Share

Ingin menjadikan menantu

Kaisar menatap tajam seperti siap menerkam. Tapi Adelia tidak merasa takut, malah mengumpat dalam hati. Ia heran sekaligus bertanya-tanya, bagaimana bisa teman masa kecilnya ini sangat berbahaya dan bisa membuat orang menjadi gila. Adelia berdoa semoga dia bukan termasuk orang yang kesekian kalinya menjadi gila.

"Tidak apa-apa, Tan. Saya pamit dulu."

"Maafkan Kai, kalau sikapnya membuatmu tersinggung. Tante mohon jangan pulang sekarang." Bu Desi terlihat agak kecewa berharap Adelia berubah pikiran.

Bu Desi menasehati Kaisar dalam satu bisikan untuk bersikap sopan. Adelia yang merasa tidak enak dengan permohonan Bu Desi lalu duduk kembali ke sofa mengurungkan niat untuk pulang.

"Kalian ini kenapa selalu bertengkar? Kalian adalah teman masa kecil. Dan kecelakaan itu sudah lama. Seharusnya kalian bahagia bertemu kembali seperti hari ini. Tapi, sikap kalian justru sebaliknya,"cetus Bu Desi sambil menatap mereka berdua.

"Adelia rubah kecil yang pandai berbohong." Kaisar mencoba membela diri.

"Kaisar pria kasar yang sombong, dan suka memerintah." Adelia melotot mendengar jawaban itu. Bukankah Kaisar lelaki menyebalkan sedunia.

"Sudah-sudah, itu cuma masalah biasa untuk seumuran kalian. Mama harap kalian bisa menjalin hubungan baik lagi." Suara Bu Desi terdengar tegas.

Di tengah perdebatan mereka, suara berisik terjadi di dapur Bu Desi ingin segera mengeceknya. "Kontrol diri kalian," Bu Desi lalu menoleh pada Adelia, "Tunggu sebentar yah, Adel. Tante mau ke belakang dulu."

Setelah Bu Desi meninggalkannya ke dapur, mereka diam. Tapi tiba-tiba Catty yang sedang tertidur pulas di samping Adelia melompat turun, lalu menaiki sofa dan meminta perhatian pada Kaisar yang seolah kagum dengan sosok di depannya. Kaisar mengelus-ngelus dan menggendong Catty di pangkuannya. Catty terlihat lengket dan sangat manja.

Adelia melihat hal itu langsung panik menyuruh Catty menjauh dari Kaisar. Baru kali ini kucing kesayangannya itu bersikap sangat manja dan akrab dengan orang yang baru dikenal.

"Catty, sini!" Adelia memanggilnya berulang kali namun Catty tetap tidak bergerak sedikitpun. Kucing yang satu itu malah tertidur di pangkuan Kaisar.

"Kasihan sekali, diabaikan kucing sendiri. Catty, jangan dengarkan nenek sihir galak itu." Kaisar membelai lembut kepala Catty.

Adelia merasa geram. Ia menghampiri Kaisar dan tanpa sadar mereka sudah saling menuding, keduanya sama-sama terjatuh dengan posisi dahi saling berbenturan. Mereka saling mengeluh kesakitan.

"Aduhh! Jidatku." mendengar suara keluhan Kaisar, bergegas beberapa bodyguard menghampiri mereka, siap siaga menerima perintah agar Adelia diberi pelajaran. "Pergilah, aku tak membutuhkan kalian." Semua Bodyguard itu mengangguk dan menghilang dihadapan Kaisar.

Adelia yang duduk di sampingnya merasa heran dengan penjagaan ketat Kaisar.

Tiba-tiba Bu Desi muncul di tengah perkelahian mereka.

"Ada apa ribut-ribut? Apa yang telah kalian lakukan?" wanita itu langsung menjerit histeris ketika melihat sandaran sofa terlempar ke mana-mana.

"Semua salah Adel."

"Bukan aku,"

"Pembohong!"

Bu Desi memutar bola matanya tenang. "Mama jadi ingat waktu kalian balita dulu, sukanya berantem. Tapi, selalu bermain bersama. " Bu Desi membayangkan masa- masa kecil mereka berusaha membuat Kaisar dan Adelia sadar bahwa mereka saling membutuhkan.

"Adelia, lebih baik kamu berkeliling rumah ini saja bersama Tante. Kita bisa lihat-lihat keadaan di sini. Kau mau ikut, Kai?" Tanya Bu Desi pada anaknya. Dia tidak ingin membiarkan mereka bertengkar lagi.

"Sayangnya aku sudah bosan berkeliling dirumah ini." Kaisar berjalan keatas tangga menuju kamarnya dengan wajah lesu sambil membawa Catty.

Kucing itu menempel pada Kaisar dan tidak ingin lepas. Adelia heran pada Catty, apa yang membuat kucing yang satu ini tidak mau berpisah dengan musuh bebuyutannya? Mau tidak mau Adelia harus merelakan kucing kesayangannya bersama Kaisar, lalu mengikuti langkah Bu Desi ke taman belakang yang dihiasi kolam renang dengan taburan kelopak bunga mawar.

Kalau boleh jujur, rumah ini seperti istana. Adelia tidak pernah melihat tempat seindah ini. Ia lalu memilih duduk berdampingan dengan Bu Desi tepat di atas ayunan putih. Adelia mulai gelisah. Sebenarnya... Sebenarnya ia punya satu pertanyaan penting yang masih sangat mengganjal di hatinya. Tapi.... Oh, okelah. Ia akan mencoba mengeluarkan pertanyaan itu mungkin saja Bu Desi tahu semuanya karena sudah bersahabat lama dengan ibunya.

"Boleh saya bertanya sesuatu? Tapi saya mohon Tante mau menjawabnya dengan jujur. Ini mengenai Papa saya...." Adelia berhenti sebentar untuk menarik napas, sedangkan wanita di sampingnya itu menatap matanya tanpa berkedip.

"Apa benar dia sudah meninggal? Tapi, Adelia heran Mama tidak pernah menunjukkan di mana makamnya." Tanya Adelia dengan nada bicara lembut dan penuh harapan semoga Bu Desi mau menjawabnya.

"Jujur saja Tante juga tidak tahu, Sayang. Pernah sekali Tante bertanya pada Mamamu waktu kamu balita, tapi jawabannya sama dengan apa yang dikatakan padamu. Terakhir aku melihat Papamu sewaktu acara pernikahannya di Tangerang, Banten. Hingga sejak kamu lahir, Tante tidak tahu lagi apa yang terjadi karena beberapa kali Tante pindah rumah di luar negeri. Setelah beberapa tahun, kami baru bertemu lagi di Jakarta, tempat tinggalmu sekarang. Waktu pertemuan itu, kalian masih balita. Setelah satu tahun tinggal di Jakarta, Tante pindah rumah lagi ke luar negeri dan menjual rumah lama. Belasan tahun kemudian Tante kembali lagi ke sini satu tahun lalu dan menetap saat Kaisar meminta kuliah magister di Indonesia saja." Bu Desi menceritakannya dengan suara terbata-bata.

"Berarti Tante pernah melihat Papaku? Apa dia mirip denganku?"

Namun sebelum Bu Desi menjawab pertanyaannya itu, ia melanjutkan lagi,

"Tentu saja, mata coklatmu sangat mirip dengan Papamu sehingga kamu tampak lebih cantik."

"Semoga saja Papa merindukanku di sana, jika memang benar Papa sudah meninggal." Kata Adelia, lalu tiba-tiba setetes air mata keluar dari pelupuk matanya.

"Dia pasti merindukanmu, juga. Adelia jangan malu-malu datang ke sini lagi ya. Anggap saja ini rumahmu sendiri. Kamu bisa datang kapanpun kamu mau. Di sini Tante sering kesepian karena tidak ada teman mengobrol." memeluk Adelia dengan penuh kasih sayang seakan-akan gadis yang satu ini anaknya sendiri.

Kalau boleh jujur, setitik harapan di hati Bu Desi sangat berharap suatu saat Adelia tinggal di sini sebagai seorang menantu.

***

Setelah seharian beraktivitas di luar, Adelia tiba di rumah Marsha yang sejak tadi memohon untuk datang kerumahnya. Benarkah? Benarkah Eric sudah ada di dalam? Mungkin saja, buktinya mobil yang biasa dipakai terparkir di garasi. Akhirnya, Adelia memutuskan segera masuk tanpa memberitahu Eric kalau dia akan datang.

"Adel, ayo masuk! Jangan malu-malu."

Adelia mengikuti Marsha yang masuk ke kamarnya yang cukup luas lengkap dengan perlengkapan seperti kulkas, TV, DVD, dan masih banyak barang hiburan lainnya. Ia menghempaskan tubuhnya di ranjang sambil menatap lampu mewah yang terbuat dari kristal. Lampu tersebut akan mengeluarkan cahaya saat terkena sinar matahari dari jendela. Marsha berlari lincah dan terburu-buru keluar kamar entah ke mana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status