Aku tahu bertahan tidaklah mudah.
Josh meyakinkanku bahwa kami akan baik-baik saja, tapi dia tahu bahwa kami juga tidak bisa mengabaikan masalahnya.Fakta bahwa aku takut kehilangan Josh, hubungan kami masih belum pasti kedepannya. Dan ex-nya masih berusaha keras memisahkan kami. Itu terasa seperti siksaan yang membuatku merasa duduk diatas kursi panas.Akhir pekan ini dia bertemu Ayah dan Ibunya di London. Dia kembali ke apartmentku larut malam. Aku khawatir tentang apa yang mereka bicarakan, apapun itu tampaknya bukan hal yang baik karena wajahnya kelihatan lelah."Ada apa?" Aku duduk disampingnya dan dia menghela napas panjang."Bukan hal yang besar, aku hanya perlu waktu berpikir....""Katakan padaku, seburuk apapun yang terjadi aku harus tahu. Apa Ibumu mengancammu, kalian bertengkar?" Josh menatapku lalu menangkup tangannya didepan wajahnya, tidak menjawabku. Pasti telah terjadi sesuatu.Aku sampai di sebuah restoran ramai di London Bridge, The Breakfast Club, aku tahu restaurant ini, hanya aku belum punya kesempatan mencobanya.Gadis yang menjemputku mengantarku ke ke sebuah meja yang agak tersendiri di ruangan itu, dengan sekat yang cukup private. Seorang laki-laki tua tersenyum padaku. Itu ayah Joshua, Jason Menard. Garis-garis wajahnya tampak seperti Josh, walau tampak lelah. Entah bagaimana aku sedikit bersimpati padanya."Charlotte, apa kabar. Terimakasih sudah bersedia menemui orang tua ini. Duduklah..." Ayah Josh mempersihlakanku duduk. Sementara wanita yang mengantarku menuangkan kopi dalam cangkirku."Tuan Jason, apa yang Anda ingin bicarakan dengan saya...""Kita sarapan dan minum kopi dulu Charlotte, Aku benar-benar minta maaf menjadi begitu pemaksa pagi ini..." Seorang pelayan masuk dan menghidangkan English breakfast bagi kami."Ayo makanlah, aku se
"Charlotte, kau punya pertemuan dengan Vivienne Chai jam 11." Elly langsung masuk ke ruanganku begitu aku tiba. Aku cuma duduk dikursiku dan termenung. Pikiranku terbang kemana-mana."Charlotte, kau mendengarku?""Elly, bisa kau tinggalkan aku sendiri 30 menit. Tolong...""Kau baik-baik saja? Perlu kubatalkan pertemuannya?" Elly mungkin tak pernah melihatku begini."Aku baik, tak usah batalkan. Hanya tinggalkan aku sendiri 30 menit. Jangan ada yang masuk. Aku akan memanggilmu." Mataku sudah panas."Oke, ..." Dia dengan cepat pergi, dan begitu dia menutup pintu aku membenamkan wajahku ke meja, dan mulai menangis dengan keras. Aku tak bisa menggambarkan perasaanku sekarang, aku sudah hancur, aku merasa tak berdaya. Aku dan Josh adalah hal yang mustahil dan semua perasaanku yang berkembang harus kukubur dan bagaimana aku bisa membunuh itu seketika, karena itu begitu menyakitkan bagiku.Aku baru saja menemukan
Aku membuka mataku, cahaya matahari sudah membias dibaliknya. Disampingku tidak ada Josh, apa dia sudah pergi? Jika iya tak apa, itu mungkin lebih mudah bagiku.Ini hari minggu, beberapa bulan ini hari Minggu adalah hari yang sangat menyenangkan. Kami bisa pergi kemanapun berdua. Menghabiskan hari dengan bersenang-senang.Sekarang, mungkin tidak akan ada lagi.Aku bangkit dari tempat tidur dan menuju dapur. Setidaknya aku masih punya kopi dan biskuit coklat favoritku disana. Tidak terlalu buruk, aku bisa menonton tv sendiri, memesan makanan favorit dan berhibernasi seperti yang biasa aku lakukan sebelumnya.Aku membuka pintu dan wangi butter toast memenuhi udara. Josh di meja dapur, sedang mengoreng sosis dan ham, dan telur. Sementara kopi sudah dibuat."Morning honey, your breakfast ready. Sit..." dia tersenyum padaku seperti tidak ada yang terjadi. Dan aku hanya berdiri menatapnya, dia masih disini, itu s
Sebulan setelah aku kembali dari Malaysia perasaanku masih kacau. Joshua sedang berada di New York sekarang. Walaupun kami sepakat untuk berusaha saling melupakan satu sama lain pelan-pelan, tapi setengahnya kami berdua merasa itu seperti sesuatu yang mustahil.Kami masih bertemu sebagai teman "akrab" dan kadang aku tak bisa menahan diri untuk memintanya untuk tinggal bersamaku. Entah bagaimana aku bisa melupakannya, jika dia dan aku tetap berada di kantor yang sama, hampir setiap hari bertemu. Itu akan terasa seperti siksaan tanpa akhir.Aku berpikir untuk menerima lebih banyak kasus dibawah pengawasanku. Untuk membuatku sibuk dan menekan rasa sendiriku dengan bekerja. Dengan cepat itu terwujud, sementara kasus di Malaysia masih bergulir dan sebagian kebijakan hukumnya ditangani oleh kolega kami disana, satu kasus dari seorang istri milliarder Jerman datang padaku.Wanita itu, Maria Schubert, masih cantik, dengan wajah
"Aku berdoa semuanya berjalan lancar jika begitu...""Ini untukmu Nona Charlotte." William mengulurkan amplop padaku."Apa ini?""Anggap saja ini ucapan terima kasih kami karena kau sudah membuat semua ini terjadi." Aku membuka amplopnya dan tertulis £30.000. Aku tercengang."Ini apa? Aku tidak bisa menerima ini.""Tidak Nona, kau pantas menerimanya. Ibuku yang tersenyum kembali sekarang itu semuanya berkat saranmu. Kau pantas menerimanya. Saat Ethan mengatakan aku harus membayarmu atas semua usahamu, aku tahu dia benar. Jadi terimalah... uang itu tidak senilai dengan kebahagiaan yang kau berikan kepada Ibu dan Ayah. Aku benar-benar memaksa kau untuk menerima itu." Ethan hanya tersenyum dan mengedipkan matanya."Ini...""Kau tak bisa menolak ini Miss Charlotte, kumohon jangan berdebat denganku." Aku diam. Jumlah yang sebanding dengan 20 kali jam konsultasiku. Ethan benar-benar melakukann
Sebuah silau dari cahaya matahari menerpa mataku dan membuatku membuka mata. Kepalaku pusing ketika aku mencoba bangun."Dimana ini?" Sebuah kamar asing. Ini kamar yang besar, dengan desain classic modern, tapi jelas bukan apartmentku di Covent Garden. Sial! Kemana Ethan membawaku?Bajuku?! Masih memakai baju semalam. Syukurlah.Semalam aku jelas minum sampai mabuk dan aku memberikan kunci apartment ke Ethan. Kenapa dia membawaku ke tempat asing ini. Shit! Dimana ini.Aku menyingkap gorden. Sebuah pertanian luas terbentang didepanku!? Ini pasti diluar London.Dengan cepat aku memakai sandal yang kutemukan di sana dan berjalan keluar kamarku. Seorang pelayan paruh baya tampak sedang membersihkan ruangan di depanku. Ada ruang duduk besar didepan kamarku."Nona, Anda sudah bangun. Saya Elena, pelayan disini. Tuan Ethan mungkin sedang di istal kuda sekarang. Ini Shanfold Farm di
"Kau dan Josh masih bersama?" Sebuah pertanyaan lain saat aku dan Ethan duduk santai menatap matahari sore di sebuah restoran di Eastbourne beach. "Sebagai teman..." "Teman?" Ethan menatapku dan ingin aku memperjelas apa itu definisi teman. "Teman yang berkencan ..." dia menyeringai kecil. "Kami tidak saling membenci, tentu saja kami masih berteman. Dan berpisah dengan kenyataan kami tidak ingin berpisah, itu menghancurkan..." "Mau bantuanku?" "Bantuan apa?" "Melupakannya sebagai teman..." "Bagaimana caranya?" Sekarang aku tergelitik. Apa dia akan menawarkan diri sebagai teman kencan? Itu tebakan paling mudah. "Buat dirimu lebih sibuk hingga kau tak sempat memikirkannya. Bergabung denganku di Verdag. Kami membuka firma khusus untuk perlindungan asset pribadi, konsultasi public relations dan klien khusus para pemilik korporasi. Kau sudah punya nama, kau pindah kemanapun orang akan me
Kami kembali dari Cambrige jam empat sore, hanya diperlukan satu jam untuk kembali ke pusat kota."Aku akan ke Eastbourne lagi, kau mau ikut?" Dia bertanya saat kami akan menuju London."Tidak, aku mau tidur. Aku perlu banyak istirahat.""Kau boleh tidur disana. Siapa yang melarangmu istirahat disana, udara di sana lebih baik daripada di London." Setelah beberapa bulan ini hubunganku dan Ethan layaknya teman baik.Dia tidak mencoba mendekatiku, itu membuatku lega dan itulah alasan aku berani menerima tawarannya menjadi counsel akhirnya.Aku sangat tidak siap jika terlibat hubungan baru lagi. Aku hanya ingin bekerja dan menjadi sibuk, mencoba menerima bahwa aku dan Josh harus berakhir sebagai teman seiring waktu, dan mencoba merelakannya.Sebuah pesan masuk ke ponselku dari Josh.'Kapan kau kembali, bisa kita makan malam bersama?'Aku menghela napas. Dia harusnya