"Bang," sapa Nasha sambil sedikit menunduk. Kesopanan.
"Kamu belum jawab pertanyaan saya," balas Agarish dingin.
"Tadi itu nggak sengaja kok. Bang Janu bantuin aku." Hawa panas di sekeliling Nasha sekarang bertambah panas.
"Kalau nggak bisa bawa sendiri ajak karyawan. Jangan sok-sokan bawa sendiri."
Apakah itu tadi? Perhatian atau ejekan? Nasha sampai tidak bisa berword-word lagi. Agarish langsung pergi setelahnya. Sumpah. Nasha tidak mengerti dengan semua yang berhubungan dengan Agarish.
"Mbak, ojek, Mbak?" tawar seorang tukang ojek.
Karena sedang melamun dan salah tangkap ucapan tukang ojek tadi Nasha malah balas marah-marah, "Enak aja. Saya ini bukan tukang ojek."
Bapak ojek yang tak tahu apapun jadi bingung. Dia ini sedang menawarkan jasa ojeknya. Bukan sedang bertanya apakah Nasha ini tukang ojek apa bukan.
"Dasar anak jaman sekarang," gumam Bapak Ojek.
Meskipun hanya bergumam, tapi Nasha bisa mendengarnya dengan je
Berpikir keras adalah hal yang dilakukan Satria sejak Nasha memberitahunya kalau dia diundang ke kediaman Tanubrata. Bingung dan gugup. Dia sedang memikirkan apa yang harus dia katakan nanti.Tak jauh dari Satria ada Nasha yang sibuk bermain dengan adonan sambil sesekali menatap aneh pada Satria. Satria jarang terlihat seperti itu.Terakhir dia melihat ekspresi itu saat Satria hendak wawancara kerja di salah satu kantor notaris. Lalu sekarang ekspresi itu muncul lagi. Membuat otak Nasha berpikir yang tidak-tidak.Tidak mau terus berpikir ngawur Nasha langsung menghampiri Satria begitu adonannya masuk oven."Ekhem, Satria," panggil Nasha. "Kamu ada masalah ya di kantor?" lanjut Nasha begitu berhasil mendapat atensi Satria."Kenapa mikir gitu?" Satria sudah biasa dihadapkan pada masalah bukan? Dia malah tinggal satu atap dengan masalah."Mukamu kelihatan bingung gitu. Jasa notaris kamu sepi job ya? Apa mau gulung tikar?"Satria cuma bis
Menginjakkan kaki di kediaman Tanubrata Nasha dibuat terheran-heran. Bunda dan pak Tanubrata terlihat bahagia sekali duduk menunggu di ruang tamu. Apa ada berita bagus?Bisa jadi eforia pertunangan Januar yang masih terasa. Mungkin mereka berdua merasa senang karena Januar akan segera menikah. Bisa jadi sih."Nah, akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga," sambut Januar dengan gembira. Bunda dan pak Tanubrata yang sedang duduk di ruang tamu juga ikut tersenyum.Nasha berpikir apa dia ini habis pulang dari membela negara? Kenapa mereka terlihat riang sekali menyambutnya?"Bunda sama Papa apa kabar?" Nasha mencium pipi Bundanya dan mengangguk singkat pada pak Tanubrata."Baik, Nas. Makin baik begitu dapat kabar gembira nih."Kabar baik? Nasha melirik Januar yang juga tampak tersenyum cerah. Pernikahan Januar memang sudah direncanakan sejak pertunangannya digelar. Kenapa senangnya baru sekarang?"Bang Janu udah nemu tanggal nikahnya ya?
"Aku sponge cake, Mbak 2 yang bentuknya cinta, ya," pinta seorang remaja laki-laki pada wanita yang berdiri di belakang meja kasir. Nasha, si pemilik bakery yang hari ini turun tangan menjaga kasir langsung mencatat pesanan pelanggannya dalam sebuah tablet. "Spesial buat kamu cintanya saya kasih bertumpuk-tumpuk," balas Nasha dengan senyum manisnya lalu menyerahkan sekotak roti pada pengunjung setianya itu. Remaja laki-laki yang hampir setiap hari mampir untuk membeli sponge cake itu menerimanya dengan senang hati lalu memberikan sejumlah uang untuk membayar kue pesanannya. Sudah 2 tahun ini Nasha fokus mengelola bakery miliknya. Dia yang semula bekerja di sebuah agen properti memilih untuk resign dan membuat usaha sendiri. Ya, meskipun tidak mudah. 2 tahun Nasha membangun bakerynya dan baru setahun ini pelanggannya meningkat pesat. "Saya cheesecake satu." Senyum Nasha langsung berganti dengan
Jantung Nasha berdesir halus. Sebelah tangannya diletakkan di atas dada sebelah kiri seolah sedang menenangkan debaran jantungnya yang menggila. Sudah hampir 10 menit motor maticnya berhenti di depan sebuah rumah yang cukup besar. Rumah keluarga bundanya, rumah papa sambungnya. Sudah hampir sebulan ini Nasha tak pernah datang dan tadi siang dengan rendah hati papa sambungnya datang ke bakery. Memintanya berkunjung ke kediaman Tanubrata. "Nas, sudah lama disini? Kok gak langsung masuk aja?" Suara itu membuat Nasha terkejut. Matanya mengerjap pelan melihat kakak tirinya yang lain, Januar melangkah menghampirinya dengan penuh wibawa. "Eh, baru sampai, Bang," balas Nasha. Senyum manisnya membuat Nasha terpaku. Senyum yang selalu dia dapat dari Januar, tapi tidak dari Agarish. "Ayo masuk, Nas!" ajak Januar. Dengan langkah ragu Nasha mengikuti Januar. Perasaannya ca
"Wow, gak nyangka pagi gini udah ada cowok ganteng yang lagi masak." Nasha yang baru bangun tidur mendengar bunyi bising dari dapurnya. Saat dihampiri ternyata Satria berada disana. Memanfaaatkan peralatan masak untuk menyiapkan sarapan mereka. "Nasinya udah matang. Ini telurnya dikit lagi matang. Kamu mandi dulu, Nas," ujar Satria masih memainkan spatula. Membalikkan telur ceplok buatannya agar matang dengan merata. Bukannya menuruti apa kata Satria Nasha malah berjalan mendekat. Melihat menu apa yang Satria siapkan. "Gak masalah sih tiap hari makan telur ceplok sama nasi hangat," gumamnya. Nasha acuh pada Satria yang sedikit terganggu dengan kehadirannya. Bukan terganggu sebenarnya, hanya kurang nyaman saja dengan penampilan Nasha yang masih berantakan. Pasti gadis itu belum mencuci muka. Bahkan selimut yang dipakainya meninggalkan jejak di pipi dan dahi. Berantakan. "Masuk, Na
Netra Nasha tak lepas mengawasi pintu masuk bakery. Bukan, dia bukannya mengawasi orang yang mencurigakan. Dia menunggu Satria. Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore yang artinya Satria seharusnya sudah datang ke bakery. Biasanya Nasha tidak mempermasalahkan sekalipun Satria datang tengah malam. Masalahnya sekarang adalah hari dimana Satria harus bertemu kembali dengan Ajeng dengan alasan pekerjaan. Nasha mendengus mengingat bagaimana Ajeng dengan terang-terangan mengutarakan ketertarikannya pada Satria. "Mbak, aku kebelet. Tungguin bentar ya," pamit Jihan lalu melenggang pergi. "Donat sekotak, Mbak. Mix aja." Kepala Nasha mengangguk singkat dan langsung membungkus pesanan pelanggannya usai mencatatnya di tablet. " Yang biasanya jaga kemana, Mbak?" Setelah mendapat pesanannya laki-laki tersebut tidak langsung beranjak. Malah menanyakan Jihan. "Masih di kamar mandi sebentar. Kamu ada
Sejak pagi Nasha sudah sibuk di dapur bakery. Bukan hanya Nasha, tapi ada juga Jihan dan mbak Asti. Beliau adalah mantan ART di rumah ayah. Sampai sekarang wanita paruh baya tersebut sering datang ke bakery untuk membantu Nasha membuat kue. "Mana ada bakery jualan jajanan pasar," protes Nasha begitu Jihan memberi saran untuk menyediakan jajanan pasar di bakery. Well, jajanan pasar itu bukan termasuk dalam list makanan yang ada di dalam bakery dan Jihan malah dengan entengnya mengatakan ingin membuat beberapa jenis jajanan pasar. Memangnya dimana sih bisa ditemukan bakery yang menjual jajanan pasar? Jajanan pasar itu mudah ditemui di pasar. "Gak setiap hari, Mbak. Kita kayak bikin menu spesial tiap hari apa gitu. Misal tiap hari Minggu ada jajanan gitu." Ini yang punya bakaey siapa sih? Jihan ngotot sekali ingin membuat menu baru yang mengusung konsep kaki lima. "Donat sama roti kukus masih mend
"Kamu serius, Nas?" tanya Satria, lagi. Begitu Nasha mengungkapkan keinginannya untuk mengambil kursus menjadi barista. "Iya, Sat. Jadi, namanya nanti berubah jadi 'Aqila's Bakery and Coffee' dan aku bakal nambahin meja kursi buat pelanggan. I mean, semacam kafe gitu." Nasha menjelaskan dengan mata berbinar. Membayangkan rupa bakerynya dalam beberapa bulan ke depan kalau dia betulan mengambil kursus barista.'Bugh''Bugh' Lamunan Satria yang ikut membayangkan masa depan bakery milik Nasha langsung buyar begitu suara adonan donat yang dibanting-banting oleh Nasha terdengar. Seperti biasa Nasha bangun pagi untuk menanak nasi di rice cooker dan menyiapkan lauk sederhana untuk sarapan. Telur ceplok dan ayam goreng misalnya. Lalu dilanjut membuat kue yang akan memenuhi etasale depan. Pagi ini Nasha tidak perlu bekerj