Aku menghela napas, mataku melirik ke arah pintu kamarnya, terkejut melihat pria itu tengah berdiri sambil menatapku. Entah berapa lama dia sudah berdiri disana. Aku mengangkat kedua gelas dan berjalan."Aku bikin kopi." sahutku tanpa menatapnya lagi lalu duduk di sofa tv-nya.Dia mengeringkan rambutnya yang basah sambil duduk di sampingku. Kami terdiam menatap tv yang tidak menyala. Aku meremas cangkir yang terasa panas itu, lalu satu tangan Tristian meraih tangan kiriku, mengaitkan jemari kami membuat aku menoleh padanya."Aku ... khawatir banget semalam. Kamu menghilang begitu aja. Greet ..." Tristian mengambil cangkirku dan meletakannya di meja. Dia meraih tanganku satu lagi, menariknya mendekati pipinya. Aku bergeser miring menghadapnya."Jordan ... Udah cerita soal apa yang kalian obrolin semalam." sambungnya."Maaf Bee ..." dia menggeleng, "Aku ga tau kalau ... Aku udah bikin salah paham dan nyakitin kamu."Aku menggigit bibirku, padahal aku yang salah karena berkesimpulan sendi
Aku menjatuhkan kedua tanganku yang tadinya bersiap memukul dia lagi. Aku merasa lemas, aku tahu kejadian itu lima puluh persen juga karena kemauanku. Tapi tetap saja mendengar dia punya rencana seolah ... aku di jebak. Aku terduduk lemas di lantai, menaruh wajahku ke pangkuan dan menunduk."Bee ... please maafin aku. Aku pasti tanggung jawab." Dia menarik tanganku sambil jongkok disebelahku.Aku terisak, bukan itu maksudku. Aku hanya kesal pada diriku sendiri karena membiarkan rasa ego dan gairah menguasai pikiranku saat itu."Itu pertama kalinya buat aku, Ian ..." Aku menyentak tangannya. Aku merasa malu, entah apa pikiran pria itu saat aku dengan mudahnya .... Aku kembali menutup wajahku dengan tangan."Bee ... hei, Bee ..." dia menariknya hingga aku menatapnya. Tristian menangkup wajahku."Itu juga pertama kalinya aku bercinta dengan ... seorang perempuan"Aku menarik cairan di hidungku. "Bohong!" ketusku.Dia tersenyum sambil menghapus airmataku dengan jarinya. "I swear to God ..
Sudah hampir satu bulan berlalu sejak aku menyandang status sebagai pacar rahasia Tristian. Kami seperti bocah SMA yang sembunyi-sembunyi menjalin hubungan dibelakang para orangtua, tapi ini bedanya aku menyembunyikan hubungan kami dari mba Luna dan orang-orang kantor.Pergi keluar kota saat kerja seperti kesempatan kami untuk berkencan, itupun tetap kucing-kucingan dari rekan kerja lainnya.Kenapa Tristian belum memutuskan untuk bilang pada mba Luna? Aku yang melarangnya, toh aku selalu tahu kok kalau Tristian sedang bertemu mba Luna, mereka tidak pernah berduaan dan selalu bertemu di tempat ramai, lagipula Tristian lebih banyak menghabiskan waktu denganku, apalagi saat weekend, kami pasti seharian ada di apartemennya.Kali ini kota tujuan kami ke pantai Pelabuhan Ratu yang terletak di kabupaten Sukabumi. Kami akan menginap selama tiga malam. Kebetulan team satu lagi akan bergabung dengan kami setelah dari Bogor, Tristian bilang sekalian mini gathering, khusus dua hari satu malam unt
Sepulang dari Pelabuhan Ratu aku seperti masuk angin, memang sih malam terakhir itu kami bergadang sampai pukul dua malam, kebetulan angin bertiup kencang. Aku meriang, Mama menyiapkan jahe hangat saat aku hendak tidur."Besok ga bisa libur?" tanya Mama.Aku menggeleng. "Aku ada kerjaan Ma ... tapi nanti aku ijin kalau emang makin ga enak badan." sahutku lesu. Mama keluar kamar, dan aku mengambil ponsel di meja nakas.📨Pak HeadteamIstirahat bee.. besok ga usah masuk kalau masih meriang.Aku tersenyum menatap pesan yang Tristian kirim, tadi aku hanya diam di sepanjang perjalanan pulang saat pria itu mengantarku.Aku membalas dan menutup mataku, berharap bermimpi indah tentang Tristian dan aku akan segar kembali saat esok bangun. Itu harapanku.Nyatanya, pagi ini aku malah semakin meriang, ditambah mual. Tapi aku menahan ekpresiku agar Mama tidak semakin khawatir.Aku melangkah sedikit lesu ke arah garasi rumah saat mendengar suara klakson dari luar. Aku tersenyum dan berjalan pelan,
Aku terkejut melihat wanita cantik yang berdiri di depanku."Em ... Emma?"Wanita bertubuh kecil itu langsung memelukku. "Greet!"Aku seperti bermimpi saat mencium bau khas yang sudah lama tidak tercium di hidungku, wangi lavender dan cemara segar."How are you?"Dia melonjak menarik tanganku masuk ke dalam. Aku seperti berasa di tempat lain, tidak lama kemudian pria yang aku harapkan muncul keluar dari kamar."Hei, Hon ..." Rick mencium pipiku."Rick, kok ga bilang Emma ada disini?" Aku memekik menatap wajah Rick yang terkekeh."Surprise honey!" Emma kembali memelukku.Aku tertawa lepas sambil membalas pelukan wanita itu. Rasanya senang setelah sekian lama tidak bertemu dan wanita cantik kekasih Rick ini."Oh my God, Em ... how could you!!" Aku berpura-pura menatap sengit pada mereka berdua.Emma Dupont, seorang penari balet, berasal dari Prancis yang sudah tiga tahun ini menjadi kekasih Rick, mereka bertemu saat Emma menjadi model untuk pakaian ballet yang bekerja sama dengan agensi
Aku menggigit bibirku mengenyahkan pikiran burukku sendiri. Kami naik ke apartemennya, masih dalam diam. Setelah aku masuk Tristian malah keluar lagi, membuat aku terpaku. Aku duduk diam dan menghubunginya tapi ponselnya ada dimeja biasa dia meletakkan kunci mobil. Aku menghela napas dan mandi supaya pikiranku sedikit membaik.Saat aku keluar kamar mandi, pria itu sedang di dapur memindahkan makanan dari paper box ke piring. Dia menatapku dan aku mengerti, aku mengambil sendok dan mulai makan. Aku merasa lapar, nasi capcay udang itu meluncur begitu saja ke dalam perutku, tidak ada penolakan seperti mual yang mengganggu. Aneh.Aku hendak membereskan piring bekas makan tapi Tristian menyuruhku duduk. Aku terdiam melihatnya mondar-mandir didapur kecil itu. Lalu dia membuat es lemon madu untuk kami berdua.Dia duduk di sampingku, menyalakan lagu slow dengan suara kecil namun terdengar menenangkan. Aku menggeser tubuhku duduk mendekat dan langsung menghadapnya."Maaf ..." itu kata yang ter
"Hahahahaha ..." Mba Silvy tertawa sedangkan aku menunduk dalam karena malu. Sejak kemarin dia terlihat cemas melihatku dan aku menjadi tidak enak, akhirnya aku cerita kalau aku terlalu parno dan sudah mendapat tamu bulananku kemarin malam."Astaga! Ngakak ..." Dia menyeka butiran airmatanya. "Gitu deh Greet, kita jadi perempuan emang paling was-was soal beginian. Tapi yah ..." Dia mendekat dan berbisik. "Aku ga sangka Pak Tian bisa berbuat sejauh itu ...."Aku akhirnya sedikit banyak cerita tentang masa lalu kami, mba Silvy tidak terkejut saat kubilang kalau Tristian melamarku, dia bilang pria itu tidak akan berani melakukan hal sejauh itu kalau dia tidak ada rasa cinta. Kami menjadi dekat dan sering mengobrol. Aku merasa lega ada yang mendukung hubungan kami dikantor. Aku bukan takut dengan orang lain yang memojokkanku, hanya saja mereka tidak tahu apa-apa tentang hubunganku dan Tristian, aku juga tidak ingin kehidupan kami jadi konsumsi umum, aku juga ingin menjaga nama baik Tristi
Tristian POVAku meregangkan tubuhku, sudah menjelang pagi, aku masih di rumah sakit mendampingi Luna. Papa sudah pulang sejak tengah malam tadi, aku tidak enak jika harus pergi karena orangtuaku meminta agar aku tetap disini menemani Luna dan Mamanya.Operasi Om Yose berjalan lancar, beliau masih ada di ruang ICU untuk di observasi selama beberapa hari. Luna dan Mamanya beristirahat di ruang VVIP dan sepertinya aku bisa pulang. Aku mendekat ke arah Luna yang tidur meringkuk di sofa."Lun ..."Wanita itu mengerjap pelan, aku tahu dia pasti kelelahan. Dia menatapku dan bergeser."Sorry, Tian, aku ketiduran." sahutnya pelan."It's oke ... aku balik dulu ya." Aku menepuk bahunya."Kamu ... nanti kesini lagi kan?" Dia bertanya dengan ragu.Aku menghela napas dan mengangguk. "Kalau perlu sesuatu kasih tau aja ...""Thanks. Ah, tolong kasih tau Greet. Aku ga enak semalem ga anter dia keluar. Makasih udah anter aku kesini." Dia tersenyum kecil.Aku mengangguk dan berjalan ke arah pintu."Tia