“Bibi, kau baik-baik saja?” Tanya Agrata pada Chacha yang terlihat kesakitan saat duduk.
“Aku baik, semua barangmu tidak ada yang ketinggalan?” Chacha sengaja mengalihkan Agrata agar tak bertanya lagi padanya.
“Tidak ada. Apa Daddy menyakitimu lagi?” Tanya Agrata lagi, ia tak bisa dengan mudah dialihkan seperti itu.
Anak sulung dari Andrew itu tahu jika Chacha sering merasakan sakit, awalnya baik-baik saja. Namun setelah bertemu dengan Andrew, Chacha tidak baik-baik saja. Pria itu sangat memperhatikan, Chacha tahu bahwa anak sulung dari Andrew itu peduli padanya. Namun Chacha sudah terbiasa akan hal itu, Andrew tak pernah memukulnya asal terutama jika mereka bertengkar. Andrew hanya bersikap kasar ketika mereka sedang bercinta saja.
“Tidak Agrata, jangan berpikir seperti itu. Daddymu tak pernah menyakitiku.” Kata Chacha berusaha menenangkan Agrata, wanita itu tersenyum.
“Mommy, aku ingin di pangku.” Kata Adelicia dengan manja.
“Duduklah di kursi, kau sudah besar Adel.” Ucap Agrata dengan ketus, anak kecil itu langsung saja merajuk dan matanya sudah berkaca-kaca ingin menangis.
“Hei, sudah tak apa Agra. Jangan nangis Adel, ayo sini.”
“Kau sedang sakit Bibi, dia bisa duduk di kursi jangan memaksakan diri. Dia juga bisa bersama pengasuh juga, kau butuh istirahat.”
“Ada apa ini?” Tanya Andrew yang baru saja datang.
“Adel minta duduk bersama Bibi, tapi keadaan Bibi sedang tidak baik. Aku memintanya untuk duduk sendiri saja supaya Bibi bisa beristirahat apakah aku salah?” Tanya Agrata pada Daddynya.
“Ayo duduk dengan Daddy saja.” Andrew langsung menggendong putrinya itu dan membawanya bersamanya.
“Jangan terlalu memaksakan diri, jika kau sakit katakan sakit. Kau juga perlu memikirkan dirimu sendiri, jangan terlalu memikirkan kami. Kau punya kehidupanmu sendiri, kesehatanmu lebih penting dibandingkan kami.” Kata Agrata dengan ketus, setelah itu anak sulung Andrew itu berpindah tempat duduk. Chacha tersenyum kecil, ia tahu jika anak dari Andrew itu sebenernya sedang mengkhawatirkannya. Hanya saja Agrata menyampaikan dengan caranya. Chacha jadi sadar jika Agrata ternyata cukup mirip dengan Andrew.
***
Liburan yang mereka rencanakan akhirnya berakhir, kedua anak Andrew itu sangat senang. Andrew dan Chacha juga sangat menikmati waktu tersebut karena sebelumnya tak pernah menghabiskan waktu bersama dengan anak-anak Andrew. Mereka layaknya seperti keluarga kecil yang sangat bahagia. Kedua anak Andrew bisa menerima Chacha dengan baik.
Tempat-tempat yang sudah dirancang oleh Chacha semuanya berhasil mereka kunjungi. Andrew jadi semakin dekat dengan anak-anaknya. Banyak hal yang disyukuri oleh Chacha akan hal itu. Wanita itu tak mau anak-anak Andrew merasakan apa yang dirasakannya dulu. Begitu liburan berakhir mereka kembali pulang. Sedangkan Andrew kembali sibuk dengan pekerjaannya.
Chacha sedang memasukkan beberapa barangnya ke dalam koper untuk persiapan pemotretan yang akan dilakukannya besok. Seharusnya Chacha bisa meminta asistennya untuk melakukannya, namun ia tahu sebentar lagi Andrew akan masuk ke dalam kamar. Pria itu tak suka jika ada orang lain mengganggunya saat pria itu akan datang.
Wanita itu yang berada di dalam kamar hanya menggunakan gaun tipis tidur seperti biasa. Andrew selalu menginginkan hal itu pada Chacha, Bahkan Andrew meminta Chacha untuk tidak menggunakan apapun saat di kamar. Supaya Andrew juga bisa melihatnya dari CCTV. Namun tidak seterusnya Chacha melakukan itu, ia hanya memakai gaun tipis yang sebenarnya tak berarti itu.
Karena tetap saja seluruh tubuhnya terlihat, apalagi Chacha tidak memakai bra. Ia hanya memakai g-string saja. Handphonenya tiba-tiba berdering dan ia melihat panggilan dari Kakak pertamanya. Tak biasanya Kakaknya menghubunginya langsung seperti ini. Karena baisanya Kakaknya itu mengirimkannya pesan, namun dengan cepat Chacha mengangkatnya.
“Hallo Kak, apa kabar?” Tanya Chacha begitu sambungannya tersambung.
“Kakak baik, kamu apa kabar? Kakak ganggu kamu?” Chacha tertawa.
“Enggaklah, kenapa Kak? Tumben banget ngehubungi aku kayak gini, biasanya chatkan.” Chacha mendengar suara helaan napas Andre yang kasar.
“Apa kamu sibuk? Kamu bisa pulang ke Jakarta?” Chacha mengernyitkan keningnya.
“Ada apa Kak? Apa ada sesuatu hal yang terjadi?” Tanya Chacha.
“Bryan kecelakaan, keadaannya nggak baik. Kakak harap kamu bisa pulang, setidaknya kita bisa bersama di sini untuk menguatkan Bryan. Kita hanya bertiga, Kakak butuh kamu di sini.” Suara Andre sangat berat, bahkan pria yang terlihat kuat itu kini terlihat lemah. Ia berusaha menahan air matanya agar tidak menangis di hadapan Chacha.
“Bagaimana bisa? Apa yang sebenernya terjadi? Gimana keadaan Kak Bryan sekarang?” Chacha terlihat panik dan takut. Ia duduk di tepi ranjang sambil menggigit kuku jarinya pertanda bahwa ia sedang gelisah. Matanya juga sudah berkaca-kaca.
“Keadaannya parah, udah operasi juga. Untuk lebih detailnya Kakak bisa jelasin sama kamu kalau kamu ada di sini. Apa Andrew bisa kasih kamu pulang?”
“Keadaan Kak Bryan gimana? Belum sadar? Udah berapa hari?” Tanya Chacha lagi penasaran.
“Belum, Bryan masih di ruang ICU. Udah tiga hari setelah operasi.” Chacha akhirnya menangis, ia tak lagi bisa menahan dirinya. “Jangan nangis Cha, kamu nangis kayak gini buat Kakak makin sedih. Kamu bisa balikkan? Kakak harap kamu ada di sini sama Kakak sekarang, Kakak juga hancur. Kakak butuh kamu di sini, Kakak juga nggak bisa hadapin ini sendirian. Bryan juga paling dekat sama kamu, Kakak yakin Bryan bisa rasain itu kalau kamu ada di sini.” Andre juga pada akhirnya ikut menangis, ia juga tak bisa menahannya lagi. Selama ini mereka hanya bertiga saling berjuang dan saling menguatkan. Namun salah satunya ada yang sedang berjuang sendirian membuat keduanya ikut terkulai.
“Aku akan pulang Kak, aku janji akan pulang secepatnya. Tunggu aku pulang Kak, tolong tetap ada di sisi Kak Bryan jangan tinggalkan dia. Aku akan datang untuk Kak Bryan.” Kata Chacha dengan tegas.
“Oke, Kakak akan tunggu kamu. Kabarin Kakak ya biar Kakak bisa jemput kamu.”
“Iya Kak.” Setelah itu panggilan tersebut terputus. Pantas saja Bryan tak pernah mengirimkan pesan padanya, biasanya Kakaknya itu akan mengirimkan pesan pada Chacha setidaknya sekali dalam sehari. Namun karena Chacha lagi pergi liburan ia lupa akan hal itu. Chacha akhirnya sadar bahwa ada yang tak beres.
“Ada apa?” Tanya Andrew yang baru saja masuk ke dalam kamar itu. Pria itu melihat Chacha yang menerima telepon dan langsung menangis. Hal itu membuat Andrew segera datang ke kamar.
“Aku harus balik ke Jakarta sekarang Andrew, aku harus balik.” Kata Chacha dengan menangis. Andrew mendekat dan memeluk Chacha yang sedang menangis itu.
“Ada apa? Apa alasanmu pulang?” Tanya Andrew pelan. Chacha menghapus air matanya dan menatap Andrew dengan lekat.
“Tolong biarkan aku pulang. Kak Bryan kecelakaan, udah tiga hari di rumah sakit tidak sadar. Aku harus pulang, aku mau lihat langsung keadaan Kak Bryan. Aku yakin Kak Bryan butuh aku di sana, aku mau lihat langsung.”
“Hei, tenang ya. Aku bisa suruh orang buat ke sana ngelihat langsung, kamu nggak perlu ke sana. Aku bisa bayar semua biaya yang dibutuhkan, aku bi—” Chacha berdecak kesal dan bangkit berdiri.
“Bukan itu yang aku butuhkan Andrew! Aku bisa bayar itu semua, bahkan Kak Andre juga bisa melakukannya! Tapi yang dibutuhkan sekarang bukan itu! Yang dibutuhkan sekarang kehadiranku di sana! Kak Andre juga butuh aku! Aku mau di sana untuk menguatkan Kak Bryan juga, aku yakin Kak Bryan juga butuh akukan?” Andrew bangkit berdiri dan mendekati Chacha.
“Apa yang bisa dilakukan jika kau sudah ada di sana? Apa kau bisa membuatnya langsung sadar dan dia sembuh? Tidak bukan? Jadi jangan memaksakan diri, kau harus tetap di sini bersamaku.” Chacha menatap Andrew dengan tak percaya.
“Kau gila?” Ejek Chacha. “Kau tak punya hati?” Tanya wanita itu lagi.
“Aku tak mau kau pergi ke sana tanpaku Baby! Aku tak bisa menamanimu pergi, kau tahu kita baru selesai liburan dan banyak pekerjaan yang tertunda karena pekerjaan ini. Jika aku pergi lagi bersamamu ke sana aku tak bisa. Bagaimana dengan pekerjaanku?” Chacha tertawa mengejek.
“Apa aku ada memintamu untuk menemaniku pulang? Tidak bukan! Jika kau tak bisa tak apa, aku tak peduli! Aku tetap akan pergi! Aku yang dibutuhkan di sana bukan kehadiranmu! Kau jelas tahu aku hanya punya mereka, sedangkan kau punya segalanya. Kau punya keluarga, kau juga punya anak-anakmu sedangkan aku punya apa? Jika kau ada di posisiku apa kau akan melakukan hal yang sama? Mereka segalanya bagiku Andrew! Aku tidak mau ada penyesalan nantinya! Kau harus terima dengan keputusanku ini! Kau tak bisa melarangku pergi!” Desis Chacha, wanita itu memasukkan barang-barang yang akan dibawanya ke dalam koper.
“Berhenti! Aku melarangmu pergi! Aku tak bisa membiarkanmu pergi tanpaku! Kau harus menunggu sampai aku bisa menemanimu.”
“Kau benar-benar gila Andrew! Kenapa kau harus ikut? Kau bisa menyusul nanti, biarkan aku pergi sendiri. Apa yang kau takutkan? Kenapa kau tak bisa membiarkanku pulang sendirian? Apa? Rasa cemburumu itu? Kau takut aku akan bersama dengan pria lain? Kau jelas tahu aku sudah memilihmu dan mengabdi padamu selama ini bukan? Lalu apa yang kau takutkan?”“Aku tetap tak bisa membiarkanmu pergi.” Kata Andrew dengan tegas. Wanita itu berlutut dan menangis, Chacha memegang kaki Andrew.“Aku mohon.” Pinta Chacha.“Apa yang kau lakukan? Berdirilah!” Chacha menggelengkan kepalanya.“Aku mohon izinkan aku pulang, aku tak tahu apa yang terjadi ke depannya. Bagaimana jika aku tak punya kesempatan untuk melihat Kak Bryan lagi? Kau jelas tahu Andrew bagaimana peran mereka atas hidupku. Aku hanya punya mereka, tolong biarkan aku di sana bersama dengan mereka. Aku belum siap jika aku harus kehilangan orang yang kucintai. Kali ini biarkan aku pulang, aku sudah lama tidak bertemu mereka. Kak Bryan sedang b
“Hai Lang, belum balik?” Tanya Andre yang juga sadar.“Belum Kak, ini hidung Chacha kenapa?” Tanya Elang saat sadar.“Biasa kalau kecapekan suka begini.” Jawab Andre.“Ayo ke ruanganku aja, kamu bisa baring di sana sebentar.” Chacha menggelengkan kepalanya.“Nggak usah, kayak gini aja pasti nanti bisa baikan.” Elang menghela napasnya kasar.“Jangan bandel Cha, tolong dengerin aku kali ini. Ayo ikut ke ruangan aku, ayo Kak bawa Chacha.” Kata Elang lagi sambil membawa koper milik Chacha. Sedangkan Andre merangkul adiknya itu dengan masih menyeka hidung adiknya itu. “Ayo naik, kamu baring dulu.” Elang membantu Chacha agar wanita itu berbaring di bangkar yang tersedia di dalam ruangannya. Bangkar tersebut disediakan saat ia sedang memeriksa pasiennya.“Aku ambil air sebentar.” Elang mengambil minum untuk Chacha dan memberikannya pada wanita itu. Chacha meminumnya sampai habis, Elang membersihkan hidung wanita itu. Lalu mencoba memeriksa Chacha. “Perut kamu kosong banget, ini juga denyut k
Ke esokkan harinya Chacha bangun dengan keadaan yang jauh lebih baik lagi. Wanita itu merasa haus dan keluar dari kamarnya, saat ia hendak ke dapur wanita itu kaget saat menemukan Elang sedang berkutat di dapur.“Loh, kamu masih di sini?” Kata Chacha kaget, Elang melihat Chacha dan menilai wanita itu dari atas sampai bawah.Karena sudah terbiasa tidur tidak memakai baju atau hanya dengan gaun tipis, Chacha mengganti bajunya tadi malam sebelum tidur. Ia sudah mencoba tidur namun ia merasa tidak nyaman, setelah mengganti bajunya wanita itu bisa langsung tidur. Chacha pikir Elang tidak ada, sehingga ia cukup percaya diri keluar dengan hanya menggunakan lingerie tipis yang Elang bisa melihat lekuk tubuhnya. Namun Chacha tak sadar akan hal itu karena terlalu kaget, namun Elang bisa melihat hal itu.“Iya, aku emang nginap. Aku emang nggak pulang.”“Tapi kenapa?” Tanya Chacha bingung.“Emang salah kalau aku nginap di apartemen aku sendiri?” Chacha mengernyitkan keningnya bingung.“Tapi kamuk
Wanita itu takut jawabannya akan membuat hubungan mereka terlihat aneh. Ia tidak tahu apakah ini benar atau salah. Keduanya memang sudah berpisah, tapi tak mudah bagi Chacha untuk melupakannya dengan mudah. Selama ini keduanya masih saja sering berkomunikasi diam-diam tanpa Andrew tahu. Bahkan ini bukan pertemuan pertama mereka setelah berpisah, karena keduanya juga pernah bertemu setelah mereka berpisah secara diam-diam.Melihat Chacha yang hanya diam, Elang mencium leher Chacha. Tidak hanya mencium, pria itu menjilat dan bahkan menggigit. Membuat Chacha mendongakkan kepalanya dan memejamkan matanya. Tangan pria itu juga sudah meremas payudara Chacha yang dulu menjadi favoritnya begitu juga dengan sekarang.“Aku sangat merindukan kamu.” Ucap Elang disela ciumannya. Wanita itu kini hanya pasrah saja, kakinya terasa bergetar. “Aku menginginkanmu.” Lanjut pria itu lagi, tangan Elang mulai menyentuh kepemilikannya dan Chacha membuka matanya dan menahan tangan Elang. Dengan napas yang tak
Chacha keluar dari kamarnya begitu wanita itu selesai bersiap. Namun saat keluar ia tak menemukan ada Elang di sana. Wanita itu jelas mencari keberadaan pria tersebut. Bahkan wanita itu mengetuk pintu kamar Elang namun tak ada jawaban. Sampai akhirnya Chacha membuka pintu tersebut dan tak menemukan ada Elang di sana.Bahkan Chacha sampai masuk ke dalam untuk melihat ke kamar mandi. Pria itu benar-benar tidak ada di sana. Chacha kembali keluar dan mencari ke dapur namun juga tak ada. Samapai akhirnya Chacha melihat sebuah surat di meja makan dan wanita itu membacanya.Ternyata pesan dari Elang yang mengatakan bahwa ia sudah pergi ke rumah sakit terlebih dahulu dan memberikan kunci apartemen pada Chacha. Wanita itu menghela napasnya dan mengambil kunci tersebut. Chacha memilih keluar dari sana dan segera menuju rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit Chacha bertemu dengan Andre. Melihat Chacha datang, pria itu izin agar pulang sebentar ke rumah untuk beristirahat dan mandi. Malamnya jan
Sesampainya di apartemen Chacha langsung saja mandi untuk mempersiapkan diri. Selesai mandi ia langsung mengambil lingerie yang sexy untuk dipakainya. Handphonenya berdering ternyata dari tadi Andrew sudah menghubunginya saat mandi. Dengan cepat Chacha mengangkat panggilan video tersebut.“Hai, maaf aku baru selesai mandi. Aku baru saja pulang dari rumah sakit, jangan marah.” Mohon Chacha.“Baiklah, apakah kau sudah bersiap?” Chacha menganggukkan kepalanya. “Kau memakai lingerie?” Tanya Andrew.“Iya, apa kau tak suka dengan pilihanku?” Andrew tampak berpikir.“Apa kau sedang sendirian di sana?” Chacha menganggukkan kepalanya lagi. “Baiklah, aku minta kau keluar dari kamar sekarang. Ada ruang tamu bukan?”“Ada, kau mau aku ke sana?” Tanya Chacha.“Iya, kau duduk di sana lalu buka lingeriemu. Jangan pakai apapun supaya aku bisa melihatmu dengan jelas, lakukanlah sekarang. Aku sudah berada di ruanganku.” Chacha langsung saja keluar dan mengikuti keinginan pria itu.Chacha memang melihat
Walaupun raganya pernah disentuh oleh pria-pria lain tapi tetap saja tubuhnya selalu takluk pada pria itu dan sangat merindukan Elang. Perpisahan keduanya sungguh berat, walaupun saat ini Elang sudah bersama dengan Indira. Begitu juga dengan Chacha yang sudah bersama dengan Andrew, namun keduanya masih sulit untuk melepaskan diri satu dengan yang lain. Dari tatapan dan tubuh mereka saat ini sebagai bukti akan hal itu.Entah siapa yang memulai, keduanya kembali mesra dan Elang menarik Chacha membuat wanita itu jatuh ke dalam pelukannya kembali. Ciuman kembali terjadi dan kali ini Elang dan Chacha seolah ingin melampiaskan perasaannya, keduanya menjadi larut dalam gairah. Elang menyudahi ciumannya dan pria itu dengan cekatan menarik lepas kaos yang dikenakannya. Chacha dengan mengangkat kedua tangannya seolah membantu Elang menarik lepas yang dikenakannya.Kaos itu langsung mendarat di lantai ketika Elang melepaskannya. Chacha yang dari tadi sudah tidak menggunakan a
Dengan sigap Elang mengangkat tubuh seksi milik Chacha, membawanya seperti koala dengan bibir yang masih sibuk dengan kegiatannya. Menuntun langkahnya ke ranjang besar. Chacha memekik kecil ketika Elang menjatuhkannya dengan kasar di atas ranjang.Pria itu merangkak naik menyusul sang pujaan, dengan sedikit menindih tubuh Chacha. Elang kembali melumat bibir itu. Chacha mencoba merapatkan pahanya namun Chacha dibuat tersentak ketika pahanya dibuka paksa dan dilebarkan paksa untuk mengangkang.“Kali ini aku tidak bisa menahannya.” Suara serak milik Elang terdengar pelan karena kini pria itu mengarah pada selangkangannya kembali. Tepat di depan kewanitaannya yang sedari tadi berkedut.“Ahhh Elangg...” Chacha kembali mendesah.“Sebutkan namaku lagi, Chaaa.”Sangat hangat ketika Chacha merasakan sapuan lidah Elang kembali dengan miliknya yang sudah basah. Tidak ada gerakan dari pria itu, Elang hanya menggerakan dengan cepat lidahnya dengan menggigit klitorisnya. Bukannya merasa sakit, Chac