“Maaf, saya lama…” ucap Hana sambil kembali duduk di kursinya semula. Sayangnya, di saat yang sama, sebuah pesan masuk ke ponsel Hana.
[Jangan pulang dulu ya… Ada yang mau aku omongin. Nanti aku ke situ lagi.]Hana sontak membaca pesan dari Adam. Entah bagaimana, pria itu bisa mengetahui nomornya?!Namun tak lama, Hana kembali meletakkan ponselnya tanpa ada niat untuk membuka pesan tersebut.Hanya saja, Hana mendapati Christian meliriknya dengan tatapan tidak suka.
“Oke… First of all, saya mau kamu makan dulu. Saya nggak tahu kamu suka makan apa jadi saya belum pesan apapun untuk kamu. Kamu mau pesan apa?” ujar Christian yang kemudian didatangi oleh seorang pelayan.
“Ng… Saya nggak tahu mau makan apa saat ini. Ng… Mungkin sama seperti kamu aja.” jawab Hana yang merasa sangat salah tingkah setiap kali mereka bertemu pandang.
“Oke… Two Roasted Duck with Lentil Salad.” ucap Christian pada pria muda tersebut.
“Masih ada lagi tambahannya, pak?”
“Tidak ada. Terima kasih.” jawab Christian dengan datar dan tatapan yang terus mengamati Hana saat ini.
Setelah memesan makanan, pria itu kembali berkata, “Kita akan bicarakan soal perjanjian kerjasama kita setelah makan malam. Apa kamu ada janji lainnya malam ini?”
“Ah? Saya?” tanya Hana dengan polosnya. Jujur, ia merasa sangat gugup dan seperti sedang berada di dunia lain.“Apa kamu tuli?” ucap Christian balik bertanya.“Saya? Saya nggak tuli. Emang kenapa?” tanya Hana dengan heran.“Lupakan saja… Umur kamu berapa?”“26 tahun… Kurang dua bulan lagi.”“Jadi kamu baru 25 tahun?” ucap Christian yang nampak mengulum senyuman samar dari bibirnya.“Oh, iya. Kamu belum jawab pertanyaan saya. Apa kamu ada janji lainnya malam ini?” tanya Christian lagi.“Nggak ada,” jawab Hana menahan kebingungan.“Bagus. Saya harap kita punya cukup waktu untuk membicarakan banyak hal,” jawab Christian tepat disaat makanan pesanan mereka datang.
Mendengar itu, Hana hanya bisa mengangguk.Entah apa yang Christian hendak katakan nanti.
Namun, diputuskannya untuk makan saja dulu.
***
“Ada beberapa hal yang harus saya tanyakan sama kamu dan mungkin ini sedikit pribadi. Kamu nggak keberatan kan?” tanya Christian ketika mereka menikmati hidangan penutup makan malam mereka.“Boleh. Apa itu?”“Apa kamu sedang dalam hubungan saat ini? Punya pacar atau teman dekat atau tunangan atau suami mungkin?”“Nggak ada.”“Yakin?” tanya Christian memastikan dan bisa melihat jika Hana sudah nampak lebih rileks saat ini.“Yakin,” jawab Hana dengan sangat yakin sambil menyendokkan Strawberry Panna Cota ke dalam mulutnya dengan santai.
“Apa kamu—?““Mr. Smith, bisa nggak kita ngobrolnya di tempat lain aja? Pokoknya syarat apapun, saya setuju. Yuk… Kita ngobrol di tempat lain aja.” sela Hana ketika melirik ponselnya dan membaca pesan Adam yang menanyakan keberadaannya.Christian menggeleng. “Tapi, saya nggak sedang mood untuk jalan- jalan. Saya juga masih harus tahu banyak soal kamu dulu.”“Di kamar aja… Soalnya… Saya sakit perut. Iya… Sakit perut. Please…” ucap Hana dengan tatapan penuh harap dan memegangi perutnya.“Kamu yakin?” tanya Christian dengan heran karena wanita yang tadinya terlihat pendiam dan anggun tersebut kini berubah drastis.“Kamu sakit? Kamu baik- baik aja?”“Mr. Smith… Tolong kita pergi ke tempat lain saja dulu. Please…”“Oke… Kita… Ke kamar saya saja dulu,” ucap Christian akhirnya.Christian kemudian berjalan dan mencoba membantu Hana yang mengatakan sedang sakit perut meski sebenarnya ia sendiri tidak begitu yakin pada wanita berambut panjang tersebut.“Awas saja kalau wanita ini macam- macam. Aku pastikan Tony akan kubuat bangkrut malam ini juga!” batin Christian sambil memapah Hana pada bagian pundaknya.“Maaf…” ucap Hana ketika tanpa sengaja menyentuh lengan pria tersebut karena hampir terjatuh saking gugupnya.“Bussseettt… Wangi bener nih orang. Bau parfum refill Yana kalah telak.” batin Hana sambil membandingkan aroma wangi parfum milik salah satu rekan kerjanya yang ia semprotkan tadi pada pakaiannya.“Kamu nggak bayar dulu?” tanya Hana yang heran karena Christian melengos keluar dari restoran hotel mewah tersebut tanpa mengatakan apapun pada pelayan ataupun kasir yang ada disana.“Kenapa? Kamu mau membayarnya?” tanya Christian dengan sinis dan kini mereka sudah berada di luar restoran tersebut dan berjalan menuju lift yang tak jauh dari mereka saat ini.“Ng… Mr. Smith, saya… Saya minta maaf ya…” ucap Hana lalu langsung mendaratkan satu kecupan singkat di pipi Christian dan langsung merangkul lengan kokoh tersebut.“Tolong… Jangan marah dulu… Marahnya sebentar saja… Please….” gumam Hana sambil menunduk disamping tubuh Christian.Christian lalu menoleh ke sekitarnya dan menemukan sosok seorang pria yang kini sudah berbalik membelakangi mereka dengan kedua tangan yang nampak dikepal erat.“Jangan pernah gunakan saya untuk kepentingan pribadi kamu!” ucap Christian dengan melepaskan rangkulan tangan Hana dengan nada suara yang dingin dan tegas.Christian kemudian memasuki lift yang sudah terbuka tersebut dan tanpa mengucapkan sepatah kata apapun bahkan untuk mengajak Hana ikut masuk ke dalam dan ikut bersamanya seperti tujuan awal mereka.Hana hanya bisa terus menunduk menyesali sikapnya yang tentu tidak sopan untuk orang yang nampak serius seperti Christian, terlebih lagi ini adalah pertemuan pertama mereka. Dan hingga pintu tersebut perlahan mulai tertutup dengan Christian yang nampak menatap ponselnya dengan serius.Hana sendiri hanya bisa merutuki kebodohannya yang membuat dirinya terjebak.
“Maafin Hana ya, nek… Nanti Hana cari cara lainnya biar bisa dapat duit dengan cepat,” batin Hana yang kini hanya bisa mendengar suara pintu lift yang sudah tertutup dengan sempurna tersebut.“Kamu mau tinggal disitu terus atau mau ikut?” tanya Christian saat pintu lift tersebut dengan cepat ia buka karena menyadari Hana tidak ikut bersamanya.
“Hah? I- Iya… Saya ikut…” jawab Hana yang kini merasa bahagia. Entah sadar atau tidak, tadi ia sempat merasa kecewa karena mengira Christian telah berubah fikiran karena sikapnya tadi.
“Lantai berapa?” tanya Hana yang berdiri di samping panel lift tersebut.
“Ini…” ucap Christian sambil mengeluarkan sebuah kartu magnetik yang kemudian langsung ia tempelkan pada panel yang berada tepat di samping Hana untuk bisa membawa mereka ke lantai kamar miliknya.
Kedua mata Hana terus memperhatikan layar kecil yang memperlihatkan lantai yang sedang mereka lewati dan hingga sudah mencapai lantai 10 namun nyatanya mereka belum juga berhenti.
“Ayo…” ucap Christian yang membuat Hana terkejut dan langsung mengikutinya tanpa memperhatikan lagi mereka ada di lantai berapa saat ini.
“Siapa dia?” tanya Christian sambil memasukkan ponselnya ke dalam saku jas mahal yang ia kenakan saat ini.
Hana terperanjat. “Siapa? Yang tadi? Oh… Itu…"
“Siapa? Yang tadi? Oh… Itu… Itu mantan pacar saya. Kami sudah putus beberapa bulan lalu. Dan dia sudah mau menikah,” jawab Hana memutuskan jujur.“Berapa bulan yang lalu?” tanya Christian lagi saat berhenti tepat di depan sebuah pintu kayu besar tersebut.“Enam atau delapan bulan yang lalu.”“Kamu masih suka sama dia?”“Apa? Ya nggak lah… Nggak…” jawab Hana denga kikuk. Pertanyaan- pertanyaan dari Christian memang sangat pribadi dan bahkan terdengar memaksa.“Bagus… Ayo masuk!” ucap Christian dengan tegas.Jadi, di sinilah Hana. Di kamar suite yang ditempati Christian.Tak hentinya, Hana dibuat kagum dengan kemewahan kamar itu. Di sisi lain, sang pemilik nampak sibuk di meja kerjanya dan nampak sedang mengetikkan sesuatu pada laptop kecil miliknya.“Halo, Dit!” sapa Hana pada Dita yang meneleponnya.“Loe di mana? Masih sama Mr. Smith?” tanya Dita.“Masih. Kenapa?”“Loe baik- baik aja kan? Loe nggak malu- maluin kan?”“Aman… Paling nggak, gue nggak mecahin apapun malam ini. Belum…” j
Tok Tok Tok!Dengan terburu-buru, Dita mengetuk pintu kamar kost sahabatnya tersebut setelah tahu jika Hana sudah ada di dalam kamarnya.“Rihana… Buka cepetan….” desak Dita dengan penasaran.“Iya, bentar…” jawab Hana sambil berjalan ke arah pintu yang pegangannya sedang Dita mainkan.“Apaan sih buru- buru banget?” tanya Hana.“Yaelah pake nanya… Gimana gimana? Si Smith jadi kan sama loe?” “Menurut loe?”“Ya jadi dong… Orang loe udah nggak ada kabarnya lagi tadi. Trus dia bilang apa aja? Dia ngasih loe duit jajan berapa? Kalian udah gituan?”“Otak loe tuh ya, Dit… Emang paling susah diajak lurus. Ya loe ngasih tahu gue kek pertimbangan apa gitu supaya nggak usah jadi ani- ani kayak gini,” jawab Hana yang kemudian berbaring di atas tempat tidurnya dan diikuti oleh Dita yang juga berbaring di sampingnya dan langsung memeluknya dengan manja.“Ya gue juga pengen ngomong gitu sama kayak loe dulu nasehatin gue. Tapi kita punya pilihan apa coba? Kita udah nyoba nyari di jalan lurus, tapi kok
“Masuk!” ucapnya yang membuat Hana dengan cepat berjalan ke arah kursi penumpang dan langsung duduk dengan manis.“Kamu mau kuliah?” tanya Christian.“Nggak kuliah. Aku mau ngurus skripsi. Masih ada yang mau direvisi dan sekalian balikin buku ini ke perpus. Kamu ngapain disini?” tanya Hana.“Aku kebetulan lewat. Dan lihat kamu.”“Oh… Kamu mau ke kantor?”“Iya. Kamu lama disini?”“Nggak tahu juga sih… Aku juga mau ketemu dosen pembimbing dulu.” jawab Hana.“Sore ini kita ke Bali. Aku ada urusan bisnis.”“Kita? Aku ikut?”“Iya, kamu ikut. Itu kan tujuan hubungan kita.”“Iya juga sih… Tapi kamu kok bisa tahu aku kuliah disini?”“Tentu aku harus tahu tentang kamu. Kamu tahu kan isi perjanjian kita hanya berlaku untuk kamu ?Tapi aku juga hanya sebatas tahu aja dan tidak boleh ikut campur.” ucap Christian.“Iya, aku tahu. Kamu kenapa? Seperti kelihatan nggak sehat.”“Iya… Aku agak pusing sejak pagi tadi.” jawab Christian memijat pangkal tulang hidung mancungnya.“Kenapa nggak istirahat aja?
"Tapi, dia bukan suami gue,” ucap Hana kembali. Kali ini, dengan sendu.“Ya emang sih… Tapi kan mereka yang ngebayar kita untuk ngasih pelayanan. Mereka nggak ngabisin duit untuk dapet yang burik kan? Lagian, diantara banyaknya cewek di luar sana yang gue yakin bahkan rela ngangkang dengan gratis buat Daddy loe, tapi dia malah lebih milih buat ngontrak loe itu pasti mengharap loe ngasih something better lah.”“Iya…”“Nah… Sekarang loe daripada habisin waktu untuk ngobrol hao hao ama gue, mending loe ke salon. Top to toe deh. Dan inget, waxing! Bilang aja Brazillian.”“Itu apaan?”“Ya ampun, tolong deh mak… Udah, pokoknya loe ke salon yang ada di mall loe, yang di lantai 4, loe bilang aja loe mau creambath, mau luluran, sama Brazillian Wax. Atau nanti loe telepon gue, biar gue yang ngomong sama mbaknya. Loe nggak usah facial ya.”“Terserah loe deh. Nanti kalau udah di salon gue telepon lagi.” ujar Hana sambil mengganti sepatu hak tinggi yang dipakainya dengan sepatu keds yang lebih nya
“Membaca.”“Kamu suka baca?” tanya Christian masih dengan tidak menoleh pada Hana yang juga hanya menunduk. Perasaannya campur aduk saat ini. Kecewa, sedih, merasa diabaikan, dan tidak berharga sama sekali. Namun dibalik itu semua, ia sedikit senang karena akhirnya pria tampan itu muncul juga di hadapannya.“Suka. Kamu… Udah makan?” tanya Hana.“Menurut kamu?” ucap Christian balik bertanya. “Udah… Pasti sudah.” jawab Hana dengan sendu dan mengumpat dirinya sendiri yang terlalu berbasa basi. “Ini pertama kali kamu menjadi seperti ini?”“Ng… Iya.” “Hm… Pantas saja.”“Kenapa?” tanya Hana saat sepintas lalu melihat seringai mengejek di sudut bibir pria tersebut.“Nggak apa- apa.”“Aku sudah bilang Tony kalau aku butuh wanita yang bersih. Bukan bayi.”“Apa?” tanya Hana dengan raut wajah heran.“Lupakan saja. Temani aku mandi.”“Hah? Aku?”“Kamu bodoh atau apa?! Kenapa aku harus selalu mengulang apa yang aku bilang sama kamu?”“Sudahlah… Kamu boleh pulang besok,” sambung Christian dengan
Pagi-pagi sekali, Hana membuka matanya dengan perlahan dan menyadari jika sebuah lengan besar sedang melingkar di pinggangnya dan membuat ia mengurungkan niatnya untuk bergerak karena tak ingin mengganggu sang pemilik lengan.Hana menarik ujung selimutnya dan menyadari jika ia belum mengenakan pakaian sama sekali sejak pergulatan mereka malam tadi dan itu membuat wajahnya merona. Bayangan akan kejadian semalam membuat ia sadar jika ia telah menyerahkan mahkota kehormatannya pada seorang pria asing bernaman Christian Smith yang baru ditemuinya beberapa kali. Pria asing yang tidak ia ketahui asal usulnya sama sekali. Namun meski begitu, entah mengapa ia juga menikmati semua sentuhan dan apapun yang Christian lakukan padanya semalam. Semua cumbuan pria tersebut seperti memabukkannya dan membiarkan pria tersebut membawa mereka ke puncak kenikmatan hingga terkulai tak berdaya.“Morning, baby…” bisik Christian dengan lembut khas suara serak baru bangun seorang pria.“Pagi…” bisik Hana yang
Hana tersenyum menatap Christian yang mengenakan baju kemeja yang tadi ia temukan di bagasi mobilnya dan terus mengamati pakaian Hana yang masih lembab tersebut. Hana menjadi pusat perhatian beberapa orang yang berpapasan dengan mereka dan ia sendiri malah terlihat biasa saja dan tak peduli. Bahkan justru Christian yang merasa sedikit risih ketika mata beberapa pria malah tertuju pada wanita yang berada dalam genggamannya tersebut.“Tidak ada lagi berenang di pantai tanpa rencana atau persiapan.” ucapnya ketika keluar dari lift dan berjalan menuju kamar mereka.“Yes, sir…” jawab Hana dengan santai dan melewati Christian yang hanya bisa menggelengkan kepalanya.Menit berikutnya, Hana langsung melepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhnya ketika Christian baru saja membuka pintu kamar mereka.“Aku sangat kepanasan dan sangat sangat gerah.” ucap Hana dengan geram sambil memasuki kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan asal. “Hana, kamu baik- baik aja?” tanya Christian sambil memun
“Nggak, Dit. Tapi gue dikasih pil sama asistennya. Katanya itu obat kontrasepsi sekali minum. Gue nggak tahu tapi gue minum aja. Dan setelah gue browsing, emang ada kok,” balas Hana akhirnya.“Syukurlah. Jangan sampai loe nggak wisuda lagi gara- gara hamidun anak blasteran.”“Apaan sih… Lagian mana mau orang kayak mereka punya anak dari orang kayak gue?” Meski santai, hatinya gusar mengatakan itu.Dari seberang, Dita hanya tertawa. “Tapi gue doain semoga mas bule loe itu kena sambet pelet cinta loe. Biar pas dia pulang kampung, cuma ingat loe doang dan balik lagi sama loe. Aamiin ya say,” candanya.Hanya saja, sebuah pesan mendadadak masuk ke ponsel milik Hana.“Eh, Dit… Udah dulu ya. Gue mau siap- siap. Bentar lagi Chris pulang.”“Ya udah. Loe baik- baik ya. Jangan sampai jatuh cinta ya, sayang.”“I won’t, Dit… Bye.”***Hana tersenyum ketika Christian membuka pintu mobil miliknya saat mereka memasuki sebuah club malam dimana salah seorang rekan bisnis pria tersebut mengajaknya untuk