Shodaqallahul'adziim ...
Dina segera mengakhiri bacaan Al Qur'annya saat mendapati suaminya telah datang dari mengantar Oma."Aa' sudah datang?" tanyanya sembari berdiri mendekat ke arah Al. Dina segera meraih tangan Al dan menciumnya saat ia telah berada di hadapan suaminya.Perlakuan Dina membuat Al menegang, ia tak menyangka bahwa gadis yang dinikahinya atas dasar simbosis mutualisme itu akan bersikap begitu manis padanya."Kamu nggak perlu melakukan itu pada saya, Din," ucap Al sembari menarik pelan punggung tangan yang baru saja dikecup penuh hormat oleh istrinya."Memangnya kenapa?''"Karena kamu tahu sendiri apa alasan saya menikahi kamu, jadi nggak perlu terlalu bersikap seperti suami istri pada umumnya," jawab Al dingin.Dina tersenyum, "Apapun alasan Aa' menikahi aku, tetap kenyataannya saat ini Aa' adalah suami aku. Aku tetap harus memperlakukan Aa' sebagaimana mestinya, karena ini merupakan kesempatan untuk aku mendapatkan pahala dalam pernikahanku," jelas Dina membuat Al menatapnya tak percaya. Namun ia lebih memilih untuk tak terlalu memikirkannya. Baginya, apapun yang dilakukan Dina padanya, selama itu tidak mengganggu kenyamanannya, maka ia akan biarkan saja. Yang terpenting tujuannya menikahi gadis cantik itu segera tercapai."Aa' butuh apa? Mau mandi? Tadi udah Aku siapin tuh," jelas Dina lagi."Iya, saya mau mandi. Tapi sebentar, tadi kamu panggil saya siapa?" tanya Al yang baru menyadari panggilan baru untuknya."Aa," jawab Dina cepat."Aa'?" tanya Al heran.Dina mengangguk, "kenapa? Aa' nggak suka aku panggil gitu? Kalau gitu nanti aku pikirkan lagi gantinya," sahut Dina tak ingin membuat suaminya merasa tak nyaman."Bukan, bukan nggak suka. Cuma kenapa kamu pada akhirnya memilih untuk memanggil saya dengan sebutan itu?" tanya Al penasaran, ada hangat dalam hatinya kala mendengar Dina memanggilnya dengan sebutan khas orang sunda itu."Ya, jadi setelah aku pikir-pikir memang sepertinya panggilan itu yang paling pas di hati, karena dengan begitu aku lebih bisa merasakan dekat dengan Aa', sehingga ada feel tersendiri saat memanggil Aa' dengan sebutan itu.Sebenarnya mungkin karena panggilan itu sudah nggak asing aja sih di telinga, almarhumah ibuku orang sunda, beliau memanggil Ayahku dengan sebutan itu. Ibu sosok istri yang sangat baik dan penyayang untuk ayah. Dan aku berharap bisa meneladaninya. Itu aja sih alasannya," jelas Dina pada Al.Al hanya manggut-manggut paham, dalam hatinya ia bertanya-tanya, mengapa gadis di hadapannya itu begitu tulus menjalankan perannya sebagai seorang istri, padahal ia menikahinya sama sekali bukan atas dasar cinta. Tapi, lagi-lagi ia tak ingin terlalu memimirkannya."Ya udah, saya mau mandi dulu, kamu sebaiknya makan malam, di meja makan bi Ina sudah menyiapkan makan malam untuk kita," titah Al pada Dina."Aku tunggu Aa' aja ya makannya, lagian juga nanggung, bentar lagi waktu Isya', sekalian aku tunggu aja," jelas Dina yang masih mengenakan mukena.Al memandang Dina dari atas ke bawah, melihat Dina dengan balutan mukena ia merasakan aura yang berbeda terpancar dari paras cantiknya. Kemudian ia mulai teringat, telah bertahun lamanya meninggalkan sholat."Kenapa A'? Tanya Dina membuyarkan lamunan Al."Nggak apa-apa, terserah kamu aja kalau memang mau menunggu," jawab Al kemudian berlalu.Dina tersenyum, kemudian berjalan ke tepi ranjang, sekedar mengecek ponselnya yang baru saja ia nyalakan kembali setelah seharian ia tak sempat menyentuhnya. Mengecek beberapa info dari kampus tempatnya kuliah sembari menunggu waktu Isya' tiba.Setelah membaca beberapa info yang di share di grup, Dina lanjut membuka beberapa pesan pribadi dari teman-temannya yang masuk. Saat asyik berbalas pesan tiba-tiba ada pesan masuk dari kakak tingkat yang diidolakannya."Hah, kak Ali kirim pesan?" kemudian dengan semangat ia membuka pesan dari idolanya.[Hai, Din. Kemana aja baru keliatan online?]"Ya ampun, jadi diam-diam dia merhatiin aku online atau engga?" batin Dina merasa bahagia, seperti remaja pada umumnya, yang akan berbunga-bunga hatinya kala seseorang yang dikaguminya memberikan perhatian spesial."Ngapain senyum-senyum sendiri?" suara bariton milik suaminya tiba-tiba memembuatnya terlonjat kaget."Astaghfirullah Aa', ngagetin aja sih?" gerutu Dina reflek. Ia terkejut mendapati suaminya yang tiba-tiba sudah keluar dari kamar mandi, tapi yang lebih membuatnya kaget adalah, kesadarannya bahwa kini ia wanita yang sudah bersuami. Tak sepantasnya ia menikmati berbalas chatt dengan lelaki lain."Aa' sudah selesai?" tanya Dina sembari memandang Al di hadapannya dengan penuh makna. Pasalnya suaminya itu hanya mengenakan handuk yang melilit di perut hingga lututnya, menampilkan bentuk kekar tubuhnya yang sangat menggairahkan. Kulit sawo matangnya yang masih setengah basah menambah kesan eksotis saat dipandang."Udah," jawab Al singkat.Setelah itu terdengar suara Adzan dikumandangkan."Alhamdulillah, sudah masuk waktu isya'," gumam Dina pelan. "Aa' mau sholat Isya'? Yuk Dina tungguin, kita sholat bareng," ajak Dina pada suaminya."Nggak, kamu aja," jawab Al sembari mengenakan kaosnya."Kenapa? Aa' nggak sholat?""Engga, saya udah lama nggak melakukan ritual itu," jelas Al apa adanya, membuat Dina sedikit terkejut, kemudian memakluminya."Kenapa? Kamu mau maksa saya sholat? Saya nggak suka dipaksa-paksa," lanjut Al lagi.Dina tersenyum, "Nggak, kok, A'. Aku nggak akan maksa Aa' untuk sholat. Karena agama Islam bukan agama yang suka memaksa ummatnya," sahut Dina ramah."Kalau nggak maksa ya nggak akan diwajibkan, Din," sahut Al santak sembari melempar asal handuk yang dikenakannya."Sholat diwajibkan bagi kita karena kita membutuhkannya A', bukan karena Allah yang butuh kita untuk sholat," jelas Dina membuat Al memandangnya penuh tanya."Apa manfaat sholat sehingga kita membutuhkannya? Bukankah sholat hanya ritual peribadatan antara hamba dengan Tuhannya?" tanya Al tak mengerti maksud dari ucapan Dina."Sholat memang ritual peribadatan A', tapi Tuhan tak akan memerintahkan kita melakukan hal yang merugikan diri kita.Banyak manfaat yang kita dapat dari sholat, misalnya kesehatan jasmani dan rohani, secara jasmani gerakan sholat memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh kita, coba deh Aa' baca-baca artikel terkait itu. Banyak kok di mbah gugel. Selain itu, sholat juga bisa menyehatkan sisi rohani kita, karena dengan sholat kita akan mendapatkan ketentraman hati," jelas Dina membuat Al tampak berpikir."Lagipula kita nggak pernah dipaksa untuk sholat, kok. Kita tetap dibebaskan memilih kan? Bebas mau melakukannya atau tidak. Tentunya dengan konsekuensi masing-masing," lanjut Dina lagi menambah bahan pertimbangan untuk suaminya."Ya udah, kalau gitu aku sholat dulu ya, A'," pamit Dina pada Al yang masih terdiam mencerna penjelasannya."Ya, saya tunggu di meja makan," sahut Al kemudian berlalu.***Setelah menyelesaikan makan malam, Al dan Dina segera kembali ke kamar. Entah mengapa, Dina merasa sangat gugup saat berjalan beriringan menuju bilik yang sama dengan suaminya.Pikirannya kini berkelana, membayangkan hal apa yang akan dilakukan lelaki dewasa itu padanya. Akankah malam ini menjadi malam bersejarah? Malam di mana ia harus menyerahkan mahkota kewanitaannya yang selama ini ia jaga hanya untuk suaminya."Kamu kenapa tegang gitu?'' tanya Al setelah mengunci pintu kamarnya, ia berjalan ke arah istrinya yang tengah terduduk di ujung ranjang, kemudian mengambil posis dan duduk di sampingnya."Eng ... Nggak apa-apa, A', " jawab Dina terbata."Kenapa? Kamu merasa gugup akan melawati malam ini bersama saya?" tanya Al sedikit ingin menggoda gadis yang kini pipinya mulai merona itu.Dina hanya tertunduk tanpa menjawab sepatah kata pun."Rilex aja, itu biasa terjadi pada orang yang baru saja melakukannya. Kamu nggak usah khawatir, saya nggak akan menyakiti kamu," ucap Al sembari memegang kedua bahu Dina dan menatapnya penuh makna."Iya, A'," jawab Dina lirih."Ya udah, kalau gitu boleh sekarang saya buka penutup kepala ini? Sejak semalam saya sudah penasaran dengan wajah kamu tanpa jilbab ini," tanya Al meminta izin untuk membuka jilbab yang dikenakan istrinya.Ucapan Al semakin membuat degub jantung Dina berlompatan tak karuan, kedua telapak tangan dan kakinya mendadak terasa dingin, ia benar-benar merasa gugup di hadapan suaminya.Setelah mendapatkan lampu hijau dari sang pemilik raga, Al mulai menggerakkan tangannya untuk membuka jilbab yang menutupi kepala Dina. Ia memulainya dengan melepas peniti yang dikenakan Dina, lalu meletakkannya di nakas, setelah itu dengan perlahan Al menurunkan kain yang menutup kepala istrinya itu ke arah belakang, ada desiran hebat yang dirasakannya kala melakukan hal itu pada Dina, desiran hangat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, walau ini bukan kali pertama ia melucuti busana wanita.Perlahan namun pasti, kain jilbab itu akhirnya tertanggalkan, menampakkan rambut pirang Dina yang bergelombang, sungguh sangat sesuai dengan bentuk wajahnya yang cantik nan imut.Sesaat Al memandangi Dina dengan penuh ketakjuban, kemudian tangannya mengarah ke bagian belakang kepala Dina, melepas sebuah jepit yang menyanggul rambut panjangnya. Setelah itu membiarkan mahkota istrinya itu terurai indah. Al meletakkan jepit itu di nakas, kemudian dengan perlahan merapikan letak rambut gelombang milik gadis yang sedari tadi hanya menundukkan pandangannya pasrah.Al meraih dagu Dina dan mengangkatnya, ingin melihat bentuk wajah istrinya dengan lebih detail, "Lihat saya, Din," titahnya pelan.Perlahan Dina mengangkat pandangannya, memberanikan diri memandang suami di hadapannya, "Ayo, Din, kamu bisa, kamu pasti bisa," batinnya menyemangati diri sendiri.Al tersenyum saat kedua mata bulat istrinya itu memandangnya, ia lalu menggerakkan jemari yang mulanya berada di dagu ke arah Pipi Dina, memberikan sentuhan halus di pipi mulus milik istrinya, membuat gadis di hadapannya semakin deg-degan tak menentu."Cantik," puji Al dengan pandangan dan senyuman penuh makna."Cantik," puji Al dengan pandangan dan senyuman penuh makna."Astaggaaaahh, bisa copot ini jantung kalau dibiarin gini terus," batin Dina tak mampu lagi menahan gejolak di hatinya."Bentar A'," ucap Dina membuat fokus Al buyar."Kenapa, Din?""Dina deg-degan A'," ucap Dina sembari menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Membuat Al menahan tawa melihat tingkah polos istrinya."Gadis ini masih sangat polos dan lugu, sebenarnya apa yang terjadi padanya, mengapa ia bisa berada di tempat tante Merry?" batin Al mulai bertanya-tanya."Lucu ya, kamu," ucap Al sembari mengacak rambut Dina asal. Pandangannya yang sempat menggelap kini berubah menghangat. Dina dengan segala kepolosannya justru mewarnai malam yang sangat dinantikannya.Biasanya, ia hanya melewati malam dengan peluh kenikmatan, menuntaskan hasratnya dengan ketergesa-gesaan, sekedar untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, tanpa merasakan adanya suatu yang dapat menyentuh hatinya.Tapi malam ini, berkali-kali ia merasakan desiran asing
"Oh, jadi gitu alasannya. Kalau bekas Aa' sendiri bagaimana?'' tanya Dina to the point membuat Al memandangnya penuh makna." Tergantung." Al menjawab setelah berpikir beberapa saat."Tergantung apa, A'?""Tergantung apa kata nanti, bakal ketagihan atau nggak," jawab Al asal. Dina tersipu mendengar jawaban suaminya."Dina berharap Aa' selalu ketagihan," ungkapnya malu-malu, yang hanya dibalas dengan pandangan lekat oleh Al."A' boleh aku tanya satu hal lagi?" "Boleh.""Apa benar Aa' membeliku dari tante Merry?""Ya," jawab Al singkat."Kenapa Aa' lakukan itu?" tanya Dina penasaran."Lantas saya harus bagaimana? Saya tidak bisa membawa kamu begitu saja dari tempat itu. Ibarat kata kalau si Merry itu pedagang, maka kamu adalah barang dagangannya. Mana mungkin saya bisa membawa barang dagangannya cuma-cuma?" jelas Al panjang.Dina tertegun, karena apa yang suaminya katakan memanglah benar dan masuk akal. Tapi, ia tak menyangka bahwa suaminya harus membayar semahal itu untuk membawanya
"Ke rumah sakit? Mau ngapain A'?""Saya mau ajak kamu ke dokter kandungan," jawab Al singkat.Dina menahan tawa, "Ngapain ke dokter kandungan A'? Kan aku nggak hamil? nggak mungkin, kan, A' bikin se3malem paginya langsung jadi, emang adonan donat?" lawak Dina di sertai tawanya merasa aneh dengan suaminya."Kita ke dokter kandungan mau konsultasi KB untuk kamu.'' Al menyampaikan rencananya dengan lugas, membuat Dina seketika menghentikan tawanya."KB, A'? Aa' ingin aku KB?" tanya Dina tak memahami maksud keinginan suaminya."Iya.""Tapi kenapa A'? Aa' pengen kita pacaran dulu ya?'' goda Dina dengan gaya riang khasnya."Saya tidak ingin punya anak!" jawab Al datar."Deg!"Bagai disayat belati, mendengar itu Dina hanya terdiam, tak lagi berucap sepatah katapun. Rasanya begitu sakit mendengar ucapan suaminya yang tak ingin memiliki anak darinya."Ya sudah, kamu siap-siap, saya tunggu di depan," lanjut Al lagi yang tak menyadari perubahan sikap Dina."Iya A'." Al berlalu meninggalkan Dina
"Siapa lelaki itu? Kenapa Dina kelihatan happy banget ngobrol sama dia?" batinnya bertanya-tanya."Supri!" panggil Al pada sopir pribadinya dengan pandangan masih melekat pada istrinya yang tengah asyik bercengkrama dengan lelaki lain."Ya, Pak?""Kamu lihat lelaki yang bersama istri saya itu, perhatikan wajahnya baik-baik!" titah lelaki dengan mata elang itu penuh emosi."Sudah?""Sudah, Pak.""Setelah kamu antar saya ke kantor, segera kamu kembali ke sini. Saya ingin kamu pantau terus gerak-gerik Dina, siapa saja orang-orang yang dekat dengannya. Cari tahu siapa lelaki itu, lalu informasikan pada saya!" Al kembali memberi perintah pada Supri."Siap, Pak.""Jangan lupa ganti baju kamu, ya, jangan pakai baju sopir, karena Dina akan mengenali. Belilah kaos dan celana juga topi seperti yang kebanyakan mahasiswa itu kenakan, untuk penyamaran kamu selama penyelidikan,"Al memperingati lagi."Baik, Pak!''Kemudian Al tampak mengutak-atik ponsel di tanganya,"Sudah saya transfer 1 juta untuk
"Lu apaan sih, Al? Main lempar bolpoin sembarangan!" keluh Reno–asisten pribadi Al sembari menggosok-gosok keningnya.Reno merupakan sahabat karib Al saat kuliah di Amerika, dia sosok yang cerdas juga mumpuni di bidang arsitektur, sehingga Al merekrutnya sebagai tangan kanannya di perusahaan propertinya."Ren? Sejak kapan lu di sana?" tanya Al yang baru menyadari kehadiran Reno."Sejak lu kesambet terus main lempar bolpoin sembarangan," sindir Reno sembari berjalan dan duduk di hadapan Al."Sorry, sorry, Bro. Gue nggak sengaja," sesal Al."Kesambet apa sih Lu, Al? Emosian aja? Ada masalah lu?" tanya Reno tetap perhatian."Nggak pa-pa, nothing problem. Lu ada perlu apa datang kemari? Kita nggak ada meeting kan hari ini?" tanya Al berusaha mengalihkan pembicaraan."Gua emang sengaja datang kemari buat nengokin keadaan, Lu. Si Alice cerita katanya lu lagi banyak pikiran, ampe nggak fokus kerja. Kenapa sih? Nggak biasanya deh seorang Alfaro yang terkenal workaholic ini sampai nggak fokus
Al berjalan cepat memasuki rumahnya yang bak istana, di depan ia bertemu Bi Ina yang sedang membereskan ruang tamu."Bi, Dina sudah datang?""Sudah, Tuan muda."Setelah itu ia segera bergegas menuju kamarnya.Braaak! Al membuka pintu dengan kasar."Astaghfirullah Aa', pelan-pelan dong, buka pintunya, ngagetin aja," protes Dina yang sedang membereskan baju kotornya."Suka-suka saya lah, kamar, kamar saya," jawab Al kesal."Iya iya, maaf," ucap Dina kemudian mendekat ke arah suaminya, mencium punggung tangannya penuh hormat, kemudian mengambil alih tas kerja di tangannya, juga membantunya melepas jas yang dikenakannya. Membuat Al sejenak membisu, merasa tertampar dengan sikap manis istrinya, padahal baru saja ia berlaku kasar padanya."Kok Aa' pulang cepat? Ini baru selesai Ashar, lho! Belum juga jam 4, kirain aku kalau kerja kantoran tuh pulangnya jam limaan," celetuk Dina sembari membereskan barang bawaan A
Tante Merry?" batin Dina terkejut saat melihat nama yang tertera di hp suaminya. Dina memandang suami di sisinya, begitupun dengan Al yang membalas tatapan Dina. Mereka saling tatap dalam beberapa saat."Angkat aja, A', nggak apa-apa," ucap Dina berusaha tetap tersenyum. Ia harus sadar dan terus ingat akan perjanjian pra nikahnya dengan Al, bahwa ia tak akan menuntut kesetiaan. Bahwa ia tak akan mengekang hidup Alfaro dengan pernikahannya."Kenapa dia sama sekali tak merasa berat ya mengizinkan gue mengangkat telepon tante Merry? Apa sebegitu tidak berartinya gue sebagai suaminya? Apa dia sama sekali tidak takut kalau gue akan berpaling darinya dan bermain-main dengan wanita lain?" batin Al yang justru merasa jengkel melihat respon Dina yang biasa-biasa saja.Al yang semula enggan mengangkat telepon Merry kini berbalik menjadi antusias, ia berpikir inilah saatnya ia melakukan pembalasan pada Dina."Memangnya dia pikir hanya dia yang bisa bermain-main dengan lelaki lain?" batin Al kesa
Dina masih terdiam merenungkan ucapan suaminya saat punggung Al menghilang di balik pintu kamar mandi."Kenapa dia bilang begitu? Bukannya memang benar apa yang kukatakan?" batinnya merasa aneh dengan jawaban Al, kemudian memutuskan untuk tak ambil pusing, lalu membaringkan dirinya sejenak di ranjang.Sepuluh menit berlalu, saat Al terlihat keluar dari kamar mandi, lelaki dewasa itu hanya mengenakan handuk yang melilit di perutnya, menampilkan tubuh bagian atasnya yang begitu indah.Ia berjalan ke arah lemari untuk memilih pakaian yang akan dikenakannya, sedangkan Dina, matanya terus melekat memandangi suami tampannya. Ingin rasanya ia menyentuh dada bidang yang masih setengah basah itu, memberinya kecupan penuh cinta di sana. Namun, rasa malu dan tak percaya diri menghalanginya untuk melakukan itu.Rasanya ia tak rela, jika tubuh itu nantinya akan mendapatkan sentuhan dari wanita selain dirinya. Mungkin dulu hal itu memang menjadi kebiasaan bagi