Share

Bab 6. Ide Brilian

Pov Irfan

Kesel deh... minggu besok, bapak dan ibu ada acara keluarga besar di luar kota. Kata mereka aku gak boleh ikut, takut mereka malu kalau banyak yang tanya pekerjaanku sekarang apa.

"Kamu gak usah ikut! Jagain rumah aja." Saran Bapak saat mereka sedang membahas rencana pernikahan si Salsa, saudara sepupuku yang tinggal di luar kota. Ibu yang sedang mengemas pakaian dan memasukkannya ke dalam koper langsung mengiyakan saran bapak. "Iya, kamu di rumah saja gak usah ikut!"

Aku pun sedih mendengarnya. "Nanti siapa yang mengurusi Irfan kalau bapak sama ibu pergi?" protes ku karena tak diperbolehkan ikut. Lagian kenapa harus merasa malu sama anaknya sendiri? Namanya juga aku belum ketemu pekerjaan yang cocok, jadi wajarlah jika masih menganggur.

Bapak mencebik kesal. "Heh, kamu itu udah besar, bukan anak TK atau anak SD lagi. Masak iya mau ngetek melulu sama orang tua. Belajarlah mandiri di rumah sendiri! Sukur-sukur mau pergi cari kerja." Ujar Bapak sedikit sewot. Mungkin dia sudah lelah menafkahi aku yang kerjanya tiap hari hanya makan, tidur, main hape… mandi juga jarang-jarang, kalau pas ingat saja, hehehe.

Memang benar alasan terbesar mereka tidak mengajakku pergi ya karena itu, mereka malu karena aku ini seorang pengangguran. Setiap ada acara keluarga besar, semua saudara-saudara pasti berkumpul, mereka akan saling memamerkan dan membanggakan anaknya masing-masing.

Jika aku ikut, otomatis mereka akan malu karena saudara-saudara yang lain pasti mencibirku karena aku seorang pengacara alias pengangguran banyak acara.

Ibu yang sudah selesai menata koper pun ikut nimbrung dan malah menjatuhkan mental ku. "Nah bener itu kata bapakmu. Dengerin!! Kamu itu sudah besar, harusnya cari kerja, jangan cuma ongkang-ongkang kaki di rumah nadahin duit orang tua aja." Maki perempuan paruh baya yang kupanggil dengan sebutan Ibu.

Fix, mereka memang sudah tidak mau menafkahi aku lagi. Itu buktinya menyuruhku untuk cepat-cepat cari kerja.

Aku tambah sedih mendengarnya. Sudahlah mau ditinggal pergi keluar kota selama satu minggu, masih pula di maki-maki cuma gara-gara aku masih menganggur.

"Bukannya Irfan gak mau kerja, Bu, Pak. Irfan itu udah nyoba ngelamar kerja kesana kemari tapi hasilnya nihil!!" Aku mengatakannya dengan nada memelas agar mereka berdua luluh.

Tapi bukannya luluh, mereka malah menyindirku habis-habisan.

"Woi!! Sampai lebaran kingkong juga gak bakalan dapat kerja! Lah wong lulusan cuma SMA tapi minta kerjanya di kantoran pakai baju rapi, pakai dasi pula. Ngimpi kamu, Fan."

"Baru juga ditolak di beberapa perusahaan, eh udah melempem. Mental kok mental tempe."

Memang semua yang mereka katakan itu ada benarnya. Aku baru mencoba melamar di tiga perusahaan dan semuanya ditolak. Apa mungkin itu karena aku menganggap nilai diriku terlalu tinggi. Aku pengen kerja di kantoran tapi aku tak punya keterampilan komputer sama sekali. Jangankan mengetik, mengetahui fungsi-fungsi dari setiap tombol dan tuts yang ada di keyboard saja aku tak tahu.

Apa salahnya lulusan SMA? Abangku juga cuma lulusan SMA, tapi dia sekarang bisa bekerja kantoran di perusahaan gede. Denger-denger udah naik jabatan malah.

Jadi... walaupun aku hanya lulusan SMA, aku juga harus bisa kerja kantoran biar kesohor kaya abangku. Itu prinsipku dalam mencari kerja. Aku tak mau capek dan berpanas-panasan saat bekerja.

Mengetahui aku terdiam dan bersedih ibu segera menghiburku. "Besok kamu nginep aja di rumah abangmu! Sekalian minta carikan kerja sama dia. Dia kan kerja di perusahaan gede, posisinya juga sudah lumayan bagus. Mana tau ada lowongan buat adiknya."

Ahh, pintar sekali ibuku ini. Gak nyangka dia punya ide brilian seperti ini, bangga sekali aku jadi anaknya. Ide dari ibu itu bisa diibaratkan 'satu kali mendayung, dua tiga pulau terlewati'. Aku gak jadi memelas karena ditinggal pergi, bisa minta carikan kerjaan sama abang, juga sekalian minta uang jajan lebih sama abang.

Wajahku langsung berseri-seri setuju dengan ide yang ibu lontarkan. Aku langsung meraih gawai yang tergeletak di dekat meja tempat bapak duduk bersantai sambil menyeruput kopi hitamnya.

Aku segera melakukan panggilan telepon ke nomor Bang Indra. Sedikit lama ia mengangkatnya, mungkin masih sibuk di kantor karena aku menelponnya di saat jam kerja.

"Halo, Bang! Besok minggu aku ke rumah abang ya. Mau nginep di sana selama seminggu. Kebetulan bapak sama ibu mau ke rumah Bi Intan, si Salsa mau nikah, Bang." Aku langsung memberondong Bang Irfan setelah ia mengangkat sambungan teleponnya.

"Iya, boleh." Sahut Bang Indra singkat, mungkin ia sedang sibuk-sibuknya dengan pekerjaan kantor.

Aku sudah menduganya, ia pasti tak akan menolak permintaanku. Sejak kecil Abang sangat menyayangiku dan memanjakanku. Ia tak pernah menolak apapun yang ingin aku lakukan.

Yess!! Aku segera menutup telepon setelah Bang Indra mengiyakan niatku yang ingin menginap di rumahnya.

Sekalian aku ingin meminta dibelikan motor sport kawasaki ninja 250 FI yang sudah lama aku idam-idamkan. Gak mahal sih, harganya cuma sekitar 60 jutaan saja. Buat Bang Indra uang segitu mah keciiiil...

Akhirnya aku bisa tidur dengan nyenyak dan tenang tanpa khawatir besok takut sendirian tinggal di rumah. Bahkan saking nyenyaknya, aku sampai terbawa mimpi sedang tersenyum senang sambil mengendarai motor sport kawasaki ninja 250 FI yang baru saja dibelikan oleh Bang Indra dalam mimpiku.

Hari Minggu pagi, aku terbangun dengan kondisi rumah dalam keadaan sepi. Apa bapak dan ibu sudah berangkat?

Aku segera mencari keberadaan mereka di semua ruangan tapi hasilnya nihil. Saat aku lapar, aku membuka tudung saji. Hanya ada secarik kertas dan beberapa lembar uang merah di dalamnya.

'Ibu sama bapak berangkat subuh tadi. Sengaja gak pamit karena kamu masih tidur pulas. Ini uang lima ratus ribu buat uang jajan dan makan kamu selama satu minggu kedepan'.

Begitu bunyi tulisan pada secarik kertas yang berisi pesan tulisan tangan dari Ibu. Aku tersenyum senang sambil menghitung lembaran uang merah sebanyak lima lembar yang ibu tinggalkan untukku.

Aahh, lumayan dikasih gopek. Tau gini mending ibu sama bapak sering-sering pergi keluar kota aja, biar aku bisa dapat uang jajan lebih.

Gegas aku memasukkan uang tersebut ke dalam dompetku dan langsung mengeluarkan sepeda motor satria FU kebanggaanku.

"Eh aku kan mau minta belikan motor baru sama Bang Indra." Ujarku sambil menepuk jidat pelan ala emak-emak yang pura-pura lupa waktu ditagih hutangnya.

Niatku menginap di rumah Bang Indra kali ini kan mau sekalian minta kerjaan dan merengek minta dibelikan motor baru. Kalau aku sekarang kesana bawa motor, otomatis nanti aku gak punya alasan kalau motor sudah rusak.

Ku masukkan kembali motor satria FU yang sudah full modifikasi ke dalam garasi. Aku pergi begitu saja hingga lupa mencabut kunci kontak motor dan lupa mengunci pintu garasi rumah.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status