Lolita membekap mulutnya dengan kedua tangan, terkejut karena dia dipanggil dengan sangat sensual ketika Edgar sedang melakukan masturbasi.Kedua mata Lolita tak lepas dari kejantanan Edgar yang semakin membesar. Hingga Edgar mencapai puncak kenikmatannya. “Ahhh….” Edgar mendesah puas. Dia menyeka cairan kenikmatannya dengan tisu, kemudian melangkah ke kamar mandi yang ada di dalam ruangan untuk membersihkan diri, tanpa tahu Lolita tengah menyaksikan semua yang dia lakukan ini.Lolita menelan ludahnya dengan susah payah, seakan tenggorokannya kering, dan membutuhkan sesuatu untuk menyegarkannya. Dengan buru-buru Lolita berlari ke dapur, mengambil segelas air, dan meneguknya dengan cepat. Karena kurang hati-hati airnya mengguyur baju tidurnya yang berwarna putih. Cukup banyak sampai bra hitam yang lolita pakai tampak tercetak jelas. Tapi, Lolita tetap melanjutkan minumnya sambil membayangkan kejantanan Edgar tadi. Gairah menjalari Lolita, membuat kedalaman dan bagian bawahnya menegan
"Bagaimana kabar gadis kecil itu, Tuan?" tanya Franklin membuka topik pembicaraan.Edgar yang sedang membolak-balikkan dokumen di depannya, menghentikan aktivitasnya sebentar untuk menjawab Franklin yang menanyakan kabar Lolita. "Dia bukan gadis kecil lagi, sama sekali tidak kecil, Franklin. Dan keadaannya baik," ucap Edgar menjaga agar suaranya tetap datar dan tak acuh.Franklin mengangguk paham. Dia kemudian berkata lagi. Namun, dia berubah serius saat mengatakannya. "Tuan, apa Anda tahu kabar tentang Nona Nola?""Tidak." Edgar bergeleng. Dia hendak membaca dokumen lagi, tapi ucapan Franklin selanjutnya mengurungkan niat Edgar."Nona Nola akan segera melakukan perjalanan pulang kembali ke New York, Tuan."Gerakan tangan Edgar berhenti seketika saat nama mantan tunangannya disebut. Setiap kali Edgar mendengar nama itu, hanya pengkhianatan wanita itu yang teringat.Suasana hati Edgar berubah buruk. Rahangnya mengetat, tubuhnya menegang penuh amarah. Dia meletakkan dokumen dari tangann
"Kekasih Tuan Edgar?" tanya Loren memicingkan mata tak percaya. Mana mungkin Tuan Edgar menyukai gadis polos yang berdiri di depannya ini.Kalau dari fisik, dia cantik. Hanya saja, pakaian yang dia pakai sungguh tidak membuat pria mana pun berselera. Pakaiannya terlalu membosankan, dan tidak memperlihatkan lekuk tubuh sama sekali. Loren terus menilai Lolita. Loren menatapnya dari kepala sampai ke ujung kaki."Kau berbohong ya? Mana mungkin Tuan Edgar suka dengan perempuan sepertimu! Kau pasti wanita sewaan Tuan Edgar yang baru ya?" Loren mengacungkan jari telunjuknya tepat di depan wajah Lolita."Bagaimana mungkin ada wanita sewaan yang tinggal di apartemennya, jika orang itu tidak istimewa?" balas Lolita tak mau kalah.Loren semakin kesal. Tujuannya pergi ke apartemen Edgar adalah mempertanyakan kabar pria itu, kenapa lama tidak pergi ke club, dan tidak pernah menghubunginya lagi.Edgar adalah salah satu sumber penghasilannya. Tapi, gadis yang terlihat lebih muda darinya ini telah me
Di sebuah club, wanita yang Edgar dan Lolita tengah bicarakan sedang menghabiskan dua botol bir sendirian.Loren menangis sambil terus mengomel. Sesekali dia membanting botol pelan ke meja bar. "Huh, menyebalkan. Dasar gadis licik. Dia merebut Tuan Edgar dariku." Loren mulai berbicara rancau. "Awas saja, aku akan membuatmu menyesal karena sudah berurusan denganku."Ketika Loren bangkit dari duduknya, hendak memesan bir lagi, dia tidak sengaja menabrak pundak seorang laki-laki."Maaf," ucap keduanya bersamaan secara spontan.Loren menyipitkan matanya melihat sosok jangkung itu. Wajahnya sangat tidak asing, karena pernah menyewa Loren beberapa kali. Dan Loren tahu kalau dia adalah anak dari keluarga kaya raya. Sebastian Brown."Kau Sebastian kan?" tanya Loren. Tapi, detik berikutnya dia merengut kecewa. "Kenapa kau memakai seragam driver pengantar makanan? Bukannya kau kaya?"Laki-laki bernama Sebastian itu membuang wajah. "Sial sekali aku bertemu denganmu di sini. Keluargaku bangkrut.
Rahang Edgar mengeras, giginya bergemeletuk menahan amarah. Dengan gerakan cepat, dia menarik laki-laki yang mencoba memperkosa Lolita. Lalu, membantingnya ke lantai.Edgar sudah kehilangan kendali. Dia memukul Sebastian membabi buta, tak memberikan kesempatan pada laki-laki itu untuk membalas pukulannya.Brakk!Tubuh Sebastian terpelanting ke dinding dengan cukup keras. Darah mulai mengalir dari hidung dan pelipisnya.Lolita menatap ngeri Edgar yang terus memberikan pukulan pada Sebastian, meski lawannya itu sudah kehilangan kesadaran. "Om, cukup," lirih Lolita dengan air mata yang sudah reda. Tapi, tubuhnya masih bergetar, menahan ketakutan. Dia menutupi tubuh polosnya dengan handuk ketika Edgar menoleh ke arahnya.Kedua mata Edgar berkilat. Dia terlihat sangat menakutkan. Namun, perlahan tatapan matanya meredup.Edgar mendekati Lolita yang duduk meringkuk di dekat dinding, lalu menangkup pundaknya pelan."Kau baik-baik saja? Siapa dia? Kenapa dia bisa masuk ke sini?"Lolita hanya b
Lolita tak mengindahkan penolakan dari Edgar. Dia terus bergerak, menempelkan bibirnya pada bibir Edgar, lalu mendesah. "Sudah terlanjur begini, lebih baik diteruskan saja, Om."Lolita enggan disentuh oleh Sebastian. Tapi, jika Edgar yang menyentuhnya, tentu berbeda. Lolita menginginkan Edgar. Menginginkan tangan Edgar yang menelusuri setiap lekuk tubuhnya dan memuaskan hasratnya yang terpendam.Sialan. Edgar mengumpat dalam hati. Pertahanan dirinya semakin menipis. Apalagi ketika Lolita melepaskan semua pakaiannya yang dia biarkan jatuh berserakan di lantai. Sehingga Edgar bisa melihat jelas tubuh indah Lolita. Sungguh indah. Sampai Edgar menelan ludahnya berulang kali."Ayo, Om. Aku tidak mau jejak tangan Sebastian masih tersisa di kulitku," ucap Lolita dengan nada sensual, yang semakin memancing Edgar.Darah Edgar berdesir hangat. Dengan cepat batangnya menegang. Hanya dengan melihat tubuh telanjang Lolita, dia sudah berhasil terangsang. Sial!Edgar merutuki dirinya. Dia tidak bisa
Edgar sama sekali tak keluar dari kamarnya sampai pagi. Dia baru keluar saat hendak pergi bekerja. Edgar yang sudah memakai setelan jas formal, dan rambut coklatnya yang sudah tertata rapi dengan baluran pomade, berjalan tegas menuju kamar Lolita. Dia nyaris lupa untuk menanyakan flashdisknya yang sepertinya jatuh di apartemen ketika dia tergesa-gesa sebelum berangkat kemarin. Karena semalam Edgar sudah mencarinya di kamar, tapi tidak ada. Mungkin saja, Lolita yang menemukannya saat bersih-bersih.Edgar berdiri di depan pintu kamar Lolita, terdengar suara dengkuran samar dari dalam sana. Dia hendak berbalik tapi urung. Edgar harus mendapatkan flashdisknya agar rapat nanti dia bisa mempresentasikan produknya di depan para investor. Di dalam flashdisk itu terdapat file yang sangat penting, karena menyimpan rencana peluncuran produknya dan konsep yang akan dia gunakan."Lolita!" Edgar menaikkan suaranya, walau tak sekeras biasanya. Apa yang telah terjadi di antara mereka kemarin, mem
Selama perjalanan pulang, Edgar terus memikirkan ide yang Franklin berikan tadi.“Mengajaknya jalan-jalan, hmm?” tanya Edgar tertegun sendiri sambil tangannya terus bergerak lincah di atas setir. pemandangannya lurus memandangi jalan di depannya. Namun, pikiran melayang ke orang lain. Memikirkan Loli.Ketika sudah tiba di area parkir apartemennya. Edgar menghentikan mobilnya, dan melompat keluar.Edgar naik lift yang segera melesat menuju apartemennya berada. Bunyi penyok mengiringi ketika pintu lift terbuka.“Hah….” Edgar melepaskan napas kasar dan berat saat Lolita menyambut kedatangannya dengan duduk di sofa sambil memainkan flashdisk di tangan."Om, ingat aturannya ya. Jangan membawa wanita dan bercinta di sini, dan jangan pulang larut malam dalam keadaan mabuk. Om paham kan?" tanya Lolita memutar, melempar, lalu menggenggam benda kecil berwarna biru tua itu di tangan kecurigaan.Edgar menggeram pelan, berusaha menahan amarah. Dia buru-buru menarik napas dalam dan membuangnya untu