Duke Charles menyilangkan kedua tangannya di dadanya, matanya tertuju pada satu arah, melihat perapian yang sedang menyala. Duke Charles merasakan sentuhan di bahu kanannya, perlahan lehernya berputar menatap sosok yang ia rindukan. "Duchess,"
Matanya mengembang, dada kembang kempis merasakan sesak. Wanita itu tersenyum, lalu memakaikan sebuah pakaian tebal. "Salju semakin deras, Duke semakin kedinginan kan.""Tuan, Duke."Duke Charles terhenyak, ia melihat sekelilingnya, tidak ada bayangan Sofia. Jadi tadi, hanyalah bayangan semu."Ada apa Tuan?"Duke Charles tertawa, ini bukan perasaan bersalah. Melainkan perasaan kecil yang semakin tumbuh. Duke Charles menunduk dengan bahu gemetar."Tuan!"Kesatria Lion semakin panik, "Apa ada sesuatu yang mengganggu Tuan?""Ini bukan perasaan bersalah, ini murni perasaan yang semakin tumbuh dari hari ke hari. Kamu tahu Lion, saat itu aku bermaksud mengakhiri hubungan ku dengan Kimberly, aku ingin mengakhiri, karena aku tahu, aku sudah memiliki cinta padanya, ketakutan dan kebodohan ku itu membuat semuanya kacau, dan setelah itu, kenapa aku tidak bisa mengontrol sekujur tubuh ku, kenapa aku... ""Sudah Tuan, semuanya sudah terlanjur. Aku akan berusaha mencari Duchess. Aku berjanji akan membawanya kembali."Duke Charles menggoyangkan kedua lengan Kesatria Lion, hanya dengan pria ini lah, dia menunjukkan kesedihannya. "Aku yakin dan seribu yakin, dia masih hidup. Aku harus mencarinya, waktu itu dia sedang mengandung.""Tenanglah Tuan, aku akan menjelaskannya."Kesatria Lion juga merasakan apa yang majikannya rasakan. Bertahun-tahun dia menemani Duke Charles, pria arogant, ketus dan sombong. Kini menjadi pria yang sangat menyedihkan."Kenapa aku bodoh, kemana dua kesatria itu, kemana mereka?"Duke Charles tertawa, ia sendiri yang memberikan Sofia obat tidur. Niat hati, hanya ingin membuat Sofia aman dari kejaran musuhnya, niat hati ingin Sofia selamat, tapi apa yang dia berikan. Sofia pergi, ia tidak tahu apa yang terjadi, Dan saat itu, Sofia tahu kehamilan Kimberly. la laki-laki yang paling busuk, melebihi bangkai di seluruh dunia ini. "Semuanya hancur, aku harus mencarinya kemana.""Tuhan, jika Nyonya Duchess masih hidup, berikan kesempatan untuk Tuan memperbaikinya, bukankah sebuah kesalahan harus di perbaiki dan di maafkan."""Sedangkan di tempat lainSeorang wanita tengah memegang dadanya, berdetak kencang, bahkan tangannya merasakan dadanya seperti genderang. "Ada apa ini? aku merasa tidak enak. Semoga tidak terjadi apa-apa, aku harus secepatnya kembali. Aku harus pergi dari sini, Williams dan Alice tidak boleh tahu siapa ayahnya, aku harus pergi sebelum ada seseorang yang menemukan ku dan kedua anak ku.""Ibu!"Sofia menoleh, anak kecil itu menaikkan sebelah alis tipisnya. Heran dengan raut wajah ibunya yang terlihat ketakutan. Kedua tangannya memegang sebuah nampan yang berisi secangkir teh hangat."Apa ada sesuatu yang Ibu pikirkan? o iya, ini aku bawakan teh hangat untuk ibu.""Terimakasih, Williams."Anak kecil itu tersenyum, "Apa ibu merindukan ayah?"Pertanyaan itu membuat Sofia tersedak, Wiliams langsung bangkit menuju ke arah Sofia dan menepuk punggungnya dengan pelan.Sofia menarik kedua sudut bibirnya terpaksa. "Iya, aku merindukan ayah mu, tapi ayah mu sudah tenang di sana," ujar Sofia. Wiliams mengangguk, ia juga merindukan sosok seorang ayah. Kadang ia merasa iri melihat anak kecil seumuran dengannya menghabiskan waktu dengan sang ayah."Ibu merindukan rumah kita, rasanya lama sekali meninggalkan rumah. Ibu besok ke kota, setelah selesai mengecek toko kita, kita langsung pulang. Ibu tidak betah di sini.""Aku dan Alice akan ikut ibu besok, siapa tahu ibu membutuhkan bantuan kami."Sofia mengelus pucuk kepala Wiliams. "Baiklah," Sofia mengambil teh hangat di atas meja itu, lalu menyeruputnya.Apa aku bilang saja pada ibu, kalau ada bangsawan yang mengatakan aku mirip seseorang, tidak, aku tidak boleh gegabah. Aku harus menyelidikinya sendiri.Keesokan harinya...."Ibu, aku sudah siap," ujar anak kecil berambut pirang. Syal yang melekat di lehernya dan pakaian hangat yang menyelimuti tubuh kecilnya."Aku juga sudah selesai, Bu," ujar seorang anak laki-laki.Sofia tersenyum melihat kedua anaknya, matanya kembali beralih melihat keluar, salju turun lumayan deras, ia sudah menolak agar putra dan putrinya tidak ikut, apalagi cuaca dingin seperti ini, namun kedua anaknya tetap keukeh ingin ikut ia pun menyuruh sang anak memakai pakaian tebal dan syal sebelum keluar, dan kedua anak itu pun menuruti permintaannya. "Baiklah, ayo kita berangkat Ingat! mainnya jangan terlalu jauh, kalian harus melekat pada ibu asuh." Nasehat Sofia seraya menggenggam kedua tangan anaknya yang memakai pelindung tangan. Sofia membantu Alice memasuki kereta lebih dulu, lalu di susul oleh Wiliams setelah itu dirinya.Dua Kereta kuda itu melaju meninggalkan sebuah rumah berlantai dua di kelilingi perkebunan yang lumayan jauh dari keramaian kota. Satu keret
Duke Charles menatap istrinya wajah istrinya yang merah padam. Matanya pun beralih melihat kedua bocah yang mana membuat hatinya bergetar, satu tatapannya menatap mata Alice, mata itu mengingatkan dirinya di wanita masa lalunya. "Yang Mulia Duke, aku tidak suka dengan kedua anak ini yang tidak memiliki sopan santun." Kata Kimberly seraya mengepalkan tangannya. Tidak ada yang boleh merendahkan dirinya, cukup dulu ia di rendahkan karena para bangsawan mengatakan 'dirinya orang ketiga'."Aku akan memberikan hukuman pada mu."Orang-orang yang menonton adegan itu pun merasa kasihan, tidak akan ada yang berani mencegah keputusan Duke Charles, sekalipun tidak, jika sudah mengatakan iya, maka harus iya. Bahkan Kaisar pun yang memegang kekuasaan tertinggi, tidak mau mengusik Duke Charles. Karena sang Kaisar hanya menumpang atas keberhasilan yang Duke Charles berikan selama ini, tanpa Duke Charles kedudukan itu tak bisa di duduki."Tunggu, nyonya. Jangan menyentuh adik ku," Mata Wiliams memerah
"Hey, tunggu!" teriak anak kecil yang menebus orang-orang yang berlalu lalang."Tuan muda jangan berlari-lari, nanti jatuh." Tegur sang ibu asuh yang mengikutinya dari belakang, dan benar saja, anak kecil itu tersandung dan jatuh tersungkur ke tanah."Tuan muda!" teriaknya panik.Alice dan Williams menghentikan langkahnya yang tergesa-gesa. Serempak keduanya menoleh dan merasa tak enak hati. Bukan niatnya membuat, anak itu jatuh."Kak, kasihan dia."Alice melepaskan tangan Williams, dia berlari menghampiri Aaron yang sudah berdiri dengan di bantu oleh pelayannya, tangan pelayan itu membersihkan tanah yang menempel di pakaiannya."Kamu tidak apa-apa?" tanya Alice dengan wajah khawatir. Dia merasa bersalah meninggalkan Aaron."Sudah! biarkan saja," ujar Aaron dingin pada pelayan itu.Alice dan Williams tercengang, dugaannya salah. Aaron bukan anak bangsawan yang manja seperti yang mereka pikirkan."Maaf kami terburu-buru untuk menemui, Ibu." Alice meraih tangan anak laki-laki di depann
"Ibu!" Pekik Wiliams yang merasa aneh.Ada apa dengan Ibu? kenapa aku merasa ibu ketakutan? apa ibu memiliki hubungan dengan Duke Charles? Aku harus mencari tahu batin Williams."Alice, cepat bawakan ibu air minum." Titah Williams pada sang adik.Aaron menunduk, ia takut salah berbicara dan menyebabkan ibu dari teman barunya shok, tapi ia salah bicara apa? ia hanya menyebutkan nama ayahnya pikir Aaron.Sofia meremas kertas yang ia gambar tadi, hasilnya rancangan itu belum selesai. Matanya menyiratkan kebencian pada Aaron. Anak itu mengingatkan kekejaman Duke Charles padanya.Dia anak Duke Charles dan kekasihnya, saat itu aku juga hamil dan Duke Charles malah,,, ah aku membencinya sampai ke tulang-tulang ku."Ini, ibu. Minumlah," Wiliams memberikan Air yang Alice sodorkan ke arah sang ibu.glekDalam sekali teguk, air putih itu tandas tanpa tersisa. Amarahnya mulai menguasai dirinya, ia tidak bisa mengontrolnya lebih lama lagi."Williams, Alice, kalian keluar dari ruangan ibu, sekaligu
Kesatria Lion tercengang, baru kali ini dia terasa di intimidasi oleh seorang anak kecil. Matanya tajam seakan menghunuskan pedang ke arah lehernya. "Ehem, ada perlu apa? Yang Mulia Duke tidak bisa bertemu dengan sembarangan orang.""Oh begitu?" Wiliams menaikkan salah satu alisnya dan tersenyum simpul. "Jangan menyesalinya sebelum menanyakannya. Aku pastikan, Yang Mulia Duke akan menyesal."Dengan jurus cepat, Kesatria Lion menghunuskan pedang ke leher Williams. "Beraninya, anak kecil seperti dirimu mengancam Tuan, Duke."Wiliams dengan tenang menyingkirkan pedang yang menojong ke lehernya, jari telunjuknya terluka. Kesatria Lion semakin kagum dengan anak seusianya yang tak takut dengan darah. "Sofia, apa Kesatria mengenal nama orang itu?"Tangan Kesatria Lion bergetar, pedang itu perlahan turun. "Siapa kamu, hah?!" Kesatria Lion langsung menarik tangan anak kecil itu ke lantai atas."Yang Mulia Duke," Laki-laki gagah yang tengah fokus itu langsung mengangkat wajahnya. Salah satu al
Aaron berdiri seraya memejamkan matanya melihat kereta yang keluar begitu saja dari gerbang kediaman Duke. Rasa penasaran menyeruak di hatinya, ia begitu ingin tahu ada apa dengan Wiliams. Sewaktu datang ke sini, wajahnya biasa-biasa saja, ya dia meyakini wajah patung es itu, seperti ayahnya."Aaron!" Duke Charles menuruni anak tangga itu tergesa-gesa, ia mencari keberadaan putranya."Iya, Ayah." Sahut Aaron seraya memutar tubuhnya karena menerima panggilan sang ayah. "Ada apa Ayah?" tanya Aaron. Lagi-lagi ia di buat keheranan melihat wajah sang ayah, tadi temannya dan sekarang ayahnya. Apa jangan-jangan ayahnya melakukan sesuatu pada Wiliams."Ayah, apa ayah bertemu dengan Wiliams?""Dimana dia?" tegas Duke Charles, ia ingin menanyakan keberadaan anak itu. Pikirannya linglung, ia sangat yakin anak itu ada hubungannya dengan Sofia."Sebenarnya ada apa Ayah?"Bukannya menjawab, Duke Charles malah menanyakan hal lainnya. "Kamu tahu di mana rumahnya.""Mana aku tahu, Ayah. Aku saja be
Tidak sampai di depan pintu perbatasan,Sofia menyingkapi gorden di sampingnya, mulutnya menganga melihat beberapa pengawal. "Apa itu pengawal dari kediaman Duke? aku harus melindungi kedua anak ku, ya harus." Gumam Sofia."Berhenti, kami ingin memeriksa sesuatu." Sofia semakin menegang, ia merapalkan seluruh doanya agar salah satu pengawal itu mengurungkan niatnya."Nia, kamu keluar cegah mereka, aku akan melakukan sesuatu agar mereka tidak mengenali ku," ucap Sofia yang di angguki oleh pelayan Nia. Wanita itu turun mencegah salah satu pengawal, kemudiaan berbicara dengan sang pengawal seraya melirik ke dalam kereta."Pelayan Nia," Sofia turun seraya menutupi sebagian wajahnya dengan sapu tangan. "Ada apa ya?"Sang pengawal itu pun menatap aneh ke arah wajah Sofia, dahinya di penuhi bintik-bintik merah. "Ada apa dengan wajah nona?""Saya terkena penyakit menular," ujarnya seraya melirik pelayan Nia yang malah melongo. Dia mengkedipkan salah satu matanya dengan samar-samar."Ah, benar
"Tuan, di lantai atas ada dua kamar, satu kamar memiliki dua ranjang kecil, sepertinya di gunakan untuk anak kecil."Duke Charles memejamkan matanya, tangannya mengepal kuat di depan lukisan itu, jantungnya mengatup-ngatup meminta keluar. Dia memutar tubuhnya dan langsung berlari, ia memasuki satu kamar yang ia yakini kamar Sofia. Seprai berwarna biru dengan motif bunga tulip, gorden berwarna biru dengan motif bunga mawar putih.Di usap air matanya menggunakan lengan kanannya, hingga kemeja berwarna merah itu basah. Bunga nawar yang masih segar, sepertinya baru di ganti.brakTangan kanannya meninju rak kecil, di bawahnya berjejeran buku-buku yang rapi.ArghMeluapkan amarah dan kerinduan yang bercampur aduk. Matanya menatap sekeliling ruangan itu, lukisan Sofia dan dua anak menghiasi dinding ruangan itu."Sofia, kenapa kamu melakukannya? kamu bahagia bersama anak kita, sementara aku tidak." Duke Charles mendorong vas bunga itu sampai jatuh ke lantai. Vas bunga itu pecah dan air d