Siapa Pria Itu?
Semua yang berada di kamar itu terkejut. Terlebih Lily, ia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Juna mengepalkan kedua tangannya. Ingin ia melayangkan bogem mentahnya ke wajah Baskara saat itu bila ia tidak ingat adiknya itu baru saja sadar dari pingsannya dan wajah itu masih terlihat lemah dan pucat.
Mama Amelia yang tidak kalah terkejut dengan pertanyaan Baskara, berjalan mendekati Baskara dan duduk di pinggir kasur empuk itu.
"Apakah kepalamu masih pusing? Belum makan sejak pagi?" Baskara terus di berondong Amelia terkait pertanyaan yang dianggap halusinasi Baskara sesaat karena dirinya baru saja sadar dari pingsannya.
Pak Broto menghela nafas kasar. Ia tahu bahwa cucunya itu sedang menahan kecewa karena telah salah memilih langkah. Penyesalan selalu datang terlambat kan? Pak Broto langsung mengajak Pak Yono untuk mengantarkannya kembali beristirahat di kamarnya, tidak tega melihat wajah penuh kecewa dan penyesalan Baskara.
Juna sendiri dengan kasar menarik tangan Lily untuk meninggalkan kamar itu. Lily mengikuti langkah Juna dengan tertatih mengimbangi langkah Juna yang lebar dan panjang.
Kini hanya tersisa Ridwan dan Amelia di kamar itu. Amelia memandang sedih Baskara, sedangkan Ridwan duduk di kursi yang berseberangan dengan kasur pembaringan Baskara.
"Makanlah ini lalu minum obat. Lanjutkan istirahatmu. Besok kita akan bicarakan lagi maksud perkataanmu tadi." Perintah Ridwan berjalan mendekati pembaringan Baskara seraya membawa sepiring bubur ayam yang baru saja diantar oleh asisten rumah tangga mereka.
-0-
Lily kali ini memang harus belajar menabung begitu banyak kesabaran. Bukan kali ini, tapi mungkin selamanya, selama ia hidup bersama Juna. Ia yang terbiasa dituruti semua kehendak dan kemauannya oleh kedua orang tuanya, kini, setelah menikah dengan Juna, sang perfeksionis yang sangat idealis, harus benar-benar belajar untuk bersabar.
Tampan tapi menyebalkan, batin Lily. Enak dilihat tapi nggak enak buat dinikmati. Dinikmati what?! Lawong mendekat saja,uugghh, juteknya ampun-ampun, batinnya lagi, berulangkali membuatnya mengucap bacaan istighfar, yang kemudian menjadi kebiasaan barunya sekarang selain mengurut dada, menenangkan emosinya sendiri. Ini semua berkat Juna.Juna memang sudah berhasil merubah Lily. Lily menjadi lebih sabar tapi hanya pada saat menghadapi Juna, diluar itu ia menjadi lebih galak. Lily yang biasanya kalem, sekarang sering mengomel-omel sendiri apalagi setelah bertemu dengan sang suami.Akibat perkataan Juna kemarin, yang menyindir dirinya karena ia lupa bahwa ia sudah menikah, dan harus meminta ijin dulu kepada Juna, sang suami, membuat Lily malas untuk mengikuti sholat tarawih di masjid seberang rumah ini. Bukan masalah minta ijinnya itu yang Lily permasalahkan, tapi ia sudah merasa ilfill duluan bila harus terlibat percakapan dengan Juna.Semua ini gara-gara laki-laki tua itu. Oh iya, di mana laki-laki tua itu, batin Lily yang tiba-tiba teringat laki-laki yang mengancam akan harakiri saat itu juga bila Lily tidak mau menikah dengan cucu laki-lakinya. Kakek tua penyebab kelam masa depannya. Karena kakek itu, Lily terdampar dan terpaksa menghabiskan sisa hidupnya dengan pria menyebalkan bernama Juna, umpat Lily dalam hati. Lily masih setia dengan posisinya yang saat ini sedang duduk di pinggir tempat tidurnya. Bahasa tubuhnya yang berubah-ubah ternyata menyita perhatian Juna yang baru saja tiba dari kantornya.Juna tidak langsung masuk ke kamarnya. Ia membuka pintu kamar yang sebelumnya terbuka sedikit. Ia melihat Lily yang berbicara sendiri, yang terkadang berdiri, lalu menepuk keningnya sendiri, dan sesekali menarik-narik mukena yang ada di dekatnya. Ia semakin tertarik memperhatikan istrinya itu. Gadis aneh. Kakek menemukan gadis ini dimana sih tanya nya dalam hati sembari melanjutkan langkahnya memasuki kamarnya yang tadi sempat terhenti. "Ehheemmm." Juna berdeham.Gubrak. Lily seketika terlonjak kaget hingga ia jatuh dari tempatnya duduk. Wajahnya mendadak pias, tangannya dingin, jantungnya berdetak kencang.Sial! Kenapa dia sudah pulang, umpat Lily dalam hati, sambil berdiri agak sempoyongan karena kaget akan kehadiran Juna yang tiba-tiba. Ia meletakkan mukena dan sajadah yang tadi ia gunakan untuk sholat ashar, masih dengan tangan bergetar karena terkejut.Ia kemudian bergegas menyisir rambutnya saat Juna masuk ke kamar mandi dan kembali menggunakan hijabnya dan melangkah keluar dari kamar itu hendak membantu mama Juna menyiapkan menu untuk berbuka puasa.Juna yang kini sudah selesai mencuci tangan dan kakinya, keluar dari kamar mandi mengambil baju gantinya dan kembali masuk ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya dari bau keringat yang melekat. Kemana gadis aneh itu pergi, Juna mengedarkan pandangannya mencari sosok Lily sebelum dirinya masuk kembali ke dalam kamar mandi.Tiga puluh menit berlalu. Juna kini sudah berganti pakaian. Saat ini ia sudah mengenakan baju koko, dan tengah menyemprotkan eau de cologne ke baju nya. Lily datang mengetuk pintu kamar yang masih tertutup dari dalam. Tiga kali ketukan tanpa jawaban Ehm, paling sedang mandi, gumam Lily. Dirinya lantas membalikkan badannya hendak beranjak dari depan kamar yang ia tempati bersama Juna. Namun, langkah kakinya yang baru dapat beberapa langkah terhenti karena teguran seseorang yang tadi hendak ia panggil."Kalau mengetuk pintu kamar atau rumah itu jangan hanya mengetuk tapi juga mengucap salam?"Lily tertegun dalam diam. Meredam kesal yang tiba-tiba membuncah. Ah, betapa ia sangat ingin menganiaya orang yang barusan menegurnya. Menjambak rambutnya, mencubit lengannya sesakit yang ia bisa, dan memukulnya sekuat-kuatnya.
Juna melangkah ringan melewati Lily yang berdiri dalam diam, yang tengah meredam emosinya. Entah. Tanpa Juna sadari, ia semakin hari semakin senang menggoda Lily, menjadikan Lily, pereda kepenatan otaknya dan penghilang lelah raganya. Perasaannya menjadi lebih bahagia setelah melihat semua tingkah Lily yang menahan kesal akibat ucapan dan tingkah yang ia perbuat.Tapi meski demikian, Juna dengan tegas tidak menyimpan rasa apapun tentang Lily. Ia hanya ingin menjalani pernikahan aneh ini sekedarnya saja, terlebih lagi setelah ia mendengar pertanyaan halu Baskara yang meminta pernikahannya dengan gadis itu dibatalkan. Ia hanya menganggap pernikahan ini sebagai hiburan bukan sesuatu yang penting karena ia sama sekali tidak melibatkan perasaannya. Ia menganggap pernikahan yang terjadi di antaranya dan Lily adalah sebuah pernikahan palsu, bukan kenyataan yang harus dianggap penting.
Lily menghirup udara sebanyak-banyaknya dan dengan perlahan menghembuskannya sambil merapal kata sabar berulang kali. Sabar, nantikan saja saat dimana aku bisa lepas dari pernikahan palsu ini. Aku akan membuat perhitungan denganmu, ucap gadis itu dalam hati.Sabar-sabar. Bulan puasa. Jangan sampai terpancing amarah. Anggap saja ada setan yang berhasil lepas dari neraka dan sedang mencari tempat bersembunyi di dunia. Lily terus menenangkan dirinya. Sabar.Disela kesibukan meredam amarahnya terhadap Juna, Lily teringat sosok pria yang datang di sela-sela perdebatannya dengan Juna. Pria berkulit putih itu melontarkan pertanyaan yang tidak masuk akal. Siapa pria itu? Tampaknya dia terlihat lebih ramah dari Juna. Kenapa bukan dia saja yang menjadi suaminya? Lily mulai mengkhayal yang tidak-tidak. Sikap Juna yang menyebalkan membuatnya lelah.
Niat Lily dan Ingatan Baskara Baskara kembali memejamkan matanya. Obat yang baru saja ia minum mulai bereaksi. Pikirannya masih terbayang-bayang gadis yang tadi ia lihat di samping kakaknya. Lily, gumamnya lirih. Lupakah gadis itu padanya, tanyanya dalam hati. Diantara bayang-bayang Lily, Baskara akhirnya tertidur. Satu jam kemudian, Baskara terbangun dari tidurnya. Sakit kepala yang di deritanya mulai berangsur hilang, badannya kini lebih enteng dibanding sebelumnya. Pakaiannya basah karena keringat yang berhasil keluar dari pelipis dan sekujur tubuhnya. Baskara lantas bangun dari tidurnya secara perlahan. Ia berjalan ke kamar mandi, membasuh wajahnya dan bersikat gigi. Hari sudah subuh, ia bergegas menunaikan kewajibannya sebelum matahari meninggi, lalu keluar dari kamarnya. -0- Lily mengambil mushaf Alquran yang ada di lemari buku yang letaknya paling tinggi. Setelah sahur, ia menyegerakan diri untuk bersiap menunaikan sholat subuh, bukan di masjid, namun sendiri di kamarnya. Ju
Kakek Tua Yang Menyebalkan Lily bangun pagi seperti biasa, namun bangun dengan perasaan yang luar biasa bahagia. Rona bahagia terlihat jelas sejak ia membuka matanya. Lili berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya mengusir rasa malas dan kantuk yang masih sedikit menggantung di pelupuk matanya dan dengan cepat keluar dari kamar hendak membantu menyiapkan santapan sahur. Tampak olehnya, pria yang hobbynya berkata pedas padanya masih terlelap tidur, membuat lily berjalan sedkit pelan agar tidak membangunkannya.Lily menyiapkan empat piring dan 4 mangkuk kecil sebagai wadah untuk menikmati sup jamur yang ia masak sendiri. Lily memasak sup jamur spesial untuk suaminya sebagai ungkapan terimakasih karena sudah mengijinkan dirinya untuk bekerja kembali. Ia menyiapkan semua itu dengan perasaan yang bahagia.Ia bersenandung kecil ketika menaiki tangga hendak membangunkan suaminya. Baru saja dirinya tiba di depan pi
Ada Apa Dengan Laki-laki itu Sepasang pengantin baru itu terdiam dalam perjalanan menuju kantor Lily. Lily yang awalnya sangat bersemangat menyambut hari ini, menjadi lemas ketika ia mendengar jawaban Juna atas pertanyaan yang ia ajukan saat melihat Juna mengenakan jaket dan meraih kontak mobil di atas meja riasnya, saat ia sudah bersiap untuk mengenakan tas selempangnya."Peraturan pertama, berangkat aku yang antar, pulang aku yang jemput. Tidak setuju tidak usah masuk kerja lagi," jawab Juna dengan nada tegas tak terbantahkan.Impiannya menikmati kebebasan berangkat kerja sendiri buyar seketika mendengar perkataan Juna itu.Ia berulang kali berdecih kesal mengungkapkan kekecewaannya, namun Juna bersikap acuh, tidak menanggapi kekesalan Lily.Lily terus diam menatap jalan. Lama kelamaan ia tidak tahan dengan keheranannya. Mengapa Juna bisa tahu letak kantornya padahal ia belum pernah ke sana, bahkan sewaktu berangkat tadipu
Tidakkah Kita Saling Mengenal Dulu? Ponsel Lily yang berada di atas mesin jahit tiba-tiba berbunyi. Jam dinding yang berada di ruangan itu sudah menunjukkan pukul 3 sore.Lily menggeser tombol berwarna hijau." Assalammu"alaikum.""Waalaikumsalam. Aku sudah di depan ruanganmu. Cepat buka!" Suara ketus Juna terdengar.Lily bersegera membukakan pintu ruangannya yang tadi ia tutup karena ia hendak melaksakan sholat ashar di ruangannya."Kenapa pakai ditutup segala sih pintunya," omel Juna saat melangkah masuk ruangan bernuansa hijau tosca itu. "Saya kan sedang sholat ashar suamiku sayang," ujar Lily tanpa menyadari sapaan yang baru saja terlontar dari bibirnya.Juna tercenung mendengar sapaan Lily barusan. Serius itu tadi yang mengucapkan Lily, istrinya si gadis aneh? Suamiku sayang? Rasa panas menjalar ke seluruh wajah Juna, ia mendadak gugup. Salah tingkah sendiri. Bila set
KenanganLily terkesiap, mendengar pertanyaan laki-laki di depannya. Pandangannya semakin dalam seakan mencari kebenaran ucapan laki-laki itu. Detik berikutnya, Lily semakin merasa tidak berdaya."Tidakkah kita saling mengenal dulu?" Ia mengulangi lagi pertanyaannya, sambil tersenyum menatap Lily yang hanya diam mematung menatapnya. Mata bulat penuh binar itu tidak berubah, tetap indah seperti dulu, Baskara menggumam dalam hati. Dirinya terus saja mengamati wajah gadis di depannya yang masih menatap dirinya dalam diam. Lily tersadar dari diamnya lalu berdeham, menghilangkan kekakuan yang tercipta di antara mereka. "Maaf..." ucapnya pelan, seakan takut suaranya akan terdengar oleh orang lain selain mereka berdua. Baskara menangkap sikap Lily yang canggung. Ia tidak menyalahkan Lily. Dirinya dulu pernah menemani Lily untuk beberapa saat tanpa status hubungan yang jelas. Baik dirinya maupun Lily menjalani semu
Tekad Juna Seminggu sudah Lily berangkat dan pulang kerja bersama dengan Juna, dan dalam seminggu itu pula tidak begitu banyak perubahan yang terjadi pada hubungan mereka berdua. Juna masih dengan sikap ketusnya dan menjadi semakin dingin setiap kali melihat bagaimana Baskara memperlakukan Lily dengan begitu lembut, berbanding terbalik dengan dirinya. Hari ini, seperti biasa kebisuan menemani mereka selama perjalanan pulang hingga mobil sedan itu memasuki pekarangan luas keluarga Broto. Keduanya memasuki rumah dengan berjalan beriringan, terus melewati ruang tamu dan ruang keluarga, menaiki tangga hingga tibalah mereka di kamar mereka. Juna melepas sepatunya dan menggantinya dengan selop kamar, lalu melepas dasi dan kemejanya. Tinggallah sekarang dirinya hanya mengenakan kaos singlet masih dengan celana panjang yang sama. Sedangkan Lily,
Ceraikan Aku Juna melangkah acuh meninggalkan meja makan. Ia membiarkan Lily berjalan di belakangnya. Tidak lagi beriringan seperti biasanya. Kakek tua, Pak Broto, melihat semua kejadian yang berlangsung di meja makan selama buka puasa tadi. Ia menyaksikan bagaimana Baskara berusaha mendekati Lily, dan bagaimana ekspresi Juna melihat interaksi keduanya. Dalam hati kakek tua itu begitu sedih. Perjodohan yang ia harapkan dapat berakhir bahagia bagi sang cucu, justru menciptakan persaingan dan permusuhan diantara mereka. Dirinya sendiri tidak mampu menengahi pertikaian terselubung dua cucu kesayangannya itu. Ia hanya mampu menyerahkan semuanya kepada Yang Di Atas, akan seperti apa kedepannya hubungan kedua kakak beradik itu. Lily berdendang ringan meninggalkan meja makan. Ia melangkah menaiki tangga dengan riang ketika sebuah tangan kekar mencekal tangannya. Lily menghentikan langkahnya dan menoleh ke s
Dejavu Lily berjalan cepat meninggalkan kamar Juna. Ia melangkah tegas, seakan ingin menunjukkan bahwa suasana hatinya sedang benar-benar marah. Ia berjalan menuju masjid yang berada tepat di seberang rumah mertuanya itu. Entah memang takdir atau hanya kebetulan semata, lagi-lagi dirinya dipertemukan kembali dengan Baskara yang juga tengah melangkah keluar dari kamarnya hendak ke masjid yang sama dengan yang dituju Lily. Baskara pun sama terkejutnya seperti Lily. Ia merasa seakan dirinya dan Lily sedang dipermainkan oleh takdir. Di saat seperti ini, mereka justru kerap bertemu tanpa mereka rencanakan sedikitpun. Baskara pun mempercepat langkahnya, berusaha mengejar Lily yang sudah melangkah jauh di depannya. "Lily!" panggil Baskara ketika ia berhasil mengikis jarak di antara mereka. Lily seketika menghentikan langkah kakinya. Suara Baskara seakan memiliki daya magis bagi Lily. Ia tidak memiliki daya apapun unt