Share

Part 3

Terhitung dengan hari ini, Emily telah 3 hari  di rumah sakit. Ia sangat tidak betah dengan bau rumah sakit, pada dasarnya raga Emily yang diisi oleh jiwa Keisya saat ini sangat tidak menyukai itu. Bi Sri selalu berada di samping Emily semenjak masuk rumah sakit, terkadang Bi Sri pulang untuk membawakan makanan untuk Emily atau berganti pakaian.

Dokter terlebih dahulu memeriksa kondisi Emily. “Baiklah Anda boleh pulang sekarang.” 

Yang menurut Dokter itu tanpa adanya ekspresi yang terlihat di wajah pasienya, hanyalah wajah datar dan dingin yang pasiennya perlihatkan.

“Baru kali ini gue dapat pasien seperti dia,” batin Dokter itu. Baru kali ini dirinya mendapatkan pasien seperti pasiennya sekarang ini yang tanpa ekspresi di wajahnya.

“Terima kasih Dok,” balas Bi Sri.

Dokter tampan langsung keluar dari ruangan, tetapi sebelum itu ia pamit terlebih dahulu. “Saya permisi.” 

“Kita pulang Non. Kita pulangnya diantar pak Ujang, Non.” Bi Sri membantu Emily turun dari brangkar dan menuntut Emily berjalan keluar dari rumah sakit.

Bi Sri merasa bahwa anak majikannya ini berubah. Terlihat dari kemarin, anak majikannya sangat diam, biasanya anak majikannya itu sangat cerewet.

Pada dasarnya Keisya sangat dingin, datar, irit berbicara pada orang yang ia baru kenal seperti Bi Sri.

Mobil yang mengantarkan Emily dan Bi Sri yang dikendarai oleh pak Ujang telah sampai dirumah. Yang Keisya yakini adalah rumah sang pemilik raga ini.

Keisya melihat rumah yang berada di depannya saat ini. “Lumayan.” 

Bi Sri terlebih turun dari mobil dan membukakan pintu samping. “Mari non, kita turun.” 

Bi Sri membantu Emily turun dari mobil secara perlahan, dan masuk ke dalam rumah.

Hahahaha

Terdengar suara tawa dari dalam rumah yang suaranya sampai di luar rumah terdengar.

“Mereka tertawa, disaat pemilik tubuh ini berada dirumah sakit,” batin Keisya.

“Masih hidup lo?” tanya salah satu dari mereka.

Emily a.k.a Keisya tidak menanggapi pertanyaan itu. Ia malas mengeluarkan suara saat ini. Apalagi pada orang asing.

“Heh gue tanya sama lo!” seru seseorang yang tadi bertanya pada Emily. Tetapi Emily tidak menjawab perkataan itu, sampai pada akhirnya sebuah tangan mendarat di pipinya, yang menyebabkan pipi yang memerah sedikit.

Plak

Emily a.k.a Keisya melihat siapa yang berani menampar dirinya. Seumur hidup tidak ada yang menampar Keisya, bahkan orang tuanya sekalipun dan sekarang ada yang berani menampar dirinya.

Mata Emily menangkap seorang wanita berada didepannya dengan wajah dingin miliknya. Keisya meyakini bahwa dia adalah Mama dari sang pemilik tubuh ini.

“Mama kecewa sama kamu Emily! pantas saja William sangat benci padamu,” marah wanita yang berada di depannya.

Emily memutar bola matanya, ia tidak berniat menanggapi ucapan wanita yang berada di depannya saat ini.

“kenapa kamu hanya diam saja!” seru wanita itu.

Baru saja tangan itu ingin menampar kembali. Emily lebih dulu menahan itu lalu menghempaskan tangan wanita itu dengan kasar. “Jangan pernah tangan anda menyentuh wajah saya."

Semua orang yang berada disitu terdiam mendengar itu. Baru kali ini Emily melawan. Itulah pikiran mereka saat ini.

“Mama anda bilang?” tanya Emily. Itu bukan pertanyaan yang Emily lontarkan, tetapi pengulangan kata yang wanita itu katakan dengan nada meremehkan.

“saya tidak merasa mempunyai Mama seperti Anda ini. Mama mana yang berani menampar anaknya, harusnya anda melindungi dan membela saya saat ini bukan malah menampar saya. Anda tidak pantas disebut Mama saya,” tegas Emily dan tak lupa aura sangat dingin miliknya.

“Aura nya dingin sekali,” batin seseorang.

Emily berjalan mendekat ke arah wanita itu dan membisikkan sesuatu yang hanya di dengar oleh wanita itu tentunya. "Don't you ever touch my face again with your dirty hands! because I'm Keisya not Emily."

Setelah membisikkan kalimat itu, Emily pergi dari tempat yang menurutnya membosankan itu. Sedangkan wanita itu yang mendengar perkataan Emily tadi menegang ditempat, tubuhnya seakan beku mendengar kalimat yang di lontarkan Emily.

“Anda tidak pantas disebut Mama saya.”

Itulah perkataan Emily yang terus saja berputar dipikirkannya saat ini. Sakit hatinya mendengar ucapan yang dilontarkan langsung dari mulut Emily.

Sang suami dari wanita itu mengelus pundaknya. “Sudah. Paling Emily akting saja, kamu tau sendiri dia bagaimana.”

“Iya Ma. Mama tidak usah memikirkan itu,” tutur anak dari wanita itu. Mereka berdua tidak membela Emily tadi tetapi hanya berdiam diri dan menyaksikan kejadian tersebut, dan di tambah mereka berdua memprovokasi keadaan agar semakin membenci Emily.

Liza Maureen Wilson. Itulah nama wanita itu. Istri dari Damara Alvin Wilson.

Liza dulunya sangat menyayangi Emily, tapi dengan sahutan anaknya dan sang suami ia tidak menyayangi Emily lagi.

Tidak ada yang menyayangi Emily di rumahnya sendiri. Rumah yang di anggap akan melindungi dan membelanya ternyata tidak sama sekali malah kebalikan dari itu semua.

“Perlahan lo akan hancur Emily. Dan gue pastikan itu.” batin seseorang tersenyum sinis.

Tidak ada menyadari seseorang itu tersenyum sinis. Semua orang yang berada di tempat kejadian, hanya berfokus pada kejadian yang di depannya mereka semua saat ini.

Mulai sekarang tidak ada lagi Emily yang mencari perhatian, tidak ada lagi Emily yang banyak berbicara pada orang lain. Sekarang hanya ada Emily yang dingin, datar, dan irit bicara tentunya pada orang asing baginya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status