Satu minggu setelah pernikahan Anna dan Jonas, semua orang akhirnya kembali ke Balikpapan.
Jonas dan Darryl sempat cemas pada keadaan ayahnya karena beliau sempat berkata sakit pinggang dan hampir tidak bisa berjalan, sehingga harus menggunakan kursi roda untuk bisa turun dari pesawat.
Tanpa menunda, Jonas dan Anna langsung membawa Paman Jonathan ke rumah sakit terdekat. Paman Jonathan menerima perawatan di sana kurang lebih selama satu minggu untuk memulihkan kondisinya yang kelelahan akibat acara.
Anna sempat kuatir pada Paman Rudy juga, tetapi lelaki tangguh itu jelas tidak apa-apa dan menuruhnya fokus pada Paman Jonathan yang terlihat lebih lemah dari biasanya.
Di rumah sakit, Darryl, Jonathan dan Michelle akan menjaga ayahnya secara bergantian tanpa kenal lelah. Sedangkan Anna akan membawakan makanan dan pakaian ganti untuk mereka setiap harinya.
Ketika Paman Jonathan diizinkan pulang, Jonas menyuruh Michelle untuk menyiapkan kamar untuk
Tiga bulan kemudian… Jreng… suara gitar yang tak beraturan terdengar dari sebuah ruangan yang ada di tengah rumah tersebut diikuti oleh suara anak-anak kecil tertawa cekikikan, menandakan kalau para pelaku keributan itu lebih dari satu orang. Jonas mencari anak yang bernama Dina itu ke ruangan yang dipenuhi dengan instrumen gitar dan menemukan Dina, saudara kembar Dina yang bernama Doni, dan Vika sedang memainkan gitar dengan sembarangan. “Hayo, kalian sedang apa?” tanya Jonas sambil bersedekap. Dina dan Vika terkejut dan mereka berdiri dengan tegang, sementara Doni langsung buru-buru meletakkan gitar itu pada stand yang ada di dekat mereka. Wajah mereka terlihat cemas dan takut dan sambil melirik satu sama lain. Jonas melepas tangannya dan berjongkok, “Doni, Dina, kalian sudah dijemput oleh mama kalian.” Doni dan Dina langsung sumringah dan menghampiri Jonas, menyalaminya dan pamit padanya secara bersamaan, “bye
Satu tahun kemudian… Matahari pagi membangunkan Anna dan Jonas yang tertidur lelap di atas kasur di sebuah ruangan yang bukan milik mereka. “Selamat pagi sayang,” kata Jonas pada Anna sambil menggosok matanya. “Selamat pagi,” jawab Anna dengan mengusap wajahnya. Keduanya terlihat kusut setelah melalui malam yang panjang. Bagaimana tidak? Mereka pulang ke rumah Paman Rudy bersama juga dengan Gina dan mereka mengobrol hingga pukul 2 dini hari. Anna menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul 8 pagi. Ketika Anna hendak turun untuk membuat kopi untuk Jonas, Jonas tiba-tiba menghentikannya. “Aku ingin menyapa Joanna dulu,” kata Jonas. Anna tersenyum lalu kembali duduk di samping Jonas yang segera duduk dan mengarahkan wajahnya pada perut Anna yang kini terlihat membuncit karena telah ada sosok manusia kecil yang bermukim dalam perutnya selama 5 bulan ini. “Hai Joanna, ini Papamu. Selamat pa
Anna menunduk saat mendengar ayah dan ibunya bertengkar hebat di lantai bawah. Anak remaja itu berusaha meredam suara pertengkaran orang tuanya dengan menangkup kedua telinganya dengan kedua belah tangannya. Namun hal itu ternyata tidak membantu banyak. Suara orang tuanya tetap melengking hingga menggetarkan gendang telinga Anna. Bukan hanya itu, tubuhnya menjadi sangat gemetaran. “Di mana kau, anak jahanam?” teriak ayahnya dari bawah. Anna berlari menuju ujung kamar. Dia mendengar derap langkah ayahnya yang tidak beraturan itu naik ke atas. Jelas kalau itu suara langkah orang yang sedang mabuk. “Di sini kau rupanya,” kata ayahnya yang menyorotnya dengan tatapan nyalang. Ayahnya berjalan mendekat dan menarik rambut Anna dan menyeretnya hingga lantai bawah. Tubuh Anna terhempas tepat saat kaki ayahnya menyentuh lantai, membuat tubuhnya terasa remuk hingga ke tulang-tulang. Anna bahkan hampir tidak bisa berdiri. “Hei, Yuni! Katak
Sudut tempat itu terasa sunyi dan hening, tidak banyak kendaraan umum maupun pribadi yang lewat di jalan raya. Sebagian besar penduduk daerah itu adalah petani dan pedagang buah-buahan. Setiap hari, mereka akan pergi ke kota untuk menyuplai setiap kebutuhan di setiap pasar yang menjadi langganan mereka. Jarak tempat itu dan pusat kota tidaklah begitu jauh, hanya setengah jam jika jalanan tidak macet. Anna mengendarai mobil sedan kecilnya menelusuri jalan raya itu. Tujuannya membuatnya membelokkan mobil ke sebuah jalan kecil di sebelah kiri. Mobil kecil berwarna putih itu terlihat berkilau dibawah terpaan sinar matahari. Bannya yang hitam membawa arahnya menuju ke sebuah perumahan yang setiap rumah memiliki tanah yang luas-luas. Setiap rumah terdapat kebun di belakangnya, mulai dari sayuran hingga buah-buahan. Rumah-rumah itu saling berhadapan dan jaraknya juga agak berjauhan, sama sekali tidak mepet atau berdekatan walaupun tetangga. Di depannya setidaknya terdapat satu buah mobil
Anna membuka matanya, ia mendengar suara seorang pria dan seorang wanita bersahut-sahutan di bawah. Matanya yang berat itu ia paksakan untuk melihat ke arah jam dinding yang ada di seberangnya. Jam itu menunjukkan pukul 12 malam. Ia mendorong selimutnya dan berjalan keluar dari kamar. Ia maju terus untuk mencari arah sumber suara itu. Di tengah perjalanan, ia berhenti di sebuah kamar besar dengan ranjang yang cukup besar. Di sana terdapat kasur bayi dengan pagar tinggi. Di dalamnya tertidur seorang anak laki-laki tampan yang sedang lelap-lelapnya. Ia memperhatikannya sejenak, anak laki-laki ini tetap tidak terbangun meski mendengar suara berisik. Ia sangat nyenyak. Tetapi Anna tetap harus mencari asal suara itu. Ia turun ke lantai bawah dan memeriksa semua ruangan, tetapi tidak menemukan siapa-siapa, sampai ia akhirnya melangkahkan kakinya menuju dapur. Suara berisik itu makin terdengar dan jelas. Sampai akhirnya ia melihat sos
Sepulang sekolah, Anna dan Gina lansung bergegas menggunakan sepeda untuk pulang. Mereka sering berlomba siapa yang akan sampai rumah duluan. Tetapi saat itu, ada sesuatu yang menarik perhatian Anna sebelum sampai ke rumah. Gina melihat ke arah jam dan mengatakan bahwa ia harus segera pulang karena ibunya sakit. Seorang anak laki-laki duduk termenung di ayunan yang berada dekat pohon besar di taman itu. Anna melihatnya dan mengenalnya sebagai Jonas. Anak itu terkenal sebagai anak yang selalu terlibat dalam hal-hal yang melanggar aturan sekolah, mulai dari merokok hingga minum minuman keras. Ia telah berulang kali masuk ruang konseling dan sering mendapat peringatan. Entah dari mana ia mendapat benda-benda tersebut. Orang tua Jonas juga tidak pernah datang saat dapat panggilan di sekolah. Tetapi, Anna tidak melihat ada prilaku yang terlalu salah dari Jonas. Di sekolah, ia selalu menjadi anak yang penurut. Ia tidak pernah berkata kasar, dan sering
Air mata Anna mengering. Ia merengkuh tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa itu di pelukkannya sementara Gina menggendong Darryl, adik laki-lakinya yang masih kecil. Setelah ibunya Anna dinyatakan meninggal dunia, Anna berlari lalu memeluknya hingga ia tidak mampu meratap lagi. Ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Apa yang ibunya Anna lakukan hingga ayahnya tega menghabisinya? Bukankah selama ini, ibunya Anna adalah ibu yang baik bagi ayahnya yang selalu pergi melaut dan kembali hanya 2 minggu setelah berbulan-bulan berlayar? Baginya, ibunya adalah orang yang setia dan mengutamakan keluarga. Ia akan bekerja sendiri jika mereka kekurangan uang. Tetapi ayahnya, meski bukanlah orang yang jahat, ia akan ringan tangan pada istrinya jika mereka bertengkar. Sosok ayahnya adalah sosok yang sedikit menakutkan bagi Anna, dan ia paling benci jika melihat kekerasan itu terjadi pada ibunya. Anna mengambil liontin yang dikenakan ibunya itu dan memasang
Anna memeluk Darryl dengan erat dan menangis dengan pilu saat melihat kedua orang tuanya diturunkan ke dalam liang lahat yang telah di gali berdampingan itu. Hampir semua orang di kampung itu datang untuk menghadiri prosesi pemakaman kedua orang tua Anna, dan semua wanita yang ada di sana ikut menangis dalam duka. Paman Rudy berdiri di samping Anna dan mengambil Darryl dari gendongannya. Anna langsung terduduk dan memeluk nisan di atas tanah yang sudah tertumpuk di atas jenazah ibunya. Gina yang juga sangat berduka atas kejadian itu langsung berjongkok di samping Anna dan merengkuhnya dalam pelukannya. Air matanya ikut turun untuk menangisi kepergian ibunya Anna yang sudah sangat baik sekali padanya. Belum sempat Gina membalas semua kebaikan itu, Tuhan telah memanggilnya dengan cara yang diluar pemikiran semua orang. Ia terus mengelus punggung dan lengan Anna yang masih histeris dalam kemalanga