan alasan yang paling logis.Julea mengangguk mengiyakan. "Itu benar juga, tapi siapa?" Marsha menggedikan bahunya, dia tidak bisa memberikan jawaban. "Kita harus cari itu Jule
Julea mengangguk mengiyakan dia menghela nafas panjang. Kemudian menarik tasnya dan juga mengambil ponsel yang teronggok di atas meja. "Aku pergi dulu Marsha, dan kau harus ingat satu hal. Jangan pernah menceritakan hal ini pada siapapun!" Jule memperingatkan sambil menunjuk wajah Marsha. Gadis itu mengangguk-angguk patuh. Sedetik kemudian Julea berbalik dan pergi meninggalkan kantor. Saat melihat kepergian Julea banyak karyawan yang langsung menoleh pada Marsha untuk meminta penjelasan. "Kenapa Bu Wakil Katua Devisi pulang cepat, bukannya masih ada setengah jam lagi untuk bekerja. Dia juga terbiasanya lembur kan?" Tanya salah satu karyawan yang seperti juru bicara karyawan lain. Marsha memijit pelipisnya perlahan, pusing juga menghadapi sikap pada karyawan lain yang suka sekali kepo. Ingin tahu urusan orang lain dengan detail. Bahkan mereka bertanya seperti seorang wartawan saja."Aku tidak tahu, Julea hanya mengatakan kalau dia akan pergi untuk urusan penting." Marsha memberika
Andrew menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti. Kenapa Julea tiba-tiba mengehentikan aktifitas mereka yang tanggung sekali untuk dihentikan. Kalau orang bilang, Andrew itu sudah terlanjur masuk tapi tidak ditawari duduk. Sedikit waktu lagi Andrew bisa memuaskan keinginannya mencicipi bibir manis milik Julea. "Ada apa?" Andrew bertanya pelan, dia memegang pundak Julea. Julea tampak gelisah dia menundukkan kepalanya dalam. "Saya mau ke toilet Pak," ujarnya diselingi senyum kecut. Plak! Andrew memukul jidatnya sendiri. Bisa-bisanya Julea memotong adegan romantis mereka hanya karena kebelet. "Ya sudah sana, nanti kamu malah ngompol di sini. Kan tidak lucu juga!" Andrew beralih untuk duduk di kursinya dan memasang wajah kesal. Sementara Julea langsung berlari kecil menuju toilet yang paling dekat dari tempat yang sudah Andrew pesan. Buru-buru Julea menutup pintu dan berjalan ke arah wastafel. Dia menatap pantulan dirinya di cermin, wajahnya bersemu merah. "Pak Andrew sialan! Mana
Julea mematung dia memegangi lehernya yang pasti ada jejak sialan di sana. Sementara itu Andrew yang menjadi pelaku atas bekas merah-merah itu malah menatapnya santai. "Jul kenapa malah berdiri di situ?" Andrew melambaikan tangannya agar Julea mendekat ke arahnya. Dan apa tadi yang dia katakan? Andrew memanggilnya dengan sebutan 'Jul'. Julea yang mendengarnya malah melotot tajam. Dia tidak suka di panggil seperti itu!Karena kesal Julea akhirnya mendekati Andrew dan sengaja menginjak kaki pria itu cukup keras. Andrew mengaduh karenanya dan menatap tajam wajah Julea. "Maaf nggak sengaja Pak," ucap Julea disertai senyuman mengejek. Andrew ingin sekali marah-marah padanya akan tetapi di sana masih ada pelayan dan dia juga melihat ada seorang mata-mata ayahnya yang bersembunyi di sudut ruangan itu.Dengan terpaksa Andrew akhirnya menyunggingkan senyum manis yang amat sangat dia paksakan. Tangannya justru menarik Julea yang hendak duduk. Hingga gadis itu jatuh ke pangkuannya, Julea lan
Merasa kalau Andrew mulai terbuai dengan apa yang dia lakukan Julea justru berhenti dan langsung berdiri. Dia tersenyum penuh arti pada pria yang sangat dia jauhi sebelumnya. "Sudah Andrew, aku sudah melakukan apa yang kamu minta." Julea mengatakannya santai dia juga sengaja mengarahkan pandangannya ke arah di mana sang mata-mata berada. Julea sudah melihat ada yang mengawasi mereka saat melakukan sedikit permainan panas dengan Andrew. Sedangkan pria itu justru sedang mengatur nafasnya yang sempat tersengal karena ulah Julea. "Julea kamu ini kalau melakukan apa-apa suka yang setengah-setengah, ini belum tuntas malah udahan!" Andrew menggerutu dan mengatakan uneg-unegnya dengan jujur. Padahal dia tipe orang yang punya gengsi besar. Tapi kali ini tidak di temukan sifat yang seperti itu dalam dirinya. "Loh memangnya kamu mintanya bagaimana?" Julea mencondongkan tubuhnya ke arah Andrew yang masih duduk, keringat bercucuran di keningnya hingga membasahi pelipisnya. Andrew diam k
Julea menggeliat pelan karena merasa tidak nyaman, sinar matahari yang masuk ke matanya sudah mengganggu tidurnya. Tangan gadis itu meraba-raba ranjang dengan mata yang setengah terbuka dia mencari letak ponselnya. Akan tetapi dia menyadari sesuatu, ini bukan kamar apartemennya. Karena bau ruangan itu sangatlah berbeda. "Tunggu, tidur di mana aku ini?" Julea langsung membuka matanya sempurna dan terduduk. Ini bukanlah kamar apartemennya, dan jika dilihat dari interiornya kamar ini sepertinya adalah kamar pria. Sangat kentara dengan perabot dan juga warna-warna di sana dominan hitam. "Ini kamar pria, aku ada di mana dan bagaimana bisa aku tidur di kamar orang lain?" Julea mengusap wajahnya kasar.Dia juga mengecek pakaian yang dia kenakan, dan Julea baru menyadari kalau dia sudah berganti pakaian. Kemarin malam dia masih sangat ingat kalau mengenakan dress tapi pagi ini dia malah mengenakan baju tidur. "Aku juga sudah berganti pakaian, lalu siapa yang mengganti nya?" Julea bertany