Share

Head Over Heels - Part 4

Eliora menutup mulut dengan sebelah tangannya setelah troli miliknya menabrak tubuh seorang pria yang sedang berdiri di depannya. Mampus aku, batin Eliora pada dirinya sendiri. Kalau orang itu kenapa-kenapa gimana? lanjut gadis itu bertanya di dalam hati.

“Hei.”

Mata Eliora yang awalnya masih tampak biasa, kini tiba-tiba terbelalak ketika mendapati sosok yang baru saja ia tabrak dengan troli tadi.

Ini ... ini ‘kan Mas Tetangga yang kemarin? batin Eliora dengan ekspresi kaget yang kentara di wajahnya.

“Ma—maaf, aku ... aku nggak sengaja,” gumam Eliora dengan nada bersalahnya.

“Lain kali lebih hati-hati dan fokus pada pandangan di depanmu!” balas pria yang Eliora ingat bernama Raven itu dengan nada sekaligus ekspresi yang nggak bersahabat. Meskipun suara pria itu hanya datar, tetapi raut ketidaksukaan jelas tergambar di wajahnya dan itu sukses membuat Eliora merasa kikuk.

Raven yang kesal, tampak menekan tombol mesin EDC dengan cepat. Struk yang lumayan panjang kemudian keluar dari mesin tersebut. “Ini struk pembayaran dan struk belanjanya, Mas,” ujar penjaga kasir sembari menyodorkan dua lembar kertas kecil pada Raven. “Silakan datang kembali,” lanjut penjaga kasir tersebut sembari menempelkan kedua tangannya di depan dada. Raven hanya mengangguk sekali kemudian berlalu sembari memasukkan struk belanjaan ke dalam dompetnya.

“Selamat pagi, Kak. Pembayaran dengan cash, debit, atau aplikasi pembayaran virtual?” tanya penjaga kasir tersebut dengan tangan yang masih berada di posisi yang sama seperti sebelumnya.

“Debit aja, Mbak,” jawab Eliora sembari mengeluarkan dompet dari dalam tas ranselnya.

Penjaga kasir itu menge-scan barcode barang-barang Eliora dengan cepat. “Totalnya semua tujuh ratus delapan puluh sembilan ribu, Kak,” ujar penjaga kasir yang menyebutkan nominal total belanjaan Eliora.

Gadis itu kemudian mengulurkan kartu debitnya yang langsung diterima oleh penjaga kasir dan menancapkannya di salah satu mesin EDC yang sesuai dengan bank yang tertera di kartu tersebut.

Beberapa kali mencoba, tetapi transaksi dengan mesin EDC itu nggak kunjung berhasil. “Kak, sepertinya jaringan mesin EDC kami ini lagi bermasalah. Mau pakai opsi pembayaran lain?” tawar penjaga kasir tersebut.

Eliora menganggukkan kepalanya lalu menjawab, “Boleh. Pakai virtual payment aja, Mbak,” ujar gadis itu memilih karena ia hanya memiliki selembar uang berwarna biru di dalam dompetnya.

Namun, Eliora juga terpaksa harus mengisi saldo dompet virtualnya karena uang di dalam dompet tersebut nggak cukup untuk membayar seluruh barang belanjaannya. Gadis itu membelalakkan matanya ketika menemukan uang di dalam akun mobile banking-nya hanya tersisa tiga ratus ribu rupiah.

Ya, ampun ... bisa-bisanya aku nggak tahu kalau saldo ATM sisa segini, batin Eliora meringis di dalam hati.

“Mbak ... maaf, ini uang saya ng—ngak cukup. Boleh di-cancel nggak beberapa belanjaannya?” gumam Eliora sembari menahan malu. Untungnya nggak ada pengunjung yang mengantri di belakangnya sehingga tingkat kemaluan gadis itu nggak terlalu banyak.

“Oh, mau di-cancel, ya?” Eliora menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Mana yang mau di-cancel, Kak?” lanjut penjaga kasir bertanya.

Namun, belum sempat Eliora menjawab pertanyaan itu, sebuah tangan yang terselip beberapa lembar uang berwarna merah muda sudah terulur pada si penjaga kasir itu. Saat Eliora menolehkan kepalanya dengan pelan ke samping, yang pertama kali tertangkap oleh indra penglihatannya adalah pria yang beberapa menit lalu nggak sengaja ditabraknya, Raven.

“Ada yang ketinggalan, Pak?” tanya penjaga kasir pada Raven. Pria itu menganggukkan kepalanya seraya menunjuk sebuah kantung plastik di ujung meja kasir dengan dagunya.

“Pakai ini aja, Mbak,” kata Raven dengan tangan yang terulur sedikit lebih ke depan.

“Eh ... ta—tapi itu ‘kan belanjaan aku,” gumam Eliora dengan volume suara yang hampir nggak terdengar.

Raven yang awalnya menatap ke depan, kini memalingkan wajahnya sehingga mata pria itu bertatapan dengan mata milik Eliora. “Siapa bilang aku bayarin belanjaan kamu?” tanya Raven dengan sebelah alisnya yang terangkat.

Eliora mengerutkan keningnya dengan jari telunjuk yang mengarah pada penjaga kasir itu. “Tapi ... it—itu ....”

Ucapan Eliora dipotong oleh Raven. “Itu namanya meminjam, bukan membayar dengan sukarela,” jelas Raven sembari menerima uang kembalian sebelas ribu dari tangan penjaga kasir.

Raven kemudian mengambil salah satu kantung belanja yang berada paling ujung di meja kasir kemudian pergi meninggalkan Eliora tanpa mau repot-repot mendengar balasan dari gadis itu.

Eliora mengambil barang belanjaannya yang sudah berada di dalam kantung plastik. Gadis itu baru saja hendak mengejar Raven, tetapi suara penjaga kasir sudah lebih dulu menginterupsi Eliora sehingga pergerakannya terhenti. “Kak, ini struknya!” seru penjaga kasir itu. Eliora langsung menyambar struk itu dari tangan penjaga kasir kemudian berlalu pergi dengan langkah lebar untuk mengejar Raven.

Di area parkiran supermarket, Eliora menangkap sosok Raven yang baru saja masuk ke dalam mobilnya. Beruntung gadis itu sigap sehingga kini dirinya sudah berdiri di depan mobil Raven dan menghalanginya.

“Tunggu sebentar!” seru Eliora dengan kedua tangan di depan sebagai tanda berhenti. Gadis itu lalu berlari kecil menuju sisi pengemudi untuk berbicara pada Raven yang sudah menurunkan kaca pintunya.

Raven mengangkat sebelah alisnya sebagai tanda isyarat yang menanyakan maksud Eliora mengejarnya. “Uangnya nanti aku ganti, ya, Om,” ujar gadis itu dengan gumaman di akhir kalimatnya. Eliora tiba-tiba dilanda rasa kikuk setelah memanggil Raven dengan sebutan ‘om’ sampai-sampai gadis itu menggaruk tengkuknya padahal bagian itu nggak terasa gatal sedikit pun.

Bukannya membalas ucapan Eliora, Raven malah memberikan titah pada gadis itu. “Masuk!”

Eliora mengernyitkan keningnya ketika mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan oleh Raven. “Ma—masuk ke mana?” tanya gadis itu.

“Mobil!!” Nada suara Raven tiba-tiba meninggi, pria itu sepertinya sudah ingin mengeluarkan api amarahnya.

Eliora yang mendengar suara yang hampir mirip dengan bentakan itu pun tersentak kaget. Namun, gadis itu memilih untuk menuruti titah Raven dan duduk di kursi sebelah kemudi. Eliora meletakkan dua bungkus kantung plastik belanjaan di atas pangkuannya dengan mulut yang terkunci rapat.

Sebenarnya Eliora hendak bertanya ke mana pria itu akan mebawanya, tetapi gadis itu terlalu takut kalau Raven tiba-tiba meninggikan suaranya lagi seperti beberapa menit yang lalu. Semoga aku bukan mau diculik dan dijual di tempat human trafficking, batin Eliora berdoa di dalam hati.

Perjalanan itu terasa lama bagi Eliora karena suasana di dalam mobil yang sebelas dua belas dengan kuburan, yaitu sunyi, sepi, dan senyap. Bahkan suara radio saja nggak terdengar di dalam sana. Hanya ada suara udara dari pendingin mobil yang mengiringi perjalanan mereka.

Akhirnya, Eliora bisa bernapas dengan lega ketika mendapati mobil yang dikendarai oleh Raven, masuk ke dalam komplek perumahan mereka. Lagi-lagi Eliora menggaruk tengkuknya yang nggak gatal. Gadis itu nggak tahu harus berkata apa pada Raven selain berterima kasih pada pria itu ketika mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di depan rumah Raven.

“Terima kasih,” cicit gadis itu sembari membuka pintu mobil Raven. “Nanti uang Om pasti aku ganti,” lanjut Eliora meyakinkan.

Ucapan Eliora hanya dibalas dengan dehaman oleh Raven sebelum gadis itu menutup pintu mobil dan berjalan menyeberang. Sementara itu, Raven juga keluar dari mobil setelah mengambil barang belanjaannya di kursi penumpang belakang. Namun, bedanya adalah pria itu masuk ke dalam rumahnya sendiri, bukan mengekori Eliora yang masuk ke rumah gadis itu di seberang sana.

*

Raven meletakkan barang belanjaannya di meja dapur kemudian memilih-milah dan menyusun barang-barang itu sesuai dengan tempat seharusnya. Buah, sayur, dan susu di dalam lemari pendingin, sementara mie instan dan makanan ringin di lemari yang tergantung di atas bak pencucian piring.

Setelah memastikan keadaan dapurnya bersih dan rapi seperti semula, Raven mencuci tangannya di bak pencucian piring. Pria itu melirik sebentar ke arah jam dinding yang berada di ruang makan dan jarum jam tersebut menunjukkan hampir pukul sebelas.

Raven dengan cepat menyambar tas yang berisi bahan ajarnya kemudian menutup pintu rumah dengan rapat sebelum masuk ke dalam mobilnya. Pergerakan pria itu terhenti sejenak kala benaknya mengingat kalau jam 11:15 nanti, ia memiliki jadwal bimbingan proposal PKM salah satu kelompok mahasiswanya. Maka dari itu, Raven melajukan segera melajukan mobilnya keluar komplek untuk membelah jalan raya.

Namun, tanpa Raven sadari, ternyata ada seorang gadis yang berlari kecil keluar dari rumahnya dengan tangannya menggenggam beberapa lembar uang berwarna merah muda, Eliora. Gadis itu hanya bisa menatap bagian belakang mobil Raven yang sudah melaju dengan diiringi oleh suara mesin mobilnya.

Eliora menunduk sejenak, menatap pada lembaran uang di tangannya bergantian dengan mobil Raven yang semakin menjauh. “Yah ... orangnya udah keburu pergi,” gumam Eliora dengan nada kecewa yang kentara sebelum membalikkan tubuh dan berjalan masuk kembali ke dalam rumahnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status