Share

Bab 4. Allah Baik, Lagi

Ide cemerlangku menari di pelupuk mata. "Allah sudah ciptakan aku untuk menjadi manusia yang kuat dan pantang menyerah, sekalipun hatiku begitu rapuh." Tanpa pikir panjang aku pun langsung mengomentari status story WA Bang Gunaldi.

[Abang jualan sekarang?] tanyaku, karena story WA yang dipasang Bang Gunaldi adalah beberapa koleksi baju wanita, mulai dari daster, longdress, dan model baju lainnya.

[Iya, Han. Istri Abang yang jual, Abang cuma bantu-bantu promoin saja] balasnya. Aku tak perlu menunggu lama karena Bang Gunaldi hitungan detik langsung membalas pesanku.

[Wah, iyakah? Boleh aku jadi resellernya, Bang?] balasku antusias.

[Boleh, banget. Abang telepon ya? Lagi nggak sibukkan?]

[Boleh, Bang. Nggak, anak-anak lagi sibuk main] balasku sigap. Pilu dan risau hatiku seketika terbang mengudara.

Detik kemudian ada panggilan masuk dari Bang Gunaldi, tanpa mengulur, aku pun langsung mengangkatnya.

"Halo, Bang," sapaku. "Jadi gimana sistem kerjanya, Bang?" tanyaku pada topik pembicaraan.

"Nih, ngomong sama istri Abang saja langsung ya, Han. Biar dijelasin semuanya. Soalnya Abang juga nggak ngerti."

"Iya, Bang. Boleh."

Sambungan telepon pun beralih pada istri Bang Gunaldi.

"Halo, Assalamu'alaikum, Kak. Ini Yusa, Kak. Tadi Abang udah cerita sedikit. Salam kenal ya, Kak." sapa Yusa.

"Halo, Waalaikumsalam, Yusa. Salam kenal juga, aku Hanindia. Jadi gimana sistem jualannya Sa?" rasa semangat menggebu dihatiku. Betapa tidak, disaat hatiku benar-benar semakin rapuh, Allah tunjukan Kuasanya melebihi dari yang kubayangkan.

"Iya, Kak. Jadi aku stok barangnya di rumah. Nggak beda jauh sih kak, dari online shop lainnya. Aku ngasih ke kakak harga reseller, kakak boleh jual berapa aja sesuai laba jual yang kakak mau. Cara ordernya kakak kirim baju yang fix, bukti transfer sesuai harga reseller, sama alamat pembeli. Nanti aku yang urus dari sini. Lagian lumayan lho kak penghasilannya, ditambah lagi cuma posting barang aja, Kak. Terus di online shop aku, jikalau resellernya udah menjual 10 helai baju apa pun dapat free baju dan hijab tergantung kategori bajunya, Kak. Ini berlaku kelipatan kak, jual baju bonusnya baju dan juga hijab.

"Wah, iyakah? Kakak tertarik, Sa. Nanti boleh dikirimkan foto baju yang ready biar kakak posting langsung." pintuku semangat 45.

Demi anak, demi harga diri, apa pun akan kulakukan. Mana tahuan lewat jualan ini rezekiku berlimpah, aku tetap di rumah menjaga anak dan bisa menghasilkan uang juga. Bak kata pepatah, 'sambil menyelam minum air."

Lebih kurang satu jam teleponan dengan Yusa. Terdengar gemuruh seakan memberi kode hujan akan turun. Gegas aku beranjak mengambil jemuran.

"Heh, Hanin. Kalau ada masalah rumah tangga itu jangan ribut-ribut. Ingat di sini banyak orang, nggak musti juga kami dengar masalah rumah tangga kalian. Kayak orang nggak berpendidikan saja kamu. Lagian wajar suami kamu begitu, kerjaan kamu apa sih. Merem kayak ayam saja di rumah." cerocos Mbak Lulu, tetangga depan rumah. Dia juga sedang mengambil jemuran baju dan perintilannya.

"Iya, Mbak." lalu bertolak masuk ke dalam rumah, percuma juga aku jelasin pada Mbak Lulu. Bukannya nanti membantu, malah jadi Boomerang lagi. Secara Mbak Lulu biang gosip. Bukan sekali ini saja dia julid padaku.

Beberapa minggu mengontrak di sini pun aku sudah dijulidin sama Mbak Lulu, gara-gara nggak pernah gabung sama istri-istri komplek sini yang suka mangkal di warung Mbak Keke. Aku pernah menjelaskan bahwasanya anakku ada dua orang, masih kecil, belum lagi segudang pekerjaan yang mesti kulakukan sendiri di rumah. Jangan 'kan untuk ngumpul, untuk istirahat pun aku tak ada. Kalau emak-emak yang suka mangkal di sana anak-anaknya sudah pada dewasa, ada yang sudah kuliah, ada yang SMA, ada yang SMP, dan juga SD.

Aku, Mbak Sinti, dan Mbak Gina memang sering jadi gunjingan mereka karena kami tidak pernah ikut mangkal di warung Mbak Keke.

Mumpung anak-anak masih tidur, aku memposting beberapa foto baju yang dikirim Yusa lewat WA, semoga ada yang suka dan membeli begitu harapku. Tak lupa juga aku memposting foto outer dengan model dan motif yang beda. Selain pesan masuk dari Yusa tidak ada pesan lainnya, termasuk dari Yanti kulihat hanya dibaca saja, mungkin dia kelupaan membalas atau mungkin belum rezekiku.

Mas Dennis? Dia juga tak mengirim pesan ataupun meneleponku. Aku pun juga enggan untuk menanyakan keberadaannya."

Sebelum meletakkan handphone aku memilih berselancar sebentar di story WA, sekedar melihat-melihat. Seketika netraku, terhenti pada story WA dari Erlyn, sebelum mengintip status Erlyn terlebih dahulu aku mengganti privasi dengan menonaktifkan untuk terlihat oleh siapa pun. Jadi dengan begitu Erlyn tidak akan tahu bahwa aku melihat statusnya.

Kembali ku klik story WA Erlyn, mataku membelalak ketika membukanya tampak sebuah tas bermerk yang kuterka bernilai jutaan, dengan caption, "Makasih Mas D udah belikan aku, suka banget L U" disertai dengan emot hati.

Deg!

Jantungku berpacu lebih cepat, apakah Mas D itu ... Mas Dennis?" tanpa berpikir panjang, aku pun menscreenshoot sebagai story WA Erlyn untuk dijadikan arsip mana tahuan sewaktu-waktu diperlukan. Apa mungkin Mas Dennis dan Erlyn ...

Tok... Tok... Tok...

"Assalamu'alaikum, Han."

"Hanindia ... Assalamu'alaikum," sepertinya ada tamu, aku seperti mengenal suara itu.

"Iya, Waalaikumsalam." gegas aku berjalan setengah berlari membukakan pintu, tadinya aku melipat baju di kamar depan.

Kret!

"Julio?!"

Aku tersentak kaget setelah membuka pintu. Ada sosok lelaki yang tak kusangka berdiri di depanku sekarang. Lelaki yang pernah suka padaku sebelum Mas Dennis.

"Apa kabar, Han?" sapanya.

Aku masih dengan kondisi keheranan mengapa bisa Julio sampai di rumah kontrakanku.

"Ba-baik," jawabku gugup. "Kamu, kok ...?"

"Jangan kaget, aku ke sini cuma mau bantu kamu," Julio mengambil sesuatu di dalam tasnya, dan menyerahkan sebuah amplop coklat persegi panjang.

"Ini, apa?" tanyaku memastikan.

"Itu untuk beli susu anak-anak, kebetulan pas gajian kemarin dapat bonus gede."

"Aku tidak bisa terima, Jul," tolakku. Aku menyerahkan kembali amplop coklat berisikan uang itu, dirasa cukup tebal. Tapi aku tetap tidak akan menerima sekalipun memang membutuhkannya.

Ketika aku dan Julio saling tolak-menolak perihal amplop tersebut, tiba-tiba Mas Dennis datang dengan kecepatan turbo, dia memarkir motornya sembarang tempat. Aku pun dengan sigap menarik kedua tangan, begitupun dengan Julio. Saat Mas Dennis menghampiriku tampak sekali amarahnya sudah menggebu, wajahnya memerah, urat lehernya terlihat, dan belum lagi kedua tangannya mengepal.

Biasanya jam segini dia belum pulang, tak seharusnya dia melihat kejadian ini. "Ya Allah, tolong hamba," pintaku membathin.

"Hei, apa-apaan ini," teriak Mas Dennis tangan kirinya menarik krah baju kemeja Julio sedangkan tangan kanannya mengepal seakan siap mendaratkan pada Julio.

"Wuis ... santai bro. Tenang ... jangan emosi. Gue ke sini cuma mau bantuin istri lho saja, nggak lebih. Nggak usah narik-narik krah baju gue kayak gini," Julio memegang pergelangan tangan Mas Dennis dengan keras hingga suamiku melepaskan krah baju Julio.

"Mas, udah. Ini hanya salah paham," jelasku dengan menahannya yang makin emosi. "Lepaskan!" Mas Dennis menyentak kasar tangannya dari peganganku.

"Pergi dari sini sekarang atau mau saya teriakin maling, hah?"

Aku pun menyerahkan amplop yang masih berada di tangan pada Julio, tapi ketika hendak diraih Julio, Mas Denis sudah lebih dulu menyentak kasar amplop itu dari tanganku. Tanpa sikap sopan, dia pun melempar amplop tersebut di dada Julio. "Bawa harta lu jauh-jauh,"

"Kalau punya amanat itu dijaga jangan disia-siain," Julio menepuk-nepuk pundak Mas Dennis seakan memberi isyarat mengejek setelah mengambil amplop yang jatuh ke teras. Lalu, Julio pun berlalu meninggalkan rumahku.

"Den, jangan dibiarin liar istrinya, sudah bersuami malah nerima tamu laki-laki pas suami nggak di rumah," sorak Mbak Lulu. Aku tidak tahu sejak kapan dia berdiri di ambang pintu rumahnya.

"Eh, Mbak Lulu jangan jadi ikut campur rumah tangga orang, bisa jadi runyam nanti karena mulut julid, Mbak." timpal Mbak Gina, aku pun juga tidak tahu sejak kapan Mbak Gina berdiri di terasnya.

"Yee ... siapa juga yang ikut campur, situ saja yang sewot sama saya." sahut Mbak Lulu.

"Sini!"

"Aaauuu ... sakit, Mas," Mas Dennis menarikku masuk ke dalam rumah dengan memegang pergelangan tangan sampai sakit terasa, dia menutup pintu dengan keras membuat pintu utama terbanting hingga kaca jendela mengeluarkan bunyi akibatnya kuatnya getaran.

"Oh ... jadi ini kelakuan kamu jika aku tidak ada di rumah, bisa-bisanya berselingkuh ketika suami sedang tidak ada. Iya, hah?"

"Aauu ... sakit, Mas. Lepasin!" rintihku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status