Flashback OnAku berjalan ke arah lapangan basket kampus, Tristian bilang dia akan main basket dengan kawan-kawannya sebelum kami pergi makan malam merayakan acara wisuda yang akan di adakan lusa. Rasanya sudah tidak sabar, ada rasa bangga menyeruak akhirnya aku bisa menyelesaikan kuliahku.Mama dan Papa bilang akan datang besok malam dari Jakarta, aku rencananya akan mengambil baju kebaya di butik langganan Mama sepulang dari dinner dengan Tristian.Aku melongok ke tengah lapangan, tidak terlihat pria itu di antara para orang yang sedang main basket. Walau suasana ramai, dengan mudah aku pasti melihatnya. Tapi dia benar-benar tidak ada. Aku mendekat ke beberapa orang yang sedang duduk, lalu dengan berani menghampiri salah satunya."Mm.. sorry, lihat Tristian ga?" tanyaku. Seorang cowok memandangku heran, matanya naik turun melihatku lalu menjawab dengan acuh sambil tersenyum mengejek."Di ruang ganti kali ..." Dia kembali berbincang dengan temannya.Ini yang sering aku alami, aku sel
Aku menutup mulutku sambil menggeleng. Mataku berkaca-kaca."Ian kayak orang gila nyariin lo setelah wisuda itu. Gw juga heran lo kayak hilang ditelan bumi. Udah setengah sédéng tuh bocah putus asa nyariin lo."Aku meremas tanganku. Informasi baru ini membuat dadaku sesak."Lo mau maafin gw kan Greet? Ian sahabat baik gw. Beberapa bulan lalu dia cerita kalau akhirnya dia ketemu lo lagi, dan gw ngerasa ... perasaan dia buat lo masih ada."Aku menggeleng, ternyata Tristian memang sungguh-sungguh saat dia bilang kalau dia menyayangiku."Greet?" Jordan terbingung dengan sikapku yang tiba-tiba tertawa tidak jelas."Dan ... gw ... haha ... astaga!! Thankyou Jordan, gw ga bakal yakin sama Tristian kalau lo ga bilang apa-apa sekarang."Jordan tersenyum. "Gw mau liat dia happy. However, dia sahabat baik gw. Gw kenal sifat dia. Kalau dia bilang dia bakal dapetin lo lagi, maka itu yang bakal dia lakuin."Aku tercengang menatapnya. "Dia bilang gitu?"Jordan mengangguk. "Apa lo ga sadar kalo dari
Suara ketukan pintu membuat aku bangun dan menggeliat."Sayang ... Ayo bangun, sudah jam delapan nih ..."Dengan enggan aku duduk, mataku terasa pegal karena menangis sepanjang malam. Aku melangkah lesu ke kamar mandi dan mencuci mukaku.Bengkak ...Mataku terlihat seperti habis di antuk tawon.Aku menghela napas tidak peduli, aku tinggal mencari alasan bila Mama atau Papa bertanya. Aku tidak melirik lagi ke arah jendela, tidak ingin berharap Tristian masih menunggu. Dia berhenti menghubungiku sejak pukul dua dini hari. Aku yakin dia menyerah dan pulang.Aku turun ke lantai bawah, sedikit heran mendengar suara Papa dan entah siapa sedang bercakap-cakap sambil sesekali tertawa.Mataku terbuka lebar tidak percaya saat aku melangkah keruang makan dan melihat orang yang duduk di depan Papa."I ... ian?"Mereka menoleh bersamaan, tapi mataku terfokus pada pria yang menyeringai lebar."Morning Greet ..."***"Jadi kalian pernah satu kampus? Kok Mama ga pernah dengar soal Tristian?" Mama meno
Aku menghela napas, mataku melirik ke arah pintu kamarnya, terkejut melihat pria itu tengah berdiri sambil menatapku. Entah berapa lama dia sudah berdiri disana. Aku mengangkat kedua gelas dan berjalan."Aku bikin kopi." sahutku tanpa menatapnya lagi lalu duduk di sofa tv-nya.Dia mengeringkan rambutnya yang basah sambil duduk di sampingku. Kami terdiam menatap tv yang tidak menyala. Aku meremas cangkir yang terasa panas itu, lalu satu tangan Tristian meraih tangan kiriku, mengaitkan jemari kami membuat aku menoleh padanya."Aku ... khawatir banget semalam. Kamu menghilang begitu aja. Greet ..." Tristian mengambil cangkirku dan meletakannya di meja. Dia meraih tanganku satu lagi, menariknya mendekati pipinya. Aku bergeser miring menghadapnya."Jordan ... Udah cerita soal apa yang kalian obrolin semalam." sambungnya."Maaf Bee ..." dia menggeleng, "Aku ga tau kalau ... Aku udah bikin salah paham dan nyakitin kamu."Aku menggigit bibirku, padahal aku yang salah karena berkesimpulan sendi
Aku menjatuhkan kedua tanganku yang tadinya bersiap memukul dia lagi. Aku merasa lemas, aku tahu kejadian itu lima puluh persen juga karena kemauanku. Tapi tetap saja mendengar dia punya rencana seolah ... aku di jebak. Aku terduduk lemas di lantai, menaruh wajahku ke pangkuan dan menunduk."Bee ... please maafin aku. Aku pasti tanggung jawab." Dia menarik tanganku sambil jongkok disebelahku.Aku terisak, bukan itu maksudku. Aku hanya kesal pada diriku sendiri karena membiarkan rasa ego dan gairah menguasai pikiranku saat itu."Itu pertama kalinya buat aku, Ian ..." Aku menyentak tangannya. Aku merasa malu, entah apa pikiran pria itu saat aku dengan mudahnya .... Aku kembali menutup wajahku dengan tangan."Bee ... hei, Bee ..." dia menariknya hingga aku menatapnya. Tristian menangkup wajahku."Itu juga pertama kalinya aku bercinta dengan ... seorang perempuan"Aku menarik cairan di hidungku. "Bohong!" ketusku.Dia tersenyum sambil menghapus airmataku dengan jarinya. "I swear to God ..
Sudah hampir satu bulan berlalu sejak aku menyandang status sebagai pacar rahasia Tristian. Kami seperti bocah SMA yang sembunyi-sembunyi menjalin hubungan dibelakang para orangtua, tapi ini bedanya aku menyembunyikan hubungan kami dari mba Luna dan orang-orang kantor.Pergi keluar kota saat kerja seperti kesempatan kami untuk berkencan, itupun tetap kucing-kucingan dari rekan kerja lainnya.Kenapa Tristian belum memutuskan untuk bilang pada mba Luna? Aku yang melarangnya, toh aku selalu tahu kok kalau Tristian sedang bertemu mba Luna, mereka tidak pernah berduaan dan selalu bertemu di tempat ramai, lagipula Tristian lebih banyak menghabiskan waktu denganku, apalagi saat weekend, kami pasti seharian ada di apartemennya.Kali ini kota tujuan kami ke pantai Pelabuhan Ratu yang terletak di kabupaten Sukabumi. Kami akan menginap selama tiga malam. Kebetulan team satu lagi akan bergabung dengan kami setelah dari Bogor, Tristian bilang sekalian mini gathering, khusus dua hari satu malam unt
Sepulang dari Pelabuhan Ratu aku seperti masuk angin, memang sih malam terakhir itu kami bergadang sampai pukul dua malam, kebetulan angin bertiup kencang. Aku meriang, Mama menyiapkan jahe hangat saat aku hendak tidur."Besok ga bisa libur?" tanya Mama.Aku menggeleng. "Aku ada kerjaan Ma ... tapi nanti aku ijin kalau emang makin ga enak badan." sahutku lesu. Mama keluar kamar, dan aku mengambil ponsel di meja nakas.📨Pak HeadteamIstirahat bee.. besok ga usah masuk kalau masih meriang.Aku tersenyum menatap pesan yang Tristian kirim, tadi aku hanya diam di sepanjang perjalanan pulang saat pria itu mengantarku.Aku membalas dan menutup mataku, berharap bermimpi indah tentang Tristian dan aku akan segar kembali saat esok bangun. Itu harapanku.Nyatanya, pagi ini aku malah semakin meriang, ditambah mual. Tapi aku menahan ekpresiku agar Mama tidak semakin khawatir.Aku melangkah sedikit lesu ke arah garasi rumah saat mendengar suara klakson dari luar. Aku tersenyum dan berjalan pelan,
Aku terkejut melihat wanita cantik yang berdiri di depanku."Em ... Emma?"Wanita bertubuh kecil itu langsung memelukku. "Greet!"Aku seperti bermimpi saat mencium bau khas yang sudah lama tidak tercium di hidungku, wangi lavender dan cemara segar."How are you?"Dia melonjak menarik tanganku masuk ke dalam. Aku seperti berasa di tempat lain, tidak lama kemudian pria yang aku harapkan muncul keluar dari kamar."Hei, Hon ..." Rick mencium pipiku."Rick, kok ga bilang Emma ada disini?" Aku memekik menatap wajah Rick yang terkekeh."Surprise honey!" Emma kembali memelukku.Aku tertawa lepas sambil membalas pelukan wanita itu. Rasanya senang setelah sekian lama tidak bertemu dan wanita cantik kekasih Rick ini."Oh my God, Em ... how could you!!" Aku berpura-pura menatap sengit pada mereka berdua.Emma Dupont, seorang penari balet, berasal dari Prancis yang sudah tiga tahun ini menjadi kekasih Rick, mereka bertemu saat Emma menjadi model untuk pakaian ballet yang bekerja sama dengan agensi