Mereka pulang dengan senyum merekah karena mendapat kehbahagiaannya sendiri-sendiri. Naya yang sedari tadi mengulum senyumnya menatap gelang yang dibelikan oleh Doni, Risma yang bahagia karena mendapat kalung dan gelang untuk diberikannya pada Yuni diulang tahunnya nanti. Doni yang menatap bahagia kekasih kecilnya yang sedari tadi tersenyum dan mengelus lembut gelang yang dipakainya.
“Assalamu’alaikum….” Salam mereka ketika sampai di rumah Rama.“Wa’alaikumsalam, sore banget Kak.” Jawab Bella sekaligus menggerutu karena putrinya pulang sangat sore.“Iya maaf Ma, keasikan soalnya.” Ucap Naya lalu mencium tangan Bella.“Maaf Bel, anak-anak pada heboh abis makan minta ke Mall.” Ucap Doni yang akhirnya dimengerti oleh Bella.“Wih ada yang seneng nih, nenteng apa tuh?” Tanya Bella ketika melihat Risma senyum semringah menatapnya.“Ini tadi dibeliin Om Doni, Mbak. Mau buat kado si Mamah yang ulang tahun bulan depan.” Jelas Risma yang membuat Bella ikut senang.“Ya udah masuk dulu ayo, tadi Mama udah bikin puding buat kalian.” Ajak Bella yang menggiring mereka ke ruang tamu. Di sana sudah ada Rama dan si kembar yang sedang belajar berhitung bersama Rama.“Sore amat lu nyulik anak gue, udah pada sholat?” Tanya Rama menatap mereka satu persatu.“Udah Pa.” Jawab Naya.“Udah Om.” Jawab Risma.“Udah Bos.” Jawab Doni.
“Bagus, ayo duduk.” Rama menunjuk sofa yang kosong di depannya, “beli apa aja tuh?” Tambah Rama yang ingin tahu.“Beli kado, kan tadi udah bilang Ram.” Sungut Doni yang membuat Rama manggut-manggut.Bella menghidangkan puding untuk mereka yang langsung disantap tanpa babibu. Risma dengan tergesa menghabiskannya karena ingin segera pulang, tingkah Risma tak luput dari penglihatan Rama dan Bella. Keduanya hanya bisa menggelengkan kepalanya mendapati pemandangan itu.“Pelan-pelan Ris gak ada yang minta, di kulkas masih banyak.” Tegur Rama khawatir Risma tersedak dengan puding yang dimakannya.“Hehe buru-buru Om, takutnya Mamah ngamuk.” Ungkap Risma jujur.“Emang tadi gak pamitan sama Bu Yuni?” Sahut Bella dengan mata memicingnya.“Udah kok Mbak, cuma takut tetep ngamuk aja hehe.” Cengirnya lalu menandaskan puding buatan Bella.Risma berpamitan setelah selesai acara makan puding, dia pulang dengan senyum terkembang karena pulang membawa kado untuk ibunya. Senyum bahagianya tak bisa disembunyikan hingga tiba di rumah. Diki dan Yuni yang sedang ngeteh di teras rumah menatap aneh putrinya.“Bocah pulang-pulang cengar-cengir aja Pah, anakmu.” Lirih Yuni pada Diki.“Lagi seneng kali Mah, udah biarin aja.” Ucap Diki yang tak ingin menghancurkan kebahagiaan putrinya.“Assalamu’alaikum.” Salam Risma langsung mencium tangan kedua orangtuanya dengan takzim.“Wa’alaikumsalam.” Jawab keduanya lalu Diki menepuk kursi di sebelahnya yang kosong.“Duduk Neng, hawanya seneng banget. Abis darimana aja sama Pak Doni sama Non Naya?” Tanya Diki yang mengenal keluarga Dimas yang memang selalu baik pada siapapun.“Abis diajakin ke Mall, Pah. Tadi Neng diajakin makan juga sama Om Doni ke restorannya. Enak-enak Pah makanan disana.” Jelas Risma yang diangguki Diki, Risma memejamkan matanya ketika Diki mengusap puncak kepalanya dengan sayang.“Nanti kita makan kesana sekeluarga ya Neng kalau ada rezeki lebih.” Ucap Diki yang diangguki antuasias oleh Risma.“Pah jangan suka janjiin anak macem-macem. Kalo ada rezeki mah langsung ajak aja, jangan pake acara janji. Takutnya lupa Pah.” Tegur Yuni yang dibalas senyuman oleh Diki.“InsyaAllah ada rezeki Mah, doain aja ya.” Ucap Diki yang memang ingin mengajak keluarganya makan malam bersama di luar ketika istrinya ulang tahun. Diki masih merahasiakannya dan ingin ini menjadi kejutan untuk istrinya, untuk tempatnya Diki belum menemukannya. Tapi setelah Risma bercerita jika di restoran Doni menunya enak, Diki memiliki keinginan untuk kesana, “emang Mamah gak mau ke sana sama Papah sama si Neng?” Tanya Diki.“Mau lah Pah, tapi kan sebentar lagi biaya Risma makin banyak. Sebentar lagi dia lulus, pasti biaya masuk perguruan tinggi tingkat 2 itu banyak. Kita harus nabung, jangan buang-buang duit buat hal begituan. Boros!” Seru Yuni yang membuat Risma menundukkan kepala karena merasa membebani orangtuanya. Sudah berulang kali Dimas maupun Rama berniat membiayai sekolah Risma, namun baik Yuni maupun Diki menolaknya dengan halus karena itu memang kewajiban mereka sebagai orangtua, untuk memberikan ilmu untuk anaknya sebagai bekalnya nanti.“Mah aku mau kerja aja dulu, nanti kalo duitnya udah kekumpul baru kuliah lagi buat S2-nya sambil kerja.” Ucap Risma yang mendapat delikan tajam dari kedua orangtuanya.“Enggak!” Seru mereka kompak, “Kuliah Neng, angkat derajat kami sebagai orangtuamu. Hanya kamu yang bisa Papah sama Mamah banggakan.” Ucap Diki dengan sejuta harapan untuk putrinya.“Nanti aku ambil freelance ya Pah, Mah, gak apa-apa kan?” Tawar Risma yang masih dipertimbangkan oleh keduanya.---“Mandi gih, bentar lagi maghrib. Kita jama’ah di musholla ya.” Ucap Rama pada Doni dan Naya yang langsung melipir menuju kamar masing-masing setelah Risma pamit pulang.“Mas, Naya sama Mas Doni kayak beda gak sih?” Tanya Bella yang mendapat gedikan bahu dari Rama. Fokus Rama saat ini hanya pada si kembar yang sedang meneruskan tugasnya, “Mas…” Ucap Bella lagi menggoyangkan lengan Rama.“Apa sih Ma? Mau apa?” Tanya Rama yang membuat Bella mendelik.“Itu Naya sama Mas Doni, Mas.” Ucapnya lagi.“Kenapa mereka? Bahasnya nanti aja kalau udah di kamar. Disini ada si NaNo, Yang.” Ucap Rama yang membuat Bella diam.Hening yang diinginkan Rama benar-benar terwujud setelah Bella diam dan akhirnya beranjak ke dapur untuk membantu Bu Minah. Si Kembar memberikan tugasnya yang sudah dikerjakan pada Rama untuk dicek. Reina dan Reino duduk sambil bersandar di punggung sofa. Mereka sangat merasa jenuh ketika keadaan hening, Reina bersandar pada lengan Rama sambil memainkan rambutnya.“Pa, kesayangan aku dari mana tadi?” Tanya Reina pada Rama.“Emang tadi Adek gak denger Om Doni dari mana?” Tanya Rama balik yang membuat Reina menggelengkan kepalanya.“Tadi kan Om Doni udah bilang Dek, abis dari Mall nganterin Kak Risma.” Ucap Reino yang mendengar obrolan para tetua.“Dih Abang tukang nguping.” Cibir Reina.“Orang suaranya kenceng, kamunya aja yang gak denger.” Reino mencoba membela diri.“Udah-udah, ayo ke Musholla. Panggil Mama sama Ibu dulu gih, Papa mau manggil Kakak ke atas.” Titah Rama pada si kembar.Rama menaiki undakan tangga dengan langkah lebarnya, sesampainya di depan kamar Naya, Rama mengetuknya 2 kali lalu membuka pintu kamar Naya. “Kak, udah siap belum?” Tanya Rama mengedarkan pandangannya mencari keberadaan putrinya, ”Kak…. Kak Naya.” Panggil Rama lagi ketika tak mendapat sahutan dari Naya.“Naya kemana kok gak ada?” Monolog Rama lalu masuk kedalam kamar putrinya.Rama mencari Naya kesegala penjuru kamar, sampai berhenti tepat di depan pintu kamar mandi Naya. Rama mengetuknya berkala namun tak mendapat sahutan sama sekali. “Kemana ini anak.” Gumam Rama ketika tak mendengar sahutan maupun gemericik air dari kamar mandi Naya. Rama turun untuk mencari Naya barangkali ada di ruang makan atau di dapur bersama Bella, namun matanya memicing ketika melihat pintu kamar Doni yang terbuka sedikit. Rama mengetuk pintu kamar Doni untuk memastikan jika pikirannya tidak benar. “Don, Naya ada di dalem?” Tanya Rama sambil mengetuk pintu. “Gak ada Ram, masuk aja.” Jawab Doni sambil mengeraskan suaranya. Setelah mendapat izin dari Doni, Rama langsung masuk lalu mengedarkan pandangannya mencari Naya. Matanya terfokus pada kamar mandi Doni, Rama menuju ke kamar mandi untuk memastikannya. Dibukanya dengan tergesa dan ternyata tak ada siapapun di sana. “Nyari apa sih Ram?” Tanya Doni heran dengan sikap Rama. “Naya enggak ada di kamarnya Don.” Keluh Rama lalu dud
Doni semakin rutin mengantar dan menjemput Naya akhir-akhir ini. Bisa dikatakan Doni terserang virus pubertas kembali dan rasa bahagianya berkali-kali lipat bertambah jika sedang bersama Naya, terlebih jika melihat senyum dan tawa lepas Naya. Rama dan Bella tak menyadari kedekatan mereka karena memang mereka selalu dekat meskipun belum menjadi sepasang kekasih. Doni menutup diri dari hingar bingar wanita semenjak merasakan sakit karena pengkhianatan enggan membuka hatinya kembali. Fokusnya hanya ingin berkarir dan tiba-tiba saja berpikir jika jodohnya adalah Naya, Doni yang melihat binar mata Naya—bayi kecil yang dibawanya pulang dari rumah sakit bersama Rama itu seolah langsung tersihir. Doni fokus pada perkembangan Naya kecil, remaja hingga kini akan menginjak dewasa. Semua momen tak pernah Doni lewatkan, tingkah maupun gaya rajukan Naya dihapalnya diluar kepala. Semua terekam jelas di kepalanya kini, jika Rama enggan mewujudkan keinginan Naya maka Naya langsung mengadu pada Doni.
Doni sengaja pagi-pagi sudah tiba di rumah Rama untuk meminta penjelasan perihal acara rapat dengan Pak Robert. Sedari semalam Doni tak bisa tidur karena sudah berjanji dengan Naya untuk ikut serta merayakan ulang tahun Yuni. Doni memang menuruti keinginan Naya, namun dia juga memperhitungkan banyak hal, yang ada di kepala Doni adalah mereka bisa datang kesana, memantau keadaan dari kejauhan dan jika keadaan memang bisa dimasuki oleh Naya dan Doni maka Doni akan ikut serta didalamnya. “Pagi…..” Sapa Doni riang ketika memasuki rumah Rama. “Pagi Om, kesayangan aku dateng. Pagi banget Om?” Tanya Reina langsung menghambur memeluk Doni. “Iya Om ke sini pagi-pagi karena ada perlu sama Papa.” Ucap Doni lalu menatap tajam Rama yang kini tertunduk lesu di tempatnya. “Gendong Om.” Rengek Reina dengan merentangkan tangannya untuk segera disambut oleh Doni. “Adek, Om ada perlu sama Papa.” Tegur Reino yang tidak suka jika Reina selalu bermanja dengan Doni. “Bilang aja iri. Iri bilang bos.” C
“Naya udah berangkat kayaknya Kak Risma.” Jawab Bella meredupkan senyum ceria Risma.“Kok udah berangkat Mbak? Naya marah sama aku ya?” Tanya Risma menatap sendu Bella.“Mungkin pagi ini jadwalnya si Kakak piket Kak Risma.” Ucap Bella menenangkan Risma.“Perasaan gak ada kelas pagi banget deh Mbak.” Ucap Risma yang memang mengikuti aturan rumah Rama dengan memanggil mereka dengan bahasa yang sudah terpaten. Bella sebelumnya sudah berpesan pada Risma dan Naya untuk berbahasa yang baik dan sopan ketika ada adiknya. Tidak dengan bahasa keseharian mereka yang ‘gue lu’ dan memanggil langsung nama jika sedang berada di rumah. Risma selalu memanggil Naya dengan embel-embel ‘kak’, sama halnya dengan Naya yang juga memanggil Risma dengan embel-embel ‘kak’ didepan nama Risma.“Iya kah? Maaf Mbak juga gak tau soalnya.” Bohong, Bella bohong. Karena sebenarnya Bella sangat mengetahui semua aktifitas Naya.Bella berjalan ke arah Risma untuk memberi penjelasan, agar Risma nantinya tidak berselisih
"Kamu belum jawab pertanyaan Om. Kenapa berangkatnya pagi banget?" Doni mengulang pertanyaannya dan membuat Naya menghentikan kunyahannya."Aku ada kelas pagi Om." Jawab Naya asal lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Doni."Kelas pagi? Kalau memang ada kelas pagi, lalu si Risma mana? Biasanya kalian itu satu paket. Apapun jadwalnya selalu bareng-bareng. Kamu gak usah bohong sama Om, gak ada bakat sayang!" Naya menoleh menatap Doni yang kini terlihat serius."Om udah sarapan?" Tanya Naya mencoba mengalihkan topik pembicaraan."Sayang.... Kenapa mengalihkan pembicaraan sih?" Doni gemas lalu mengacak rambut Naya dan mencubit hidungnya."Apa sih Om? Perasaan biasa aja. Bohong apa sih aku?" Doni merotasikan bola matanya jengah. Bisa-bisanya Naya bilang biasa saja, orang serumah heboh mencarinya. Tapi dia malah asik melamun di kelas."Kamu tau gimana hebohnya keadaan rumah tadi pagi? Kamu tau gimana khawatirnya Bella saat kamu gak turun-turun dari kamar buat sarapan?" Tanya Doni lirih a
Doni kembali menuju kantornya setelah berhasil menemukan dimana Naya, dan memastikan bahwa Naya sudah sarapan pagi ini. Setibanya Doni di kantor, Rama menatapnya dengan air wajah yang tidak bisa diartikan oleh Doni.Tatapan Rama seolah ingin bertanya bagaimana keadaan Naya meskipun sudah diberitahu melalui pesan singkat yang dikirimkan oleh Doni. Disisi lain tatapan Rama seolah sengit mengintimidasinya penuh kebencian. Entahlah Doni sukar menguraikannya.Doni duduk di kursi kebesarannya tanpa mempedulikan Rama. Dia menyalakan komputernya dan memulai aktifitasnya. Tak berselang lama Yuda masuk kedalam ruangan untuk memberitahukan jadwal mereka, Rama dan Doni hari ini."Jadwal meeting sama Pak Robert?" Tanya Doni setelah Yuda selesai membacakan agenda hari itu."Pak Robert berhalangan hadir Pak. Karena beliau juga sedang ada acara keluarga nanti malam." Doni tersenyum penuh kemenangan lalu menatap Rama seolah mengolok. "Maaf Pak ada yang ditanyakan kembali perihal agenda hari ini?" Doni
Setelah perdebatan mandi bersama akhirnya mereka benar-benar mandi di kamar masing-masing. Rama dan Bella sudah rapi lebih dulu dan turun dari lantai atas menuju ruang keluarga. Doni juga terlihat rapi dengan balutan kemeja yang digulung sampai siku. Jangan lupakan rambut klimisnya."Mau kemana Don?" Pertanyaan Rama enggan dijawab oleh Doni. Rama menoleh sejenak untuk memperhatikan suasana hati istrinya. Karena setelah perdebatan mandi bersama tadi hanya Bella yang dapat melerai mereka. "Don... Mau kemana?" Tanya Rama lagi yang hanya dijawab melalui tatapan mata."Udah dong jangan mulai lagi, udah mau maghrib." Lerai Bella dengan wajah lelahnya."Kesayangan aku.... Aduh ganteng banget lagi. Makin sayang deh." Ucap Reina dengan genitnya. Reino hanya menggelengkan kepalanya, untuk reaksi Rama jangan ditanya jika anak-anak perempuannya lebih dekat dengan Doni, pastilah jiwa iri dengkinya mulai kambuh."Adek sini sama Papa." Ucap Rama sambil menepuk pahanya agar Reina mendekat dan dipangk
Naya keluar dari Musholla dengan perasaan yang mengganjal. Ingin menanyakan lebih lanjut kepada Rama, namun dia urungkan karena tak ingin merusak suasana hati papanya. Bella yang berjalan beriringan dengannya hanya melirik Naya dari sudut matanya. Dalam hati Bella hanya bisa terkekeh melihat perubahan air wajah Naya."Maafkan Mama, Nak. Ini semua ide gila Papamu." Batin Bella ketika makin lama langkah Naya makin menghentakkan kaki."Kak.... Kamu kalau mau pergi sama Mas Doni, gak apa-apa pergi aja. Nanti biar Mama yang bilang ke Papa." Ucap Bella ketika melihat Naya yang kini menatap malas 2 laki-laki yang sedang sibuk dengan mobilnya."Gak usah Ma, biar aku sama Om Doni ikut kemana Papa sama Mama pergi aja." Naya memaksakan senyumnya, Bella dapat merasakan itu. Bella tak sampai hati jika membuat putrinya sedih seperti ini. "Tapi gak boleh cemberut, oke?" Bella menoel pipi Naya."Sayang ayo naik, Om udah siap." Panggil Doni dengan melambaikan tangannya. Merasa tak ada respon, Doni ak