Berapa aku harus membayar?” ketus Amira. Andrinof menggelengkan kepalanya. Tersenyum perlahan lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam dompetnya. Sebuah kertas persegi empat berbentuk seperti kartu. Amira kembali mengernyitkan dahinya. Satu lembar kartu nama ia pegang dan ia baca. Amira menggumam pelan menyebutkan nama lengkap Andrinof. “Andrinof Sebastian, wakil direktur SUN TV. Ingin mengajukan kerjasama? Tapi sepertinya anda salah sasaran.”
Andrinof tertawa. Terburu ia meneguk lemon tea dan menelan semua makanan yang ia kunyah. “Aku ada tampang marketing? Aku kasih kartu nama ini supaya kamu bisa tahu siapa aku dan pekerjaan aku. Ah, sorry aku manggilnya aku-kamu,” tutur Andrinof.Amira merapatkan bibirnya, berpikir sejenak maksud ucapan Andrinof yang seakan ingin sekali dikenal olehnya. “Jangan judes gitu dong. Senyum, lebih cantik.” Andrinof menarik pinggiran bibir Amira hingga naik beberapa senti. Amira menepis tangan Andrinof lalu memasukkan kartu nama itu ke dalam dompetnya.“Makanan aku tadi habis berapa?” tanya Amira sekali lagi. Kevin kembali menggeleng. “Jangan sampai aku marah nih.” ancam Amira. Kevin tergelak mendengar ancaman yang tak terdengar menakutkan tapi malah menggemaskan. “Enggak usah ketawa.”“Enggak usah dibayar. Bagaimana kalau kita kenalan lebih dekat?” ujar Andrinof seraya mengulurkan tangannya meminta jabatan tangan wanita cantik itu.Gayung pun bersambut. Amira membalas jabatan tangan Andrinof dan menyebutkan nama lengkap dan profesinya. “Amira Zahra. Panggil saja Ara, seorang beauty consultant dan juga pemilik salah satu beauty course terkenal di Jakarta.” ujar Amira menyombongkan dirinya.Andrinof mengangguk lalu ikut menyebutkan data dirinya sama seperti Amira tadi. “Andrinof Sebastian. Panggil saja Andrinof atau Basti biar lebih akrab, seorang wakil direktur di salah satu stasiun televisi terkenal di Jakarta." Andrinof mengakhiri perkenalannya dan melepas jabatan tangannya.Setelah saling sapa dan berbagi kartu nama, Amira pun berpamitan lebih dulu. Jadwalnya yang padat memaksanya untuk kembali melanjutkan rutinitasnya, apalagi kalau bukan sebagai consultant. Tak mau kehilangan jejak lagi Andrinof pun berinisiatif untuk mengantarkan Amira menuju ke tempat kerjanya.Amira menolak namun Andrinof tetap memaksanya.Bukan Andrinof namanya jika ia menyerah begitu saja. Dengan kemampuannya yang sering melobi banyak pengusaha ia juga mempraktekkannya pada Amira.“Wah, sepertinya hari mulai gelap,” ujar Andrinof berseloroh.Amira berdiri di sebelahnya tepatnya di depan pintu lobby mall. Tangannya berulang kali membuka ponsel mencari aplikasi pemesanan taksi online. Berulang kali ia mencoba memesan berulang kali juga ia ditolak.Soraya mulai gelisah. Satu jam lagi rapat akan dimulai namun ia belum juga beranjak dari mall yang letaknya cukup jauh dari kantornya.“Kalau kamu tidak keberatan, aku bisa antar kamu ke tempat tujuan,” ujar Andrinof lagi. Kini ia dengan beraninya menawarkan bantuan pada Amira. Ia pikir inilah waktu yang tepat untuk mengenal calon pujaan hatinya.Amira menoleh. Sempat berpikir sejenak namun akhirnya ia mengangguk. Andrinof yang sudah menduga bahwa ajakannya akan diterima dengan cepat menarik tangan Amira ke arah parkiran mobil di basement mall. Tak perlu waktu lama, ia pun mempersilahkan Amira untuk masuk sementara dirinya berjalan ke belakang mobil memasukkan barang-barang miliknya di kursi tengah ke bagasi.“Kamu tahu gedung galaksi?” tanya Amira. Andrinof yang sibuk memakai sabuk pengaman menoleh lalu mengangguk. Amira bernapas lega. “Syukurlah.”“Kamu kantornya disana?” tanya Andrinof. Tangannya memutar setir dan tak lama mobilnya berjalan pelan ke luar dari parkiran.Amira mengangguk lalu berkata, “ Iya. Kamu tahu kan?”“Tahu. Salah satu brand yang kerjasama dengan aku ada yang bertempat di gedung itu. Namanya estetique group,” jawab Andrinof santai."Aku pemiliknya." Andrinof menoleh. Matanya terbelalak lebar dan bibirnya pun terbuka sedikit menunjukkan keterkejutannya."Kenapa kita tidak pernah bertemu saat rapat pembentukan kerja sama?" tanya Andrinof yang dibalas dengan gelengan kepala Amira. "Ah, sepertinya akan menyenangkan kalau aku yang mengambil alih kerja sama ini. Bagaimana?""Sejak awal yang terlibat dengan kerja sama ini adalah bagian marketing dan development artis. Kalian para petinggi, mana mengerti?" ketus Amira lagi. Kata-katanya seperti sedang menyindir Andrinof dan perusahaan milik kakeknya itu."Astaga, aku kan baru enam bulan di Jakarta. Aku tahu gedung ini karena diberitahu oleh salah satu karyawanku kalau lusa ada meeting dengan estetique group," ujarnya membela diri."Ya ya. Terserah kamu."Amira tak tahu perbincangan macam apa yang harus ia bicarakan dengan Andrinof. Sedikit canggung jika menanyakan hal pribadi apalagi yang menyangkut kekasih atau teman hidup. Lebih tepatnya kehidupan asmara.Suasana sepi menyelubungi keduanya baik Andrinof ataupun Amira hanyut dalam lamunannya masing-masing. Tangan kiri Andrinof meraba dashboard mencari tombol pemutar musik. Satu lagu yang sering ia putar saat menemani perjalanan tak sengaja terputar dan membuat keduanya saling menoleh.“Kamu suka lagu lama?” Amira sedikit memekik bertanya pada Andrinof dan yang ditanya hanya mengangguk sambil tersenyum. “Persis seperti almarhumah tante aku.”Andrinof kembali menoleh. Ia melihat sekilas bibir Amira yang melengkungkan senyuman lalu kembali datar seperti biasa. Andrinof menjulurkan tangannya mencari kotak tisu karena ia yakin saat ini Amira pasti akan meneteskan airmatanya. “Sorry, aku bikin kamu nangis.”“Enggak kok. Akunya yang memang cengeng.”Andrinof memutar otak mencari obrolan yang pantas ia tanyakan pada Amira. Rasanya aneh jika hanya saling diam. Tiba-tiba saja di kepalanya terlintas tentang Aletta. “Tadi rencananya aku mau ajak Aletta makan siang bersama, tapi ternyata kamu datang ke kafe itu."Amira sedikit terkejut namun tetap bersikap biasa saja tak ingin menampakkannya pada pria di sebelahnya. Ia pun menjawab dengan hati-hati, “Oh, kamu teman baik Aletta?” pertanyaan Amira membuat Andrinof menggeleng. "Lalu?"“Bukan. Aku sepupu Keenandra, seharusnya kita pernah bertemu dan saling kenal,” jawab Andrinof.“Kamu sepupu Keenandra?" Andrianof mengangguk. “Aku enggak pernah lihat kamu di rumah om Bara."“Aku baru datang ke Jakarta enam bulan yang lalu. Aku tahu Keenandra bertunangan dengan kekasihnya tapi aku tidak datang. Terus, saat dia menikah aku sempatkan datang. Aku pernah lihat foto kamu di ponsel Keenandra.” Andrianof bercerita panjang lebar hingga membuat Amira terkejut."Oh, tapi dia tidak pernah cerita.""Minta dikenalkan dengan kamu saja dia marah dan emosi." Dalam hati Amira, ia membenarkan kata-kata Andrianof tentang Keenandra yang pemarah. Tak tahan, ia mengikik mendengar cerita Andrianof saat menyindir Keenandra. "Kenapa ketawa?"“Kok bisa?” tanya Amira penasaran.“Sepertinya dia masih menyukai kamu. Entahlah,” jawab Andrianof sembari menggedikkan bahunya. Amira kembali terkejut. Kali ini tampak sekali raut wajah takut yang tersirat dari balik matanya yang sedikit menghindar dari tatapan Andrianof. "Kamu masih menyukai dia?"“Kami sudah berpisah. Tak ada alasan lagi untuk aku mengatakan hal itu."“Oh, maaf. Aku salah bicara,” ujar Andrianof yang sadar jika Amira tak senang masalah pribadinya diusik."Tidak apa-apa."Suasana kembali hening. Lagu pun berhenti. Tepat di perempatan jalan mobil Andrianof berbelok masuk ke pelataran gedung galaksi. “Ah, sudah sampai. Selamat bekerja kembali,” ujar Andrianof. Amira perlahan membuka sabuk pengaman dan merapikan kemejanya yang sedikit tersingkap.Amira menunduk lalu berkata, “Terima kasih. Lain kali aku yang traktir kamu makan. Tidak keberatan kan kalau aku undang?”Andrianof mengangguk dan menjawab, “Tentu saja tidak. Dengan senang hati aku datang.”Amira membuka pintu mobil dan menutupnya kembali. Tak lama kemudian mobil mulai berjalan dan dari dalam mobil terlihat sepupu Keenandra itu melambaikan tangannya sambil tersenyum ke arah Amira lalu dibalas pula dengan lambaian tangan.Amira masih berdiri di depan pintu masuk dengan mata yang menengadah ke atas langit yang awannya mulai berarak perlahan memutari langit. Ada satu sudut lengkung disana yang bisa ia lihat dengan kasat mata. Lengkungan cantik nan indah yang membuat hati siapapun kagum. Lengkungan warna warni yang membuat mata Amira terberkati.“Sangat berbeda sekali dengan Keenandra."Keenandra membanting kasar pintu mobil, meluapkan segala amarah yang menerpa dirinya di hari ini. Kesal dan emosinya yang meluap seakan tak cukup untuk menambal masalah yang merundungnya dari hari ke hari. Senyumnya hilang. Tepat saat ia memasuki kamar tidurnya hingga Aletta yang sedang duduk merias diri ikut terjungkal dari kursinya karena ulah sang suami. “Kak Keenan sudah pulang?” tanya Aletta Ia melepas masker di wajahnya lalu terburu menghampiri suaminya yang berdiri di depan lemari pakaian miliknya. “Siapkan air hangat. Aku mau mandi,” ujarnya ketus. Aletta mengangguk. Ia pun berlari memasuki kamar mandi dan segera menyiapkan bak mandi untuk suaminya. Ini sudah tugas Aletta setiap hari sebagai istri yang baik. Namun belum sampai lima menit, Keenandra berteriak hingga Aletta hampir terjungkal kembali. “Cepat!! Aku mau mandi.” “Iya, sebentar.” Aletta menjawab teriakan Keenandra. Tak sabar, ia memaksakan dirinya sendiri masuk ke dalam kamar mandi dengan keadaan bertelanjang dada
Andrinof tersenyum bahagia melihat balasan pesan dari Aletta yang baru saja diterimanya. Dirinya seperti tertimpa durian yang amat sangat besar. Kali ini bukan buah, melainkan jalan menuju kehidupan cinta yang lebih cerah, pikir Andrinof. "Sedang apa kau?" Andrinof terkesiap mendengar suara berat Keenandra yang baru saja masuk ke dalam ruangan besarnya. Cepat-cepat ia menyembunyikan ponselnya ke dalam laci meja lalu tersenyum lebar yang mengundang kecurigaan dari Keenandra. "Aku butuh daftar siapa saja yang akan datang meeting bersama estetique kosmetik besok." Andrinof mengernyitkan dahinya. Seketika tangannya sibuk membuka notebook yang bertuliskan jadwal pertemuan selanjutnya dengan salah satu tekanan bisnis mereka. "Bukannya lusa?" tanya Andrinof memastikan. Ia masih mencari jadwal penting untuk pertemuan yang Keenandra bicarakan. "Jadwalnya dimajukan. Ini sangat urgent." "Siapa yang berani memajukan jadwalnya?" tanya Andrinof dengan alis yang menukik tajam. "Sekretaris Amir
Amira menggerutu cantik di pagi hari yang seharusnya membuatnya tertawa. Tidak, ini sulit. Cuaca pagi hari yang terlihat muram membuatnya resah karena harus bergelut dengan waktu agar tak terjebak macaetnya Jakarta. Tapi, membayangkan itu semua ia harus menghela napas kuat-kuat karena ia paling benci dengan kemacetan. Ingin sekali Amira menundukkan dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk miliknya sambil menikmati film romantis sepanjang hari. Hanya saja, alarm dan panggilan dari sekretarisnya memaksanya bangkit dari sana untuk memulai aktivitas rutinnya. “Pukul berapa pertemuan dengan TV SUN?” teriak Amira menjawab panggilan dari loudspeaker ponsel yang sengaja ia setting. Omong-omong, ia sedang mandi saat ini. “Pukul satu siang. Mereka tetap memaksa perpanjangan kontrak dengan kita kali ini,” jawab sekretaris cantik Amira yang bernama Citra. Sekretaris yang merangkap asisten pribadinya juga. “Apa alasannya?” tanya Amira.Tangannya sibuk mengoleskan krim pelembab di seluruh t
Pertemuan siang itu berjalan dengan lancar. Pihak Amira dan pihak Keenandra selaku salah satu klien penting yang sering memakai jasa dan produk milik perusahaan Amira, terus memaksa si pemilik menandatangani kontrak yang seharusnya berakhir tiga bulan lagi. Entah apa yang pria itu inginkan, ia malah sengaja meminta hak eksklusif khusus untuk perusahaannya. "Bukankah sepuluh tahun itu termasuk kontrak jangka panjang? Setahu saya, kita semua sudah sepakat mengakhiri kontrak di tahun kelima lalu—" "Tidak!" Keenandra menghentikan pertanyaan yang diajukan oleh Amira. Seluruh peserta rapat tiba-tiba membungkam mulutnya, terasa seperti seseorang sedang mengkomandoi mereka tanpa aba-aba. Suara Keenandra terasa mengintimidasi. Amira tak bisa berkata apa-apa setelah mendengarnya. Seakan semua harus disetujuinya tanpa perlu membantah. "Apa-apaan ini?" gumam Andrinof berbisik pada asistennya yang berada di sampingnya. "Saya yang memutuskan semua perihal kontrak kerja sama. Anda sebagai pemil
Amira tak dapat menyembunyikan rasa kantuknya akibat malam panjangnya yang berakhir panas di atas ranjang bersama Keenandra. Pria itu berhasil memaksanya setelah mengantarkannya pulang dari kantor. Seolah tak ada kepuasan, Keenandra terus menerus memaksa Amira melayani nafsunya semalam penuh. Akibatnya, kini Amira harus absen kerja. Kepalanya pening, tulang di sekujur tubuhnya pun terasa nyeri. Satu jam yang lalu Keenandra izin pulang ke rumah setelah mendapatkan sarapan paginya. Tinggallah Amira yang masih bermalas-malasan di atas sofa ruang tengah sambil menggenggam makanan ringan yang tadi ia ambil dari dapur. Sedang asiknya menonton film kesukaan, atensinya teralihkan oleh suara bel pintu. Jelas ini bukan Keenandra ataupun Citra sekretarisnya. Amira pun beranjak sambil berteriak dari dalam rumah. "Ya, sebentar." "Selamat pagi, kak Amira." sapaan lembut menyapa indera pendengaran Amira. Bibirnya pun menyunggingkan senyum menawan untuk tamu yang menyapanya di pagi ini. "Boleh ak
Amira berencana mengambil mobilnya hari ini ke bengkel langganannya. Kebetulan sekali dirinya mengambil cuti hari ini dan hari pun cerah. Amira berdiri di dekat kompleks perumahannya yang sepi, menunggu taksi online yang lewat karena jarak dari dalam hingga ke jalan raya cukup jauh. Sambil menunggu, ia membuka ponselnya. Ada sebuah surel masuk, tepatnya sebuah undangan pertemuan. Tinn tinn Sebuah mobil berhenti tepat di depan Amira. Wanita itu membuka kacamata hitamnya lalu melirik ke bawah, bagian plat. Ah, nomornya sama. Ia pun langsung masuk tanpa bertanya lagi. "Ke bengkel sesuai map ya," perintahnya tanpa ragu. Ia tak menoleh sedikitpun ke arah supir. Tangannya sibuk membalas pesan yang masuk ke surel pribadinya. Amira tak sadar jika seseorang di sebelahnya alias sang supir taksi tersenyum sambil mengikik geli melihat dirinya. Amira mengernyitkan dahinya lalu menoleh ke arah si supir taksi yang tadi mengikik geli. “Kamu?” tunjuk Amira pada sosok di sebelahnya. Bibirnya terb
Terlalu lelah dan beban pikiran menyelimuti kepalanya, membuat Keenandra terdiam tanpa suara saat memasuki rumahnya. Sambutan Aletta tak digubrisnya. Jangankan membalas, melirik saja pun enggan. Aletta yang mulai terbiasa dengan perlakuan ini tak akan mempermasalahkannya. Tidak mengapa, asal suaminya malam ini pulang ke rumah. "Aku sudah siapkan air hangat. Kamu mau makan malam?" tanya Aletta bersemangat. Senyumnya sudah mengembang sempurna di bibirnya yang tipis. "Ehm..." respon Keenandra singkat. "Aku tunggu di bawah." Keenandra masuk ke dalam kamar mandi. Di sana sudah tersedia air hangat yang biasa disiapkan oleh istrinya saat pulang kerja. Tanpa ragu, ia masuk ke dalam bak mandi tersebut. Keenandra memejamkan matanya sejenak. Rasa hangat dan nyaman hampir membuatnya tertidur. Saat ia membuka matanya, sekelebat bayangan Amira muncul di hadapannya. Amira membawakan setumpuk bunga dan sebotol wine kesukaannya. Tak hanya itu, Amira dalam lamunannya membuat dirinya bergairah deng
Tokk tokk "Menunggu lama?" Amira muncul dari balik jendela mobil Andrinof yang terparkir di halaman rumahnya. Andrinof membuka kaca mobil lalu menggelengkan kepalanya. "Maaf ya, tadi aku ada sedikit pekerjaan. Mau jalan sekarang?" "Kalau kamu mau tunda nanti sore, tidak masalah." Amira membuka pintu mobil lalu masuk. Setelah duduk dan memasang sabuk pengaman, ia menutup jendela mobil. Tangannya lincah menyalakan pemutar musik membuat bibirnya ikut bersenandung lagu yang tengah dimainkan. "Ah, maaf. Aku lancang—" "No problem, aku suka lagunya." Andrinof menjalankan kendaraannya perlahan keluar dari dalam kompleks perumahan Amira. Sangat sepi, mungkin semua penghuninya sedang liburan. Menoleh sejenak ke sisi kiri, ia tersenyum melihat Amira begitu sibuk memoles bibirnya dengan lipbalm. Selanjutnya, dalam gerakan lambat di dalam kepalanya, Amira terlihat begitu cantik saat menaikkan lengannya mengikat rambutnya yang panjang. Model rambut kesukaan Amira ternyata sangat sederhana. Ha