Aku semakin meliriknya kesal saat mulutnya tidak berhenti mengeluh dan menyalahkan aku. Baru saja aku menemuinya selama 2 hari dan dia mengambil keputusan sepihak seperti itu? Kemana janjinya yang akan bertemu denganku seminggu penuh ini? Sudah hampir 6 bulan lamanya kami tidak bertemu dan memutuskan komunikasi karena aku sudah mencurigainya memiliki kekasih lain di sana.
"Besok. Aku akan memberikanmu jawaban besok. Sekarang antarkan aku pulang." Balasku cuek.
Malam itu menjadi makan malam terakhir bagi kami karena aku memutuskan untuk tidak meneruskan hubungan yang tidak sehat ini. Persetan dengan semua janji manis dan sikapnya yang ternyata penuh dengan tipu muslihat. Yang dia butuhkan hanya seseorang untuk melampiaskan nafsu bejatnya yang tidak ada habisnya itu. Dan dengan bodohnya aku selalu tertipu. Tapi malam ini, kuputuskan untuk tidak lagi jatuh di lubang yang sama.
Cukup.
Aku muak dengannya.
Kubiarkan air mataku jatuh semalaman penuh untuk menyelesaikan rasa sakit yang menyiksa batinku. Sendirian mempertahankan hubungan itu sangat melelahkan. Terlebih kesalahan yang dibuat berkali-kali oleh orang yang sangat kau cintai berhasil menghancurkan semua mimpi indah yang kami bangun bersama waktu itu. Bahkan dengan bodohnya aku sudah merelakan kehormatanku untuk direnggut oleh bajingan seperti dia.
Aku kesal.
Aku menyesal.
Aku merasa seperti orang yang paling bodoh dan tolol di muka bumi ini!
Orang tuaku juga ikut kebingungan melihatku menangis sesenggukan seperti ini, terlebih kakakku. Dia terus menemaniku melewati malam yang penuh dengan air mata. Ia terus memeluk dan menenangkanku. Kata-kata manisnya yang mengatakan bahwa aku berharga dan pantas dicintai oleh orang yang lebih baik lagi dari Jerry berhasil menguatkanku.
Bahkan di malam itu juga dia mengungkapkan ketidak sukaannya pada Jerry yang menjadi kekasihku selama 7 tahun belakangan ini. Tapi karena dia melihatku bahagia selama bersama Jerry, ia memilih diam dan merelakan perasaan tidak sukanya itu demi kebahagiaanku yang semu itu.
Keesokan harinya aku menepati janjiku untuk bertemu dengannya dan memberikan jawaban penolakanku. Sesuai dengan ekspektasi, dia menatapku dengan penuh emosi. Sebegitu percaya dirinya dia berpikir bahwa aku masih akan memaafkannya dan mengikuti semua permainannya. Dan dengan egonya yang sangat tinggi itu Jerry bahkan berjalan meninggalkanku sendirian di tengah keramaian tanpa berpamitan sama sekali.
Pupus sudah semua mimpiku yang kubangun bersamanya selama 7 tahun ini. Kututup kisah cinta pertamaku dengan akhir yang sangat menyedihkan. Aku sudah tidak mau mempercayai siapapun lagi. Terutama jika dia berniat masuk kedalam kehidupanku. TIDAK AKAN KUBIARKAN!
Aku, Joanna Gray, mempunyai prinsip bahwa SEMUA LELAKI SAMA SAJA!
.
.
.
Kembali ke masa kini. Usiaku sekarang sudah menginjak 24 Tahun. Sudah hampir setahun yang lalu aku memutuskan untuk berpisah dari seseorang yang memberikan pengaruh yang cukup besar untukku, agar lebih waspada terhadap lawan jenis. Hampir setahun pula aku selalu mengelak untuk menjalani hubungan dengan lawan jenisku, disaat semua teman-teman seusiaku sudah pada sibuk dengan hubungan romantis, rumah tangga bahkan anaknya masing-masing. Aku masih terlalu sibuk.
Tidak.
Lebih tepatnya menyibukkan diri dengan pekerjaan impianku. Sekarang aku menjabat sebagai kepala marketing di sebuah perusahaan property yang cukup berpengaruh di negeri ini. Hanya membutuhkan 3 Tahun untukku agar bisa menduduki jabatan ini, dan itu tidak lepas dari usahaku dari pagi hingga malam.
Iya. Malam.
Aku sampai bekerja di malam hari demi memenuhi kebutuhan Manajer Marketingku yang tidak tersalurkan di rumahnya. Tapi tidak seperti dengan yang kalian pikiran, aku tidak sampai menjual diriku hanya demi jabatan kecil ini. Aku hanya melakukan apa yang kuanggap perlu untuk mempermudah urusan pekerjaanku. Aku masih tetap bekerja dan memberikan yang terbaik.
"Baiklah, akanku mempertimbangkan permohonanmu untuk mengikuti management training program itu. Keputusannya minggu depan, okay." Ucapnya mulai menciumku dengan penuh nafsu saat aku duduk di sampingnya.
"Baik, Pak. Mhh." Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi saat bibir pria matang ini mulai melumat bibirku.
"Terima kasih. Saya permisi kalau begitu." Pamitku segera ingin beranjak keluar dari ruangannya.
Begitulah. Untuk mempertahankan jabatan di dunia kerja yang penuh persaingan ini aku memanfaatkan kemampuan khususku, atau lebih tepatnya bakat terpendamku untuk menarik perhatian lawan jenis. Meski aneh, harus kuakui aku sangat tertolong dengan bakat aneh ini.
Sudah tidah terhitung jumlahnya tundakan pelecehan di tempat umum yang sudah kuterima. Baik itu di angkutan umum, di tempat publik bahkan saat jalan sendirian ada saja tangan nakal yang selalu berhasil mencolek atau mengobrak-abrik bagian tubuhku.
Meski awalnya kesal, kucoba untuk memanfaatkan kemampuan itu demi keuntungan diriku sendiri. Dan terbukti, selama 3 Tahun aku bekerja di sini, aku sudah mampu menduduki jabatan kecilku ini. Lagi pula, yang kulakukan hanya sebatas memuaskan mereka. Aku tidak akan mau memberikan hatiku yang masih sangat rapuh ini pada kaum adam yang tidak setia seperti mereka.
Jadi ini sebuah win win solution bukan?
"Anna." Sela Manager Marketingku.
"Ya Pak?"
"Jangan lupa, nanti malam kutunggu di parkiran seperti biasanya." Ucapnya tersenyum.
"Baik, Pak."
***
Setiap hari aku harus terus sabar menjalani rutinitasku. Pagi bekerja sebagai pegawai teladan dan malamnya harus membuat atasanku senang dengan performaku yang lain. Tentu tidak masalah bagiku, tapi rasanya lumayan bosan juga kalau harus terus melakukan aktivitas yang sama setiap hari.Tapi, sabar Anna.Menjalankan sesuatu dengan rasa sabar pasti akan membuahkan sesuatu yang baik. Aku hanya perlu sabar menunggu hingga pengunguman itu keluar supaya bisa keluar dari rutinitas yang membosankan ini. Mau sampai kapan aku harus terus membuat bos mesum itu senang? Kenapa harus aku yang terus menuruti kemauannya? Apa sih kerja istrinya, sampai-sampai orang ini setiap hari terus mencariku?Rasanya ingin berteriak tapi aku tidak bisa. Aku terlalu capek kalau hanya ingin sekedar mengeluh. Malampun menjelang dan seperti biasa, aku menyetir menuju ke salah satu mall terbesar di kotaku dan memarkirkan mobilku tempat yang menjadi titik pertemuan kami setiap hari. Aku kemudian keluar dan berjalan men
Aku menghembuskan nafasku kasar karena kaget akan sikap Liam yang tiba-tiba berubah menjadi menyebalkan."Tidak. Pulanglah. Nanti aku bayarin ongkos taksinya, maaf mereporkanmu dan terima kasih sudah menemaniku." Ucapku tersenyum."Oh aku sangat suka ekspresi terkejutmu itu." Tawanya."Baiklah kalau begitu. Terima kasih juga sudah memanggilku. Senang bisa menemani malammu, Anna." Tambahnya sambil mulai mengambil barang bawaannya."Okay, See you." Ucapku tersenyum dan memencet tombol pembuka kunci pintu dari sisi kanan mobilku.Sebelum benar-benar turun, Liam tersenyum ke arahku sambil merentangkan kedua tangannya. Aku yang mengerti lalu segera membalas pelukannya. Liam akhirnya memelukku dengan sangat erat sambil sesekali mengelus pungggungku.Aku tersenyum."Kau sudah berjuang sangat keras" Bisiknya.Tentu saja mendapatkan perlakuan hangat seperti ini mampu membuatku merasa bahagia. Meski hanya sesaat.Namun tidak kusangka Liam mendekatkan wajahnya untuk mencium bibirku. Dan entah ap
"Kamu sepertinya belum pulang hari ini. Penampilanmu dengan pakaian kantor di jam segini sepertinya menunjukkan kalau seseorang baru saja meenggelamkan dirinya di kolam penuh alkohol." Ucapnya mulai mengimitasi. Aku mulai mengangkat sikuku dan mengendus sendiri bau yang menempel di pakaianku. Tapi sialnya seluruh indra penciuman dan perasaku sedang mati rasa karena alkohol sialan itu. "Maaf, saya tidak mencium apa-apa, Pak. Sekali lagi maaf kalau bau badan saya sudah mencemari udara di sekitar Bapak." Aku menunduk meminta maaf pada pimpinan utama perusahaan ini. "It's Okay, Anna. Oh, please... Panggil Rayes saja kalau kita sedang berdua begini. Lagi pula ini sudah bukan jam kantor. Jadi tidak perlu sungkan." Ucapnya santai sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Jujur saja, melihat pria dengan baju kemeja yang kancing atasnya terlepas dan lengan panjangnya yang terlipat terlihat sangat seksi di mataku. Netraku tidak berhenti berbinar menatapnya. Oleh karena itu aku leb
Oh iya, telepon. Kamar mewah seperti ini pasti punya telepon. Aku berlari mencari telepon itu di ruang tamu dan mendapati meja tamu yang penuh dengan makanan yang masih terbungkus rapi, lengkap dengan beberapa biji obat dan secarik kertas. 'Jangan lupa makan dan minum obatnya. Setelah itu duduk manislah dan tunggu saya.' Siapa? Aku? Ohhh tidak akan. Aku harus keluar dari sini secepat mungkin. Aku mendapatkan telepon tepat di meja kecil di ruang tamu dan segera memencet nomor receptionist. Tidak butuh waktu lama aku segera mendapatkan balasan. "Good Morning. May I help you, mam?" Loh? Bagaimana bisa dia tau kalau perempuan yang berbicara? Padahal aku belum mengeluarkan suara sama sekali. "Halo mbak, saya terkunci di kamar ini. Sepertinya pintunya rusak tidak bisa di buka dari dalam. Bisa tolong panggilkan teknisi untuk membantu memperbaiki pintu saya?" Pintaku. "Baiklah, tunggu sebentar. Saya akan mengabari teknisinya segera mungkin. Maaf atas ketidak nyamanannya. Terima kasi
Jantungku berdetak kencang seketika. "Apa yang sudah saya lakukan tadi malam Tuan?" Tanyaku penasaran Apa yang sudah kulakukan pada Rayes? Astaga, Anna... Siap-siaplah menjadi pengangguran sekarang! Rayes tersenyum. Dan itu semakin membuatku ketakutan. "Kamu memanggil nama saya dengan sangat santai. Tidak apa, karena itu memang yang saya mau. Selama ini saya memang memperhatikanmu karena mencurigai kamu sudah mempunyai suatu hubungan yang sepertinya, sudah di luar kewajaran." DEG!! Jantungku kembali berdetak kencang. "Menjadi selingkuhan Manajer Marketingmu? Dan melakukannya di kantor? Apa kau serius??" Mati aku! MATI!!!! "Awalnya saya mencurigai kamu melakukan itu semua demi kenaikan jabatanmu saja. Tapi setelah saya telusuri yang saya dapatkan, kamu memang berhak atas jabatan itu. Pekerjaanmmu sangat rapi dan tersusun, juga tepat waktu. Dan sepertinya kamu tipe yang tekun dan ulet. Tapi saya bingung, kira-kira apa alasannya sampai kamu mau menjadi selingkuhan orang semaca
"I-iya? Ada apa, Rayes?" Tanyaku penasaran. "Apa saya masih terlihat seksi di matamu?” "Hah?" Aku mengedipkan mataku berkali kali mendengarkan pertanyaannya barusan yang tidak pernah kusangka akan keluar dari mulut seorang pimpinan utama perusahaanku. Aku menelan ludahku kasar dan menutup mataku sebelum menarik nafas dalam dalam. "Tentu, Rayes." Senyumku menatapnya. "Tentu. Anda sangat seksi." Tambahku berbohong. Berbohong? Well, seorang pria dengan kemeja yang tidak terkancing rapi dengan lengan yang dilipat itu memang terlihat menarik perhatianku. Tapi bagaimana kalau yang memakainya itu orang seperti Rayes? Maksudku memang wajahnya masuk dalam kategori tampan untuk pria matang seusianya. Tapi apakah aku sopan baru saja menyebut pria dewasa yang mempunyai anak dan istri ini sebagai pria seksi? "Serius? Apa saya lebih seksi ketimbang atasan langsungmu itu?" Tanyanya dengan tatapan yang menyindir. "Tentu saja. Jangan menyamakan diri anda dengan bawahan anda seperti itu. Anda s
Ekspresi Rayes terlihat sedikit kaget namun ia terlihat berusaha menutupinya. "Oh, kamu sudah melihatnya. Yah, itu... Bagaimana ya menjelaskannya." Aku mempunyai firasat tidak enak. "A-apa kita me-melakukan itu? Rayes?" Tanyaku ragu. Rayes melotot menatapku. Firasatku semakin tidak enak. Rayes lalu mengusap tengkuknya yang kusadari tidak gatal sama sekali. Dia mencoba menyembunyikan sesuatu, atau sedang mencoba untuk menjelaskan sesuatu? "I-itu... Hm, begini..." Aku memperbaiki postur tubuhku untuk mendengarkan penjelasannya dengan baik. "Baiklah. Begini, waktu kita sudah sampai di apartemen ini... Kamu... Memuntahkan isi perutmu karena katanya kamu mual mencium wewangian di ruangan ini. Dan begitulah ceritanya kenapa pakaianmu berakhir di tempat laundry." Jelas Rayes sambil menahan tawanya. Wajahku merona padam karena malu. Segera kuambil bantalan sofa yang ada di sampingku lalu menutupi wajahku yang semakin panas ini. "Belum selesai Anna. Tolong dengarkan saya. Setelah puas
Kenapa Rayes berlebihan seperti itu? Oh astaga betapa bodohnya aku. Saking kagetnya aku melihat pakaian baru nan mahal ini, aku berlari pada Rayes tanpa mempedulikan tampilanku yang hanya terbungkus handuk putih dengan rambut basah sempurna berjalan begitu saja ke hadapannya dengan pakaian mahal pemberiannya itu di tanganku. Tentu saja Rayes akan menyemburkan air yang baru saja masuk memenuhi mulutnya itu sebelum mengomeliku dengan eksresi terkejutnya. "Ma-maaf, bukan begitu maksudku. Tapi ini?" "Ambil saja. Kamu berhak itu. Anggap saya yang sudah membuat pakaianmu menjadi kotor, okay? Lagi pula kemeja yang kamu pakai dan jas yang kamu ikat untuk menutupi pahamu tadi itu harganya melebihi pakaianmu sekarang. Jadi anggap saja itu hadiah, Anna." Pintanya. "Tapi saya-" Aku masih sangat tidak enak! "Anna, tolong." Rayes mulai berjalan mendekatiku. "Itu dari pemberian seorang teman. Okay?" Ucapnya menyentuh bahuku dengan kedua tangannya. Ada sensasi hangat yang menggeliat melalui ta