Kalau dipikir-pikir, Justin sedang menjaga ayahnya, jadi tidak tentu dia akan ikut makan. Oleh karena itu, Pamela berkata, "Ajak saja si Ariel. Kita bisa makan bareng, lalu membantu Adsila memilih gaun pengantin bersama."Marlon tersenyum dan berkata, "Baiklah, kalau begitu, aku akan menghubunginya sekarang juga!"Adsila bersandar pada Pamela, seakan-akan dia adalah anaknya Pamela, sambil bergumam, "Bibi, sejujurnya, aku ... aku gugup!"Pamela mengangkat alisnya dan berkata dengan nada bercanda, "Gugup apanya? Kamu juga bukan pertama kalinya menikah, 'kan?"Mendengar ucapan ini, Adsila mengangkat kepalanya dan mengernyit sambil berseru, "Bibi! Kenapa kamu mengungkit hal itu?! Itu masa laluku yang memalukan!"Pamela tertawa sambil mencubit pipi Adsila dan berkata, "Justru itu! Untuk apa kamu merasa gugup? Kali ini nggak akan lebih buruk daripada sebelumnya! Meskipun calon suamimu kali ini juga biasa-biasa saja, dia jauh lebih baik daripada yang sebelumnya! Tenang saja, ada aku, dia ngga
Seusai berbicara, Justin langsung berjalan mengikuti mereka, lalu bergegas duduk di kursi utama!Mereka adalah teman-teman dari satu generasi yang pergi makan bersama, jadi tidak ada yang mementingkan posisi utama dan sebagainya. Oleh karena itu, tidak ada yang memperhatikan Justin.Pamela, Adsila dan Ariel memesan makanan, sedangkan Marlon mengambil peran pendukung. Dia duduk bersila dalam diam di samping sambil menunggu arahan.Sampai setelah semua orang memesan makanan mereka masing-masing, tidak ada yang memperhatikan Justin.Justin tidak tahan lagi, dia langsung berseru, "Hei! Aku belum pesan, kenapa kalian mengembalikan menunya ke pelayan?"Ketiga wanita itu hanya mengangkat kepala mereka dan melihat Justin sekilas. Kemudian, mereka menunduk lagi dan melihat foto gaun pengantin di layar tablet yang dibawa Adsila untuk membantu Adsila memilih gaunnya.Justin merasa murka hingga dia hampir menggila. Marlon menepuk-nepuk bahunya untuk menghiburnya, lalu berbisik padanya, "Tuan Justi
Begitu dipelototi oleh pacarnya, Justin seketika menjadi patuh. Dengan perasaan kesal, dia tidak mengikuti Ariel dan duduk kembali dengan kaki tersilang di tatami.Adsila berkata, "Haha, kamu kena marah lagi, 'kan? Bu Ariel sama sekali nggak berencana untuk menikah denganmu, tapi kamu malah mau membawanya memilih gaun pengantin, mana mungkin dia mau menghiraukanmu!"Ekspresi Justin menjadi masam. Dia memelototi Adsila dengan penuh amarah dan berkata, "Jangan kira karena kamu bersembunyi di samping kakakku, aku nggak bisa melakukan apa pun padamu!"Namun, Adsila malah berkacak pinggang dengan percaya diri dan berkata, "Aku memang bersembunyi di belakang Bibi. Apa yang bisa kamu lakukan?""Kamu ...." Justin menggertakkan giginya dengan penuh amarah. Dia memang sudah merasa kesal karena dia tidak memahami isi hatinya Ariel, tetapi Adsila masih saja terus memancing amarahnya!'Huh, aku memang nggak bisa melakukan apa pun padanya! Dia seorang wanita, jadi mana mungkin aku memukulnya?!'Just
Pamela tersenyum dengan sinis dan berkata, "Kalau kamu begitu memedulikan ayahmu, kenapa kamu nggak menjaganya di rumah sakit? Untuk apa kamu datang ke sini?"Justin menyilangkan tangannya dan berkata, "Bukankah ini jam makan siang, ya?! Kak Jason sedang menjaga Ayah di rumah sakit, jadi aku keluar untuk makan siang dengan Kak Ariel! Oh ya, Kak, nanti, setelah makan siang, pergi jenguk Ayah di rumah sakit, ya?"Pamela menjawab dengan dingin, "Nggak mau. Dia ayahmu, bukan ayahku."Dengan cemberut, Justin berkata, "Kak, anggap saja dia sebagai orang tua biasa dan pedulikan dia dengan perasaan kemanusiaan!"Pamela tertawa dan berkata, "Kalau aku punya waktu untuk melakukan itu, sebaiknya aku memedulikan anjing dan kucing jalanan. Kenapa aku harus memedulikan seorang pria paruh baya yang terlahir kaya dan nggak pernah hidup susah?"Justin seketika tidak bisa berkata-kata.Setelah memakan makanan yang disuapkan oleh Marlon padanya, Adsila berseru, "Kamu ini! Jangan coba-coba membodohi Bibi
Dengan wajahnya yang memerah, Adsila berseru, "Kamu ngapain? Bu Ariel dan Bibi berada di sini! Cepat ... cepat lepaskan aku! Jangan main-main!"Marlon tertawa dan berkata, "Nggak apa-apa, mereka juga bukan orang luar. Sudah pilih, belum? Coba pakai, biar aku lihat!"Adsila melepaskan tangan yang melingkari pinggangnya dan berkata, "Jangan macam-macam ...."Ariel hanya melirik Marlon sekilas dengan ekspresi terbiasa. Dia menoleh dan berjalan ke sisi Pamela untuk berbicara dengan bosnya.Marlon pun berkata, "Benar, 'kan? Ariel memang paling peka, dia nggak mengganggu kita!"Adsila merasa sangat malu. "Kalau tahu begini, kamu seharusnya nggak usah ikut!"...Pamela juga tidak memedulikan kemesraan Marlon dan Adsila. Dia membicarakan tentang situasi terkini perusahaannya Theo dengan Ariel. Saat mereka sedang mengobrol, ponselnya tiba-tiba berdering.Ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal.Biasanya, Pamela tidak akan menerima panggilan seperti ini. Namun, sekarang, dia memikirkan
Ariel tampak waspada. "Putrinya Theo mengajakmu bertemu? Bos, kamu harus berhati-hati, sebaiknya jangan pergi, deh," kata Ariel.Meskipun Pamela juga agak waspada terhadap Sonya, firasatnya mengatakan bahwa Sonya dan ibunya tidak sama dengan Theo dan Sophia."Tenang saja, aku akan hati-hati," kata Pamela.Ariel masih ingin menasihati Pamela, tetapi Justin tiba-tiba membawa satu gaun pengantin padanya dan berkata, "Kak Ariel, coba yang ini, dong! Menurutku, kamu pasti cantik sekali kalau kamu memakai gaun ini di pernikahan kita!"Ariel tidak bisa berkata-kata.Pamela tersenyum sambil mendorong Ariel dan berkata dengan nada bercanda, "Pergilah! Coba gaun itu! Dia bahkan sudah membawanya ke hadapanmu!"Ariel membenarkan kacamatanya dan berkata, "Bos, jangan bergurau!"Pamela membentangkan tangannya dan berkata, "Aku nggak bergurau. Gaun yang dia pilih ini memang sangat bagus, cocok untukmu!"Ariel terdiam.Dia merasa sangat canggung.Karena dipuji kakaknya, Justin makin merasa bahwa penil
Justin mengernyit, lalu berkata dengan ekspresi tidak bersalah, "Kenapa aku menyebalkan? Tadi, saat kalian berdua diam-diam berbicara, aku bahkan nggak pergi menguping! Kak Ariel, saat orang lain bilang aku menyebalkan, kamu seharusnya membelaku! Karena aku calon suamimu!"Ariel menarik napas dalam-dalam dan menaikkan kacamatanya, lalu berkata, "Sudahlah, kita sudah makan, kamu mainnya juga sudah cukup, 'kan? Biar aku antarkan kamu ke rumah sakit."Justin tersenyum dan berkata, "Kak Ariel, bagaimana kalau kamu juga naik ke lantai atas untuk menjenguk ayahku?""Bukankah kemarin aku baru pergi? Hari ini, nggak dulu, deh!" jawab Ariel dengan dingin.Kemudian, dia membuka pintu mobil dan duduk di jok pengemudi.Justin bergegas mengikutinya dan duduk di jok penumpang. Sambil memasang sabuk pengaman, dia berkata, "Kemarin itu kemarin, lebih baik lagi kalau hari ini kamu pergi lagi! Bagaimanapun, dia calon ayah mertuamu!"Ariel menginjak gas dan berkata dengan kesal, "Jangan asal bicara, jang
Ekspresi Justin seketika menjadi serius. "Nggak akan! Kak Ariel, kalau aku bisa menjadi bajingan, aku nggak akan mendekatimu! Lihatlah dirimu, kamu selalu bersikap dingin padaku, tapi aku tetap nggak tahu malu dan terus mencarimu. Menurutmu, aku memang nggak tahu malu sejak lahir, ya?""Kalau aku bisa pindah hati semudah itu, aku akan mencari wanita yang menyukaiku!"Ariel memegang setir mobil sambil menatap ke depan tanpa berkomentar.Justin berkata lagi, "Selain itu, aku benar-benar nggak mengerti apa yang terjadi pada ayahku. Sebagai putranya, aku juga nggak bisa memarahi ayahku bersamamu. Aku hanya nggak bisa mengabaikannya. Ya sudahlah kalau kamu nggak mau menemaniku menjenguknya! Anggap saja aku nggak bilang apa-apa!"Ariel masih saja membungkam. Dia hanya memutar setir mobil dan keluar dari jembatan layang.Begitu Justin melihat bahwa arahnya tidak benar, dia mengernyit dan bertanya, "Kak Ariel, kenapa kamu jalan ke sini? Ini bukan arah ke rumah sakit!"Sambil mengucapkan kata-k