*Komentar tiap paragraf, ya. Kalau komentar dan riview kalian yahud ... nanti ada ektra part. Hahaha. Jangan lupa kasih riview ... jika yang kasih riview mencukupi 20 orang, aku kasih ektra part hari sabtu minggu nanti. Kenapa sabtu atau Minggu? Pas hari itu aku libur kerja. Jadi maafkan author yang nulis di sela kesibukan inih*
BAB INI MENGANDUNG UNSUR PERCINTAN YANG EKPLISIT DAN MENDETIL. SILAHKAN SKIP KALAU KELIAN MERASA TIDAK NYAMAN*
***
Jovan pergi ke toilet mencuci tangan dan membasuh celananya yang basah karena masih terdapat sisa-sisa cairan dirinya di sana. Menari di dalam benaknya apa yang baru saja terjadi di ruangan Gloria tadi.
Semua benar-benar tampak nyata. Albin mengenakan lingerie cokelat keemasan, panjangnya menutup hingga sedikit di bawah bokong. Renda transparan di bagian dada, memperlihatkan separuh gunungan indah mempesona. Tatapan mata Albin yang sayu menggoda dirinya untuk
"Albin, ayo nikah sama aku. Aku harus punya anak." Jovan meraih tanganku yang gemetar. Aku begitu terkejut dengan apa yang baru saja aku dengar."A-apa? Ta-tapi." Kata-kataku tergagap. Dia adalah lelaki paling kuinginkan di dalam hidupku. Semua ini begitu mengejutkan. Ini pasti mimpi. Aku menelan ludah membasahi tenggorokanku yang tiba-tiba terasa kering."Jangan khawatir, aku hanya ingin memiliki anak. No sex." Jovan menatapku dengan mata penuh permohonan. Kata-kata yang dia ucapkan semakin membuatku lemas. Aku menging
~Albin POV~Kupandangi cermin lekat-lekat, wajah pucat dan kusut. Irisku yang berwarna biru muda meredup. Kantung mata terlihat jelas. Rambut putihku yang memiliki panjang sepinggang, berantakan dan kusut masai.Tubuhku masih dibalut pakaian kerja tadi malam. Kemeja putih, rok hitam span selutut dan blazer warna senada. Pakaian kerjaku mirip seperti sekretaris CEO tampan dalam novel. Stoking hitam melekat di kedua kaki dan sepasang hi-heels teronggok di sisi kasur.Aku sangat kelelahan dan juga mengantuk. Entah siapa tadi malam yang mengantar pulang. Ketika bangun, aku sudah berada di dalam kamar. Perutku benar-benar mual.Seingatku, tadi malam aku beberapa kali terbangun dan muntah. Resiko pekerjaan. Uff! Aku tidak tau sampai kapan terus bekerja seperti ini, tapi hanya pekerjaan inilah saat bisa kudapatkan.Aku tidak bisa bekerja seperti orang pada umumnya, mataku sangat sakit saa
~JOVAN POV~“Kamu harus menikah!” Papa menatap mataku dengan tajam, sarat penekanan dan perintah.“Aku belum mau nikah, Pa!” jawabku dengan gusar. Entah sudah berapa puluh kali Papa terus saja mengatakan hal ini. Aku sudah bosan mendengarnya.“Kamu harus punya keturunan. Perusahaan harus ada pewarisnya. Kamu mau tiba-tiba paman atau sepupu kamu yang mendapatkannya, Hah?! Kamu mau?!” Papa terus bicara dengan sengit.“Aaahh!” aku mendesah gusar, “ya gak mungkinlaaaah. Gimana bisa paman dan sepupu yang ambil. Mereka baik gitu. Gak mungkinlaaah,” kilahku cepat.“Jovan! Persaudaraan bisa hancur karena hart
Albin POV.Tertegun aku memperhatikan wajah di cermin. Aku harus tiba di tempat kerja dalam waktu satu jam lagi. Dengan gerakan cepat kusempurnakan tampilan riasan.Alisku yang berwarna putih kuberi warna cokelat, bulu mataku yang juga putih kuberi maskara cokelat gelap. Tidak lupa sedikit sapuan perona pipi berwarnapink peach,tak ketinggalan lipstik berwarna senada.Aku puas dengan tampilan akhirku. "Aku cantik," ucapku pelan sambil tersenyum meyakinkan diri sendiri.Ku buka lilitan handuk di rambutku yang basah. Rambutku yang putih tergerai indah. Aku tersenyum melihatnya, aku bangga dengan warna rambutku. Berapa banyak artis yang mewarnai rambutnya agar terlihat sepertiku? Berapa banyak uang yang harus mereka keluarkan?Besarnya sama seperti gajiku pokokku selama dua bulan.Sedangkan aku?Ini warna asli rambutku. "Ini anugerah," aku mensyukuri semua
“Mau pesan minum lagi?” Aku bertanya kepada sekumpulan lelaki di depanku.“Udahlah cukup, ntar susah,” seorang lelaki berseloroh kepadaku.“Susah kenapa?” Kedua alisku mengkerut. Mereka berempat sering kali datang ke Havana Club. Sepertinya mereka berempat anak orang kaya, wajah mereka masih muda, tapi mereka tak pernah absen datang ke sini saat weekend, apalagi saat ada artis datang, mereka sering kali memesan meja VIP.Susah, Al, nanti habis duit gak bisa kawinin kamu. Kamu mau mas kawin kamu bill doang?” Noval berseloroh kepadaku.“Boleh, kok. Tapiiii, mempelainya wanitanya botol minuman. Mau?” ucapku.“Yah, mana bisa. Kencing di botol aja aku gak bisa apa lagi ngawinin botol, Al. Yang ada botolnya yang pecah.” Noval tertawa lepas.“Kasih
Albin tersedak, beberapa detik setelah menghabiskan minuman yang terakhir. Dia hampir terjatuh ke belakang, aku menahannya, menariknya ke dalam pelukanku.Uang yang kuberikan tadi, dia kumpulkan di atas meja. Jatuh berhamburan ke lantai saat gelas yang dipakainya untuk menahan uang itu terjatuh terkena tangannya.Aku memeluk Albin dengan erat, dagunya tepat betopang di pundakku. Kuhirup aroma harum dari rambutnya, sesuatu yang hangat lembut dan kenyal menempel tepat di dadaku.Kesadaranku seakan lenyap beberapa saat, aku terdiam karena merasakan sesuatu yang tidak pernah aku rasakan lagi sejak hampir 16 tahun yang lalu.Aku menikmatinya. Menikmati wangi rambut dan tubuh Albin. Menikmati rasa hangat yang menyentuh dadaku bahkan sepertinya tubuhku menuntut lebih.Kesadaranku kembali saat melihat orang berlalu lalang di depan meja kami dan melangkahi uang yang kuberikan untuk
Aku melepaskan sabuk pengaman yang sudah terpasang di tubuhku lalu mencondongkan tubuhku mendekati Albin, mendekatkan wajahku ke wajahnya.Aku menyentuh bibirnya dengan ujung jemariku. Desiran darahku terasa semakin naik sampai ke ubun-ubun. Albin masih tertidur pulas. Aku mengepalkan tanganku kuat-kuat berusaha menyingkirkan pikiran liar di dalam kepalaku, aku menelan air liur, hela napas Albin terasa hangat menyentuh wajahku.Aku menyusupkan tangan ke belakang punggung Albin untuk mengambil tasnya yang tadi diletakkan Gina di belakangnya. Aku mengambil ponsel milik Albin, aku ingin mengirimkan pesan dari
Jovan memperhatikan presentasi dari direktur keuangan perusahaan. Mereka semua menatap ke LED screen besar di ruang meeting. Perusahaan kayu lapisnya semakin terancam karena kayu semakin sulit didapat. Bahkan mereka memiliki rencana mengurangi pegawai demi menyesuaikan keuangan perusahaan yang semakin sulit.Adi Jaya Sakti-ayahnya Jovan dan beberapa investor mendengarkan rapat dengan saksama. Tidak lama setelah itu Jovan memberikan presentasi untuk mengambil proyek pembukaan lahan yang akan dilakukan perusahan sawit, mereka bisa memberikan separuh harga untuk membuka lahan itu, tapi semua kayu yang ditebang menjadi milik PT. Adi Jaya Sakti. Para pemegang saham setuju dengan solusi itu. Rapat berlangsung lancar meski terja