Pukul tiga pagi, Jeff masih terjaga di sebuah apartmen yang beberapa waktu lalu menampung nya saat hujan badai dengan gemuruh petir yang lantang, singgah di ibu kota. Adalah apartmen milik Rinji yang saat ini sedang bermain peran sebagai Jianna. Awal nya, Jeff hanya mau mengantar kan gadis itu pulang, karena tidak bisa membiar kan wanita pulang sendirian malam-malam. Di tambah lagi, saat itu angin mulai bertiup kencang dari biasa nya, lalu di susul suara petir beserta kilat nya mulai menampak kan diri, menerangi bumi di kota Jakarta untuk seperkian detik secara terus-terusan. Maka dari itu, Rinji menyaran kan Jeff untuk singgah. Meskipun pada awal nya Jeff enggan, tapi semesta berkata lain. Saat kaki nya hendak kembali menyentuh tanah-- setelah memastikan Rinji selamat sampai unit nya, hujan dengan deras nya membasahi seluruh kota Jakarta, di susul amukan petir yang membuat malam menjelang pagi kala itu terasa mencekam, dan Jeff berakhir singgah di unit Rinji. Sebab, lelaki gagah pe
Bukan tanpa alasan kenapa Jeff takut dengan suara hujan di malam hari. Semua itu berawal saat usia nya enam tahun. Jeff kecil terbangun dari mimpi indah nya, ketika suara hujan pada malam itu mengusik tidur nya. Dia menangis sambil berharap Mama nya akan segera menghampiri nya. Namun sayang nya, belasan menit telah berlalu dan Mama nya tak kunjung datang, akhir nya Jeff memutus kan untuk berjalan mencari sang Mama. Dia membuka pintu kamar nya pelan, dan segera di sambut suara dari televisi yang menyala dengan volume besar. "Mama?" Jeff kecil bersuara pelan, berharap sang Mama akan menyadari kehadiran nya, namun beberapa kali Jeff memanggil Mama nya, sosok itu masih tetap tak muncul, sampai akhir nya, dengan penuh tekad, Jeff berjalan menuju sofa buluk yang ada di ruang tv, berniat untuk mengambil remot dan mematikan televisi tersebut. Namun sayang nya, belum sempat dia melakukan hal tersebut, langkah nya terhenti saat telinga nya mendengar suara desahan di antara berisik nya suara
DHARMAWANGSA GROUP.Jeff kontan mengendorkan dasi yang terikat dileher nya, saat kedua matanya tanpa sengaja membaca plang nama tersebut, ketika mobil yang dia kendarai melewati kantor pusat dari perusahaan itu. Napasnya tersenggal, dan refleks, satu tangan nya langsung mencengkeram stir dengan kuat, diikuti kedua mata yang juga menatap tajam ke arah kantor besar nan tinggi itu, meskipun hanya sekilas.Well, Dharmawangsa Group adalah sebuah perusahaan waralaba ritel, yang memiliki minimarket hampir di seluruh Indonesia dengan nama Dharma Mart, minimarket yang menjadi favorit sebagian warga negara, karena mudah ditemui dimana pun ketika bepergian.Iya, Jeff tahu kalau Dharmawangsa Group memang perusahaan yang sebesar itu. Hanya saja, dia benci mengakuinya.Dia benci karena orang yang ada di balik kesuksesan perusahaan itu, adalah sosok yang tidak bertanggung jawab terhadap sesuatu yang beresiko yang sudah dia lakukan.Pikiran Jeff seketi
"Ma, kenapa kita enggak di bolehin masuk?" Tanya Jeff dengan raut sedih nya. Seolah-olah suara mungil Jeff adalah air yang dapat memadamkan api dalam diri Tamara, wanita itu kontan berjongkok, menyejajarkan tubuhnya dengan sang anak. "Papa di dalam lagi sibuk, sayang. Kita tunggu disini ya?" Jeff mengangguk lesu. Padahal, dia ingin sekali masuk ke dalam istana Papa nya. Mengelilingi satu-persatu ruangan yang ada, supaya nanti bisa dia ceritakan ke Kevin dan teman-teman nya yang lain. "Jeff sedih ya, enggak bisa masuk ke dalam?" "Sedikit. Tapi enggak apa-apa. Yang penting hari ini Jeff ketemu Papa." Raut sedih yang ada di wajah Jeff berangsur menghilang, tergantikan senyum menawan nya. Dan itu kontan membuat wajah Tamara ikutan tersenyum. "Anak pintar." Ucap Tamara sambil mengelus kepala Jeff. "Di mana? Di mana tamu yang mengancam-ngancam saya, hah?!" Tamara sontak berdiri dan menyembunyikan tubuh kec
Hari ini, adalah hari terakhir Rinji bekerja sebagai resepsionis di sebuah hotel bintang tiga di Jakarta. Dia tidak resign atau pun apa, hanya saja kontrak nya sudah habis, dan tidak di perpanjang.Rinji menghela napas, seraya melepaskan heels nya. Ini jam istirahat, dan dia sedang berada di warung pinggir jalan yang berada tepat di depan hotel tempat nya bekerja."Mbak Rinji, kata nya hari ini terakhir kerja ya?" Tanya Ibu Marni, pemilik warung itu yang sudah Rinji anggap sebagai Ibu sendiri, karena saking akrab nya.Rinji mengangguk lesu, dia sedih karena harus meninggalkan orang-orang baik yang ditemui di sini. Satu tahun enam bulan adalah waktu yang tidak singkat. Rinji sudah sangat nyaman dengan lingkungan dan rekan-rekan kerja nya. Tapi ya, mau bagaimana lagi. Mungkin ini sudah jalan yang paling baik dari Tuhan."Nanti Ibu bakalan kehilangan pelanggan yang royal kayak Mbak Rinji nih." Eluh Ibu Marni
"Bu... Fatma baperan banget sih. Lagi PMS ya?" Rinji mengeluh pada pemilik kucing nya sambil terus mengikuti kemana Fatma pergi. Soal nya kalau sampai menyebrang jalan, resiko nya tinggi."Mana Ibu tahu. Lagian emang kucing bisa PMS?" Jawab Ibu Marni yang sedang membolak-balik pepes ayam. Iya, jadi pepes ayam nya masih di wajan, belum matang sepenuh nya. Makanya Rinji menunggu sambil bermain dengan Fatma."Kali aja. Atau mungkin habis dicampakkan sama kucing jantan.""Hahahahaha Mbak Rinji ada-ada aja." Menyadari ucapan nya lucu, Rinji jadi ikutan terbahak."Kan betina, Bu. Gampang baper. Hahahaha---eh Fatmaaa jangan nyebrang sembarangan!!" Rinji panik begitu melihat Fatma yang saat ini berada di pinggir jalan. Kontan dia segera bangkit, menyusul Fatma. Tapi terlambat, Fatma sudah berjalan diatas aspal dengan santai nya, tanpa takut ditabrak kendaraan yang lewat."Aduh dasar binatang! Mala
"Ma--maksud nya?" Pria yang Rinji yakini malaikat maut itu menghela napas seraya menggaruk bagian samping kepala nya."Kamu tidak apa-apa?" Rinji mengangguk polos.Sungguh, dia masih belum mencerna dengan apa yang terjadi sekarang. Yang dia ingat tadi hanya ada mobil dengan kecepatan tinggi dari arah kanan, suara Dildar yang memanggil nama nya dengan lantang, dan suara decitan mobil.Tunggu, seperti nya Rinji mulai sadar satu hal.Dia masih hidup.Iya, dia masih bisa mengambil napas, masih bisa berkedip, dan tangan nya yang memegang tubuh embul Fatma masih bisa bergerak dengan sempurna.Dan, "Ya. God bless you. Karena saya tidak jadi menabrak kamu." Rinji kontan menghela napas lega nya, seraya menatap ke atas dengan penuh haru.Tentu saja itu karena Tuhan masih memberikan nya waktu untuk hidup. Artinya, Rinji masih bisa
"Rinji! Anjir. Gue hampir aja kehilangan lo!" Dildar yang sejak tadi diam, kontan menghampiri rekan kerja nya dengan raut wajah yang masih panik. Tentu saja, Dildar melihat dengan jelas bagaimana kejadian itu berlangsung. Saat Rinji tidak berkutik di tempat nya, sementara mobil dari sisi kanan melaju dengan kencang. Untung saja, Tuhan masih memberikan Rinji waktu untuk hidup, karena mobil itu berhasil berhenti sebelum menerjang tubuh Rinji. "Dar, lo sejak kapan di sini?" Tanya Rinji bingung. Oh tentu, dia masih berada dalam pengaruh virus ketampanan pria tadi. Hingga kemudian Dildar segera menarik Rinji, takut jika teman nya akan di tabrak beneran kalau dibiarkan di jalan seperti. "Sejak lo hampir mati!" Dildar emosi. Dia bahkan merangkul tubuh Rinji dengan erat, untuk dia bawa ke warung Ibu Marni. Sementara itu, Rinji hanya nyengir lalu menyempatkan diri untuk menepuk-nepuk bisep sebela