Pagi ini, Nesia bangun lebih dini. Tak peduli dengan semua hal baru dan menyenangkan di rumah ini, Nesia justru memilih pergi ke dapur. Alih-alih minta dilayani dengan segala macam menu mewah dan lezat yang sudah pasti ada di rumah ini, Nesia justru membuat Bu Maryan dan Mbak Ani terkejut karena perempuan itu membuat teh panas sendiri.
“Nyah, sebaiknya Nyonya Nesia duduk saja. Biar kami yang membuat.” Bu Maryam tergopoh-gopoh mendekati Nesia yang meracik teh panas.
Nesia tersenyum melihat sikap Bu Maryam.
“Tidak apa-apa, Bu Maryam. Jika di kontrakan, saya juga bisa membuat semuanya sendiri, kok. Bu Maryam tenang saja.” Nesia menenangkan Bu Maryam.
“Takutnya nanti Tuan Remy marah, Nyah,” ujar Bu Maryam dengan gusar.
“Bu Maryam tenang saja. Dia nggak bakalan marah sama Ibu. Sudah, abaikan saja kalau dia memang marah. Saya di sini juga peker
Merasa bersalah, Lukas segera berdiri untuk menyambut kedatangan Nesia yang berjalan pelan menuju ke meja makan. Namun, sejenak, baik Lukas maupun Remy seperti tercekat ketika melihat kedatangan Nesia yang kali ini sudah rapi. Entah siapa yang mengajarinya memakai pakaian seperti itu, karena ternyata dia bisa mengenakan pakaian dengan demikian modis.Tanpa mereka sadari, mereka seperti terpukau oleh kehadiran Nesia yang berjalan bergegas menuju ke arah mereka. Sampai di dekat meja makan, Nesia menatap Remy dan Lukas dengan bergantian.“Apakah penampilan saya masih tidak beretika sehingga Anda berdua harus melihat saya dengan pandangan seperti itu?” tanya Nesia masih dengan wajah sengit, menatap ke arah Remy yang gelagapan. Bahkan, Lukas juga ikut kikuk mendengar sindiran keras Nesia kali ini.Remy tak menjawab apapun, dia hanya menghela napas sambil menggelengkan kepala kemudian melanjutkan sarapannya, mengab
“Apa maksud Anda dengan sebuah pertemanan, Tuan Lukas?” Nesia bertanya heran.Lukas tersenyum untuk melunakkan hati Nesia.“Ya. Berteman dengan sederhana, tanpa saya memanggil dengan sebutan ‘anda’ tetapi bisa memanggil dengan sebutan ‘kamu’. Dan Anda juga bisa memanggil saya hanya dengan Lukas, tanpa harus memanggil saya dengan Tuan Lukas. Bagaimana?” Lukas menawarkan sebuah persahabatan pada Nesia.Nesia terdiam, mengerutkan keningnya dengan mata terpaku pada Lukas yang sama tampannya dengan Remy.“Uhuk!” Berpikir tentang Remy saja sudah membuat Nesia tersedak. Benar-benar pria itu seperti penyakit di hari-harinya.Mendengar Nesia tersedak, Lukas buru-buru menyodorkan minuman ke depan Nesia. Gadis itu menerimanya dengan segera dan meminumnya.“Terima kasih, Tuan Lukas.” Nesia mengusap b
Kemarin, setelah mendapat perintah resmi dari Remy untuk mencari guru kepribadian untuk Nesia, Lukas langsung mencari rekomendasi melalui internet. Beberapa yang dilihatnya memang sudah sangat bagus dan memiliki nama. Untuk biaya, Lukas sama sekali tidak peduli mau berapapun biaya yang harus dikeluarkan demi perintah Remy.Hingga kemudian terpikir nama Rosa di kepala Lukas. Tentu Lukas sudah memiliki pertimbangan sendiri ketika akhirnya dia mengambil keputusan untuk meminang Rosa menjadi guru kepribadian bagi Nesia, mengingat Rosa adalah salah satu mantan Remy.“Hei, Luke? Tumben kamu datang?” sambut Rosa ketika akhirnya Lukas datang ke sekolah yang dikelola oleh Rosa itu.“Tadi ada keperluan di dekat sini. Jadi aku ingat bahwa kamu punya usaha di sini. Tidak ada salahnya jika aku singgah, kan?” tanya Lukas dengan senyum yang ramah, berbeda dengan Remy yang nyaris tak pernah tersenyum.&nbs
Penampilan Rosa pagi ini memang dibuatnya sangat istimewa dari hari biasanya. Setelah akhirnya dia memilih untuk menyetujui permintaan Lukas untuk memberi pelajaran kepada Nesia mengenai cara bagaimana bersikap dan berperilaku, Rosa janji akan datang pagi ini. Selain demi mendapatkan bayaran yang sebenarnya melebihi standar, Rosa juga ingin melihat seperti apa gadis yang dinikahi Remy itu.Berkali-kali Rosa mematut dirinya di depan cermin yang ada di toilet college-nya ini. Rosa jelas tak mau terlihat lebih rendah dari Nesia. Rosa sudah menetapkan standar bahwa dia harus berpenampilan maksimal dan berkelas.“Ibu mau kemana?” tanya Riris, asisten Rosa di college ini ketika melihat Rosa sudah begitu prima sepagi ini.Perempuan cantik itu tersenyum anggun, menunjukkan bahwa dirinya begitu berkelas dan elegan.“Mulai hari ini dan beberapa waktu kedepan, aku punya murid
Tak mendapatkan tanggapan apapun dari Remy atas sapaan yang dilakukannya, Edo bergegas mengikuti pria itu masuk ke ruang lift. Napas Edo lumayan ngos-ngosan ketika akhirnya dia tiba di dalam, bersama Remy yang wajahnya sangat tidak bersahabat. Meski di saat yang lain, laki-laki ini memang jarang terlihat bersahabat. Yang membuat Edo heran, selalu saja ada yang mengejar pria temannya ini.Apa sih istimewanya selain ganteng dan kaya?Baiklah, sebagian besar gadis jaman memang menggunakan kedua hal tersebut sebagai standar kelayakan dalam mengejar laki-laki. Tapi apakah wajah tampan tanpa senyum seperti ini juga pantas dijadikan acuan dalam menjalin hubungan? Edo masih tak habis pikir.“Kamu tidak ada pekerjaan lain sehingga harus mengejar aku ke sini?” tanya Remy masih dengan datar.Edo tersenyum masam. Tidak adakah kalimat yang lebih enak didengar?
Jantung Rosa berdegup kencang ketika menatap mobil yang di dalamnya dia tahu ada Remy. Mobil itu berhenti di samping rumah yang lumayan luas itu. Kemudian seperti slow motion, Remy keluar dari dalam mobil diikuti oleh Edo. Dalam tak sadar, Rosa terjerat kembali pada aura pesona Remy yang gagah, tak peduli meski kini Remy sudah punya istri.Kemudian yang membuat Rosa serasa bagai mimpi adalah ketika dilihatnya pria itu mendekat padanya, sementara Edo hanya berdiri di dekat mobil Remy, mengawasi interaksi mereka dengan seksama.“Selamat pagi, Rosa,” sapa Remy dengan canggung namun jelas menunjukkan bahwa ada sekat di antara mereka kini.Awalnya Rosa canggung. Namun, dia kemudian segera berusaha menguasai dirinya dan tersenyum anggun menyambut sapaan Remy.“Selamat pagi, Remy.” Masih terdengar jelas getaran dalam suara Rosa.“Kamu ke sini memenuhi permi
Remy terkejut mendengar kalimat Rosa yang bernada sinis itu. Sesungguhnya Remy ingin tersenyum mendengar rasa tak suka yang terlihat nyata di dalam kalimat yang Rosa ucapkan. Ini satu hal yang tak disukai Remy pada diri Rosa. Sesempurna apapun perempuan itu, nyatanya dia tak memiliki rasa hormat kepada orang lain. Bahkan cenderung meremehkan.“Boleh, Mari ikut aku.” Remy berdiri diikuti Rosa di belakangnya. Pria itu membawa Rosa menuju ke ruang belakang, dimana ada teras yang biasa Remy gunakan untuk menikmati hari liburnya dengan hal-hal ringan.Rosa hafal betul dengan detail setiap sudut rumah ini. Beberapa tempat yang dilewatinya bahkan membuatnya terlempar pada banyak kenangan yang dulu tercipta di antara mereka. Tanpa Rosa sadari, hatinya mendadak rapuh oleh penyesalan karena begitu bodoh melepaskan semua keindahan ini hanya demi karir dan kemandirian yang diinginkannya.“Tata ruang di rumah kamu t
Melihat suasana yang mendadak tegang seperti ini, Lukas melangkah maju dan berdiri di antara mereka bertiga, Remy, Rosa, dan juga Nesia. Lukas sempat melirik ke arah Nesia yang sepertinya memilih diam, tak ikut campur dalam pembahasan yang tak dia mengerti ini. Dan Lukas cukup bersyukur karena sepertinya Nesia tahu diri untuk tidak membuat suasana menjadi semakin keruh.“Ehem! Maaf, Rosa dan Tuan Remy. Sebaiknya kita kembali pada tujuan awal mengapa kita mengundang Nona Rosa kesini.” Lukas mencoba menengahi dengan bijak.“Tidak! Bukan kita yang mengundang dia ke sini. Tetapi kamu!” Remy menegaskan sambil menatap Lukas dengan tajam karena memang keberadaan Rosa adalah atas inisiatif Lukas meskipun memang Remy yang memberinya perintah.Namun, Remy tidak menyadari bahwa kalimat yang diucapkan dengan kasar itu membuat wajah Rosa seketika menjadi merah padam karena merasa tidak dihargai.