"Tuan, sudahlah. Jangan kau terus menerus marah kepada Mama. Kau harusnya bersyukur masih memiliki Mama, berbeda denganku yang sudah tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini," bujuk Clara terlihat sedih ketika mengingat kedua orang tuanya yang sudah tenang di surga.Alexander menutup mulut Clara dengan jari telunjuknya. "Jangan pernah kau bilang kau Tidka punya siapapun di dunia ini. Ingatlah Clara, ada aku yang akan selalu menemanimu," ucap Alexander dengan tatapan hangatnya pada Clara.Clara mengangguk pelan, "Tuan, selagi ada orang tua, perlakukan mereka dengan baik. Tidak semua orang sesempurna yang kita inginkan, Mama memang salah tapi dia juga memiliki hak untuk menerima maaf dan kesempatan ke dua."Mata Alexander penuh dengan kehangatan saat ia melihat ekspresi sedih Clara. Ia merasa bertanggung jawab untuk memberikan dukungan dan kasih sayang pada wanita itu. Meskipun tak bisa menggantikan kedua orang tua Clara yang telah tiada, setidaknya ia ingin menjadi sosok yang dapat di
Selma menyeka keringat di dahinya dengan punggung tangan saat aroma masakan mulai memenuhi dapur penthouse Alexander. Penthouse itu megah dan modern, dengan peralatan dapur lengkap yang berkilauan di bawah pencahayaan hangat. Di atas kompor, panci berisi osso buco mendidih perlahan, menyebarkan aroma lezat yang mengingatkannya pada rumah.Dia merapikan apron yang dipakainya dan memeriksa sekali lagi apakah semua sudah siap. Selma tahu betapa Tuan Smith menyukai osso buco, dan dia berharap makanan ini bisa menjadi awal yang baik untuk meminta maaf."Ayo, Selma, kamu bisa melakukannya," gumamnya pada diri sendiri sambil memeriksa saus yang mengental sempurna.Sementara itu, Clara yang mencium aroma kelezatan masakan ibu mertuanya mendekati wanita paruh baya yang kini sudah menata masakannya di dalam tempat makan. "Aromanya sangat lezat," ucap Clara dengan senyum yang mengembang."Semoga saja, Papa mertua kamu menyukainya dan bisa memaafkanku." Selma menatap kosong kedeoan dengan penuh
Clara bangun tidur dan meraih ponsel di samping tempat tidurnya. Namun, yang ia temukan bukanlah pesan dari suaminya, Alexander, melainkan sebuah catatan tertulis dengan tulisan tangan yang familiar baginya."Selamat pagi, sayang. Malam ini, aku punya kejutan untukmu, Alexander," Clara membaca dengan senyum simpul di wajahnya. Hatinya berbunga-bunga karena rasa penasaran akan apa yang telah direncanakan oleh suaminya yang biasanya lebih banyak bertutur dalam diam.Dengan langkah ringan, Clara mencari sosok suami tercinta namun tidak menemukannya di kamar atau ruang tamu. "Mungkin dia sudah berangkat kerja," desis Clara pelan sambil tersenyum lebar membayangkan ekspresi bahagia sang suami saat menyiapkan kejutan malam itu.Tanpa pikir panjang lagi, Clara segera turun dari ranjangnya dan bergegas menuju lantai bawah rumah mereka. Saat menginjak anak tangga menuju ruang makan, pandangannya langsung tertuju pada meja makan yang dipenuhi oleh rangkaian bunga segar dan hidangan sarapan pagi
Mia melangkah dengan langkah ringan menuju pintu kantor Alexander. Ia merapikan rambutnya sebentar sebelum akhirnya menarik napas dalam-dalam. Dengan hati-hati, Mia kemudian mengetuk pintu dengan lembut dan memasuki ruangan.Dengan senyum ramah di wajahnya, Mia menyapa, "Selamat pagi, Pak Alexander. Saya ingin mendiskusikan beberapa hal tentang proyek baru kita."Tak ada jawaban dari Alexander yang tengah terfokus pada layar komputernya. Meskipun begitu, Mia tetap tenang dan sabar menunggu instruksi selanjutnya.Sebagaimana kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya antara Alexander dan Mia, mereka berdua sepakat untuk menjaga sikap profesional saat berada di kantor. Mia adalah teman Alexander saat mereka sama-sama menempuh jurusan bisnis di universitas terbaik di London. Namun, Alexander meminta Mia untuk bersikap profesional ketika perusahaan mereka terlibat dalam kerja sama."Masuklah, Mia," ucap Alexander tanpa meninggalkan pandangannya dari layar komputer. "Duduklah." Suaranya tena
Clara duduk di ruang tamu, mengamati suaminya, Alexander, yang sedang membaca laporan keuangan di sofa seberang. Perasaan tidak nyaman menggelayuti hatinya sejak beberapa minggu terakhir. Mia, rekan bisnis perusahaan Alexander, tampak terlalu bersemangat dalam mendekati suaminya.Clara merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan sikap Mia tersebut. Ia pun memutuskan untuk menanyakan langsung kepada suaminya tentang bagaimana hubungan kerja mereka dengan Mia."Tuan, bagaimana rekan bisnis barumu? Mia, kan namanya?" tanya Clara pelan.Alexander menatap Clara sejenak sebelum menjawab dengan tenang, "Ya, Mia. Dia cukup efisien dan profesional dalam bekerja."Namun Clara tetap merasakan ketidaknyamanan dalam dirinya. Ia mencoba untuk bertindak biasa saja meskipun hatinya tak bisa tenang."Tidak ada alasan khusus. Hanya penasaran saja," ucap Clara sambil mencoba tersenyum tipis."Kau jangan berpikir yang bukan-bukan, Clara. Kemarin aku dan dia hanya makan malam biasa untuk membahas proyek ke
Clara duduk di ruang tamu, menggigit bibirnya sambil memandang kalender di dinding. Kandungannya sudah memasuki bulan ketujuh, dan dia merasakan gelombang kecemasan setiap kali memikirkan suaminya, Alexander, di kantor. Terutama sejak Mia, rekan kerja yang licik, semakin gencar menggoda Alexander. Sejak permintaannya menjadi sekretaris pribadi suaminya lima bulan yang lalu ditolak, Clara merasa semakin tertekan dengan situasi tersebut.“Tuan, aku harus bicara denganmu,” kata Clara saat Alexander masuk ke ruang tamu.Alexander menatap Clara dengan penuh perhatian, “Ada apa, Clara? Apa kamu baik-baik saja?”Clara menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, “Aku ingin kembali menjadi sekretarismu. Aku tahu kamu tidak setuju, tapi aku merasa ini penting.”Dalam benaknya terus terngiang pertemuan singkat antara Alexander dan Mia beberapa hari yang lalu di acara perusahaan. Mereka terlihat begitu akrab dan mesra sehingga membuat hati Clara berbunga-bunga melihatnya. Namun rasa bahagia itu l
Clara sedang duduk di ruang tamu yang elegan, tangannya memegang secangkir teh hangat. Senyum lebar tergambar di wajahnya. Markus, asisten pribadi suaminya, Alexander, baru saja meninggalkan ruangan setelah memberi tahu Clara tentang keberhasilannya."Markus, terima kasih banyak. Kamu benar-benar hebat," kata Clara dengan penuh syukur."Senang bisa membantu, Bu Clara," jawab Markus sambil tersenyum sebelum menunduk hormat dan beranjak pergi.Tak lama kemudian, Alexander masuk ke ruang tamu. Dia melihat senyum lebar di wajah istrinya dan merasa ada sesuatu yang berbeda."Ada apa, Clara? Kamu terlihat sangat bahagia," tanya Alexander dengan nada penasaran.Clara menatap suaminya dan tersenyum lebih lebar lagi. "Aku baru saja mendengar kabar baik dari Markus. Dia berhasil menjauhkan Mia dari kamu."Alexander tersenyum tipis, menahan tawa yang ingin pecah. "Oh, jadi itu alasannya? Kamu begitu cemburu pada Mia, ya?"Clara meletakkan cangkir tehnya di atas meja dan menatap Alexander dengan
Pada hari pertama Mia tinggal di rumah Alexander, suasana di rumah itu terasa sedikit berbeda. Clara menjadi lebih protektif terhadap Alexander. Dia merasa perlu melindungi saudara laki-lakinya dari segala hal yang mungkin bisa membuatnya tidak nyaman.Pagi itu, Mia bangun lebih awal dan memutuskan untuk membuat sarapan spesial untuk Alexander. Dia merasa senang bisa memberikan sesuatu yang istimewa untuk orang yang baru saja dia kenal ini. Dengan langkah ringan, Mia bergegas ke dapur dan mulai mencari-cari resep pancake favoritnya yang pernah dia lihat di internet.Sementara itu, Alexander turun dari lantai atas dengan langkah malas. Matanya masih setengah tertutup karena kantuk namun senyum tipis tetap menghiasi wajah tampannya ketika aroma harum pancake menyambut hidungnya begitu masuk ke dapur. Dia melihat Mia dengan tatapan penuh tanda tanya saat gadis itu sibuk mengaduk adonan pancake dengan penuh semangat."Selamat pagi!" sapu Mia riang sambil tersenyum lebar, adonan tepung sed