Di hari Sabtu, Anna telah bersiap-siap di apartemennya. Rian bilang, ia ingin makan malam di sebuah restoran mewah yang ada di lantai 5 sebuah mall. Ketika Anna menolak untuk makan di tempat seperti itu, Rian tidak memberinya banyak pilihan saat mengatakan kalau meja mereka telah dipesan dari jauh-jauh hari.
Mau tidak mau, Anna akhirnya mengikuti saja, dan ia harus mengenakan dress. Ia memakai gaun warna beige selutut dan heels setinggi 5cm. Ia melihat dirinya di cermin dan menundukkan kepalanya, ia belum bisa membayangkan seperti apa makan malam bersama orang yang selama ini selalu dihindari olehnya itu.
Setelah menerima kabar dari Rian kalau ia ada di lobby tower apartemen disebelah, Anna segera turun menggunakan lift, bermaksud untuk menggunakan junction di lantai bawah di sana agar ia terlihat seperti turun dari apartemen sebelah. Ia masih tidak ingin Rian tahu di mana sebenarnya ia tinggal.
Langkahnya terhenti saat melihat Jonas duduk di sebuah
Hari itu menjadi hari yang luar biasa mengerikan untuk Anna dan Jonas. Kata Gina, anak laki-laki itu tidak turun sekolah hari ini setelah dipukuli oleh ibunya hingga tubuhnya dipenuhi bekas cambukan. Awalnya, Anna mencari-carinya ke rumahnya, tetapi tidak ada jawaban, sehingga ia kembali ke rumah dengan terlambat setelah cukup lama menunggu kalau-kalau Jonas muncul. “Apa dia pergi ke rumah tetangga yang lain?” Tanya Gina. Anna mengangkat bahunya sambil menoleh ke belakang di mana jalanan dan perumahan itu terasa sangat sepi sekali. Sebelum mereka berpisah, tiba-tiba seseorang yang tidak diharapkan muncul. Ayahnya sedang duduk sambil minum minuman keras di ruang tamu. Di ruang tengah, terlihat ibunya yang tengah menangis dengan wajah yang memar. “Kenapa kau pulang terlambat, Anna?” Tanya ayahnya dengan dingin. Anna hanya berdiri di pintu yang setengah terbuka itu dengan wajah ket
Tahun 2008 “Anna, apakah kau sudah siap?” Anna melihat tubuhnya di cermin, memperhatikan seragam baru yang akan ia kenakan saat bekerja nanti. Entah sampai kapan ia harus memakai seragam ini, ia tidak tahu. Pakaian itu berwarna putih, bagian atas maupun bagian bawahnya terlalu terbuka. Lehernya bermodelkan leher kemeja, sedangkan kancing depannya memakai ritsleting panjang. Panjang dress itu hanya sampai sepaha, dan Anna sadar kalau ini terlalu pendek. Ia menggunakan celana stocking berwarna beige sehingga ia tidak kuatir kalau celana dalamnya akan terlihat. Gina muncul di cermin itu dengan pakaian yang lebih tertutup, ia melihat pakaian Anna dengan sedikit sedih. Ia mengambil sebuah jaket dalam lemari Anna dan memberikan itu padanya. “Apa kau yakin dengan pekerjaan ini?” “Aku tidak punya pilihan, Gina. Aku sudah banyak merepotkan ayahmu dan kau. Tolong jangan beritahu paman Ru
Anna dan Gina mendapat tugas piket di hari itu sehingga mereka bertahan di kelas untuk membersihkan ruangan kelas mereka sebelum mereka pulang. Saat itu, Anna sedang sibuk membersihkan laci-laci meja yang dipenuhi sampah kertas dan pulpen yang sudah habis tintanya. “Dasar anak laki-laki,” umpat Anna sambil berbisik dan membuang sampah-sampah itu ke lantai. Saat Anna datang ke sebuah meja dan membersihkannya, Anna menemukan sebuah ponsel Nokia seri 6600. Ponsel ini mirip dengan ponsel yang dimiliki Jonas, hasil dari kerja sampingan di kebun Paman Rudy Pada awalnya, ia berniat untuk memberikannya pada Jonas langsung. Tetapi rasa penasaran membuat Anna memutuskan untuk membuka saja kunci ponsel itu yang ternyata tidak memerlukan sandi apapun. “Ini aneh,” katanya. Ia mengingat kalau ponsel Jonas selalu terkunci dengan sandi nomor ulang tahun Jonas sendiri. Saat ia membuka galeri fot
“Apa kau lelah, Jonas?” Tanya Anna saat akhirnya mereka telah memasuki kembali kota Balikpapan. Jonas memperbaiki topinya dan menoleh pada Anna. “Tidak. Perjalanan kita cukup singkat. Hanya satu jam setengah.” “Satu jam?” Anna mengangkat kepalanya untuk memperhatikan awan yang masih memerah. Jonas tidak bohong. “Apa kau ngebut?” Jonas menutup matanya karena sudah jelas kalau wanita ini tidak bisa dibohongi. Ia tidak bilang kalau jalan tol yang baru saja dibangun pemerintah pusat itu sudah buka, yang dapat mempersingkat perjalanan antara kedua kota itu. Sial, umpatnya dalam hati. Ia lalu mengaku, “sebenarnya, jalan tol itu sudah dibuka dari minggu lalu.” “Astaga Jonas, jadi untuk apa kita berlama-lama di jalan?” Anna tahu kalau Jonas sangat menyukainya. Tetapi tidak seperti ini juga. Tidak seharusnya Jonas buang-buang waktu dan tenaga hanya untuk dapat berlama-lama dengannya. “Kau sudah bolak balik menjemputku, banyak waktu yan
Ketika hari jumat tiba, suasana hati Anna telah menjadi lebih baik. Ia menampakkan diri di kantornya dengan percaya diri dan sumringah. Semua orang telah bersikap lebih baik, meski ada beberapa yang masih suka bergosip tentangnya, namun ia tidak akan mengambil pusing. Hatinya cukup bersemangat untuk menuntaskan pekerjaan yang ia kan hadapi hari ini. “Semoga harimu menyenangkan,” ucap Jonas di ujung telepon ketika Anna telah duduk di mejanya. Pria itu semakin aktif menghubunginya dan membuat Anna merasa diperhatikan. Lalu tiba-tiba, Anna dipanggil oleh kepala yayasan ke ruangannya. Di sana sudah ada Rian yang duduk dengan santainya di atas sofa kulit itu sambil membaca koran. Ia tidak menyadari kalau Anna masuk, hingga wanita itu mendaratkan bokongnya tepat di sofa yang ada di seberangnya. “Selamat pagi, Anna.” Ucap Rian sambil meletakkan koran itu di atas meja. Pikrian Anna sudah melayang ke mana-mana. Ia belum mengetahui alasa
Akhir pekan yang ditunggu-tunggu Anna kembali datang. Ia menyempatkan dirinya untuk mengunjungi Darryl dan membawakan pizza pesanannya. Soal pria misterius bernama Aldo itu belum pernah mengunjungi Darryl lagi. Anna berharap orang itu tidak akan pernah datang lagi. Sesampainya di rumah, ia menghubungi Jonas hari untuk menanyakan kemana Jonas akan membawanya. “Halo?” “Ya, Anna?” “Apa hari ini kita jadi pergi?” “Tentu, aku akan hubungi Elis sebentar untuk memastikan kedai aman. Acara yang akan kita datangi dimulai jam 7 malam, tapi lebih baik kita ke sana jam 8 malam saja. Apa tidak masalah bagimu pulang larut?” “Tidak. Memangnya kita mau kemana?” “Ikuti saja. Sebelum kita pergi, pastikan kau makan malam terlebih dulu, oke?” “Setidaknya beritahu aku pakaian seperti apa yang harus kukenakan.” “Kasual saja. Kita akan pergi ke tempat yang tidak memerlukan pakaian khusus. Akan ku jemput kau dengan mobil.” “Oke
Keesokan harinya, Anna bangun cukup terlambat. Sangat siang hingga ia tidak sempat sarapan. Dan ia sendiri mendapati dirinya tidur dengan sangat nyenyak tanpa ada mimpi buruk belakangan ini. Jonas telah mengambil alih pikirannya, dia bukan hanya menjadi pelariannya saat sedang kalut, tetapi ada kebahagiaan tersendiri saat menemukan cinta dalam hidupnya. Anna mempertanyakan pada dirinya sendiri, apakah ini keputusan yang benar? Apakah Jonas dengan tulus mencintainya seperti yang ia katakan setelah ia mencium Anna? “Ku rasa, aku jatuh cinta padamu.” Kata-kata Jonas itu terus berulang dalam pikiran Anna hingga ia hampir kehilangan kewarasannya dan tersenyum-senyum seperti orang gila. Ia juga sendiri mempertanyakan apakah ia memiliki perasaan yang sama dengan Jonas. Tapi bahasa tubuhnya itu tidak bisa bohong, ia juga memiliki perasaan yang sama dengan pria itu. Namun, sesuatu dalam hatinya membuatnya tersadar. Lebih tepatnya, waspada
“Anna, aku sudah sampai,” kata Jonas. Senin itu, Jonas berinisiatif untuk mengantar dan menjemput Anna dari kantor. Ia ingin mengetahui di mana Anna bekerja dan jam berapa saja tepatnya ia pulang. Tentu saja Anna tidak menolak tawaran itu. Dengan Jonas, Anna merasa lebih dilindungi. Sesampainya di parkiran kantor itu, sebelum Anna naik, mata Jonas tertuju pada seseorang yang sedang berdiri di depan pintu masuk kantor. Jonas melihatnya dengan wajah yang tidak senang. Anna bisa memperhatikan bahwa betapa amarah menguasai kedua pria itu mengingat Rian dan Jonas sedari remaja tidak pernah akur. Jonas membisu sepanjang perjalanan. Anna tidak percaya setelah ia marah pada Jonas, kali ini kondisinya berbalik. Sesampainya di apartemen, Jonas meletakkan semua bahan makanan yang mereka beli di pasar tadi di atas meja dan mulai memasak. Anna mendekatinya dan menyentuh lengannya. “Kau marah?” “Aku bukan marah. Aku h